Carut Marut Haji





Oleh Ummi Syauqi


Kementerian Agama RI resmi mengumumkan bahwa tahun 2021 ini tidak ada keberangkatan jemaah haji asal Indonesia. Hal ini dilakukan guna menjaga dan melindungi WNI, baik di dalam maupun luar negeri.
Kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menanggulangi pandemi Covid-19 yang sempat mengalami lonjakan pasca libur lebaran kemarin. Dengan adanya kebijakan ini, maka jemaah haji asal Indonesia batal berangkat untuk kedua kalinya setelah larangan pertama diberikan pada 2020 lalu.

Hal tersebut disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers belum lama ini. Yaqut mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 perihal Pembatalan Keberangkatan Haji tersebut.

Kami, pemerintah melalui Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Pemberangkatan Ibadah Haji 1442 H/2021 M," kata Yaqut dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (3/6/2021). detik.com(4/6/2021)

Keputusan yang terlalu terburu-buru, bahkan terkesan mengada-ada

Dengan adanya peraturan tersebut, maka penyelenggaraan keberangkatan haji tahun 2021 resmi dibatalkan. keputusan ini langsung kontroversial.

Melihat hal itu, Imam Jamaica Muslim Center, New York, Amerika Serikat (AS) Shamsi Ali menilai alasan yang digunakan pemerintah Indonesia untuk menunda keberangkatan haji mengada-ada.

Menurut dia, terkait masalah menjaga atau melindungi jemaah selama di Saudi dari Covid 19 itu menjadi tanggungjawab pertama dan terutama pihak Saudi.

"Kalau sekiranya memang akan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan/keselamatan jemaah, pastinya Saudi belum akan membuka kesempatan berhaji ini untuk siapa saja,"

Kenyataannya, menurut Shamsi Ali, Saudi membuka kesempatan haji walau dengan pembatasan.

"Melihat kepada beberapa argumentasi atau alasan yang disampaikan pemerintah Indonesia sejujurnya saya melihatnya sangat lemah, bahkan maaf kalau terasa diada-ada dan dipaksakan," ucap dia.

Sementara jika Indonesia memutuskan pembatalan karena alasan keselamatan jemaah di Saudi selama haji, Shamsi Ali pun mempertanyakan mengapa negara lain tidak ada yang melakukan hal tersebut.

"Bahkan yang saya dengar di saat Covid di Malaysia masih tinggi saat ini, justru negeri Jiran itu mendapat tambahan 10.000 kuota dari pemerintah Saudi Arabia," papar Tribunnews.com(4/6/2021)

Upaya menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam dan mendekatkan umat Islam pada Islam moderat

Negara negara kafir penjajah sangat memahami asas dan rahasia dibalik kemuliaan umat muslim.Sejak kekalahan bertubi-tubi pada perang salib, negara negara kafir barat  dipimpin Inggris mengubah kebijakan umum memerangi kaum muslim dari hard power (pendekatan perang) beralih strategi menjadi soft power (pendekatan pemikiran dan politik).

Barat kafir memulai proyek pemisahan akidah Islam dari kehidupan kaum muslim dan menghancurkan negara khilafah sebagai misi prioritas.

Pola mereka tetap sama yaitu menggunakan politik adu domba, karena meskipun kuno, terbukti efektif dihukum untuk menaklukkan negeri jajahan.

Politik adu domba dilakukan juga dengan jalan mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antara kaum muslim.

Isu isu pecah belah seperti Islam radikal dan Islam moderat, Islam arab dan Islam Nusantara adalah contoh paling faktual bagaimana barat memecah belah umat Islam.

Cara ini setidaknya mampu merealisasikan dua tujuan sekaligus, Pertama:memecah belah persatuan kaum muslimin sekaligus menjadikan aliran aliran dan madzhab yang ada saling serang satu sama lain.Kedua:cara ini adalah cara paling efektif untuk memverifikasi mana kelompok kelompok Islam yang pro dan kontra terhadap barat.untuk menerapkan kebijakan "stick and carrot"

Stigma negatif, penekanan, serangan pemikiran dan politik, termasuk serangan terhadap fisik melalui pendekatan intelejen dan perang digunakan untuk kelompok kelompok Islam yang kontra terhadap barat (politik stick) Adapun terhadap kelompok Islam yang pro terhadap barat, barat telah mempersiapkan kompensasi berupa dukungan finansial, politik dan ekonomi, dukungan media penokohan, bahkan sampai pada turut serta memasarkan sekaligus melakukan penggalangan opini umum untuk menjadikan pemikiran dan sikap kelompok dan tokoh Islam pro barat sebagai rujukan bagi kaum muslim (politik carrot)

pembatalan pemberangkatan haji ini akan semakin melemahkan spirit dan memberikan penekanan kepada umat Islam,pada akhirnya umat Islam lelah, menyerah dan pasrah,dan kewajiban haji yang seharusnya bisa dilaksanakan hanyalah menjadi keinginan yang mungkin tidak akan pernah bisa terealisasi.

Barat akan melakukan apapun demi tercapainya tujuannya untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang mulia, dengan mengusung Islam moderat, mengkotak kotakan muslim Indonesia dengan Arab misalanya dengan Islam Nusantara dan Islam Arab,merekrut orang orang munafik untuk memuluskan misi mereka itu.

Terbukti dengan adanya babak baru dalam kebijakan terkait dengan ajaran Islam, istilah istilah nyleneh pun digulirkan contohnya jilbab itu tidak wajib, menghilangkan istilah kafir dan mengganti dengan non muslim, dihapuskannya istilah khilafah dan jihad dalam pelajaran agama, adalah bukti konkrit bahwa Islam moderat ini semakin berani menunjukkan wajah aslinya, apapun alasannya yang jelas Islam moderat ini semakin digaungkan ajarannya dinegeri yang mayoritas muslim ini, kalau bab yang begitu kursial saja bisa dihapuskan, bukan tidak mungkin ibadah haji yang termasuk rukun Islam pun akan dipersulit hingga dilarang  na'udzubillah mindzalik..

Sistem Islam menjamin pelaksanaan ibadah warga negara

Allah Swt. berfirman, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali Imran [03]: 97).

Dalam hadis Nabi saw. bersabda, “Wahai manusia, Allah Swt telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah.”

Sistem pemerintahan Islam itu indah karena menjaga betul pelaksanaan syariat Islam tiap warga negaranya. Ibadah haji sebagai bagian dari rukun Islam tentu menjadi prioritas yang akan dijaga pelaksanaannya oleh negara.

Dengan kata lain, negara akan melakukan upaya maksimal untuk memastikan terlaksananya kewajiban haji oleh rakyat. Jika pun ada hambatan terkait pemberangkatan jemaah haji, negara akan berusaha menghilangkan hambatan tersebut.

Selain urusan ibadah rakyat, sistem Islam mewajibkan pemimpin negara untuk sungguh-sungguh mengurusi hajat hidup rakyatnya (raa’in), mulai dari urusan pangan, sandang, dan papan. Negara menjamin kebutuhan pokok rakyat, karena itu adalah amanah besar pemimpin yang akan dihisab oleh Allah Swt. kelak di hari kiamat.

Di dalam hadis disebutkan, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari)

Pada masa negara Khilafah Islamiah, terdapat beragam sarana dan bantuan yang disiapkan negara agar sempurna kewajiban haji warga negaranya.

Negara Khilafah membentuk departemen khusus yang menangani ibadah haji dan segala hal yang dibutuhkan, juga membangun sarana prasarana transportasi, baik melalui jalur darat, laut, dan udara.

Pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II, pernah dibangun sarana transportasi massal dari Istanbul hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji.

Tidak ada visa haji pada masa Khilafah, sehingga seluruh jemaah haji dari berbagai negeri muslim dalam wilayah pemerintahan Islam bisa keluar masuk Makkah—Madinah dengan mudah tanpa visa. Visa hanya untuk kaum muslim yang menjadi warga negara kafir hukman (terkait perjanjian dengan Khilafah) atau negara kafir fi’lan (yang memusuhi Khilafah secara terang-terangan).

Pada masa Khilafah Abbasiyah, Khalifah Harun ar-Rasyid membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah—Madinah). Negara juga menyediakan logistik dan dana zakat bagi jemaah yang kehabisan bekal.

Hal teknis lainnya, negara Khilafah akan mengatur kuota jemaah haji (dan umrah) dan memprioritaskan jemaah yang memang sudah memenuhi syarat dan mampu.

Dengan pengaturan yang rapi dan bertanggung jawab oleh negara, alhamdulillah ibadah haji warga negara dapat terlaksana setiap tahunnya. Wallahu a’lam bish-shawwab.


*(Penulis Asyik Cilacap)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak