Oleh: Hamnah B. Lin
Tampak "Wah..!", dengan adanya berbagai penghargaan, penunjukkan sebagai tuan rumah dalam acara tentang keperempuannan, menjadi delegasinya, dan seterusnya. Padahal ada sesuatu di balik ini.
Kali ini, Indonesia secara resmi ditunjuk menjadi tuan rumah kepengurusan ASEAN Women Entrepreneurs Network (AWEN) periode 2021-2023, meneruskan mandat yang sebelumnya dipegang oleh Thailand. Hal ini ditandai dengan seremoni serah terima jabatan dari Chair Women AWEN periode 2018-2020, Khunying Natthika Wattanavekin Angubolkul kepada Dyah Anita Prihapsari, yang akrab disapa Nita Yudi, sebagai Chair Women AWEN periode 2021-2023 ( https://www.wartaekonomi.co.id/read342792/indonesia-resmi-ditunjuk-sebagai-tuan-rumah-kepengurusan-awen-periode-2021-2023?utm_source=direct)
Nita Yudi mengapresiasi amanah yang diterima Indonesia untuk melanjutkan kepengurusan AWEN periode 2021-2023, sekaligus menegaskan bahwa Indonesia akan terus melanjutkan kinerja dan pencapaian AWEN. Di bawah kepemimpinan Thailand, AWEN telah merevisi kerangka acuan dalam menangani tujuh bidang fokus, yaitu digitalization, financial inclusion, re-skilling, sustainability, information sharing, women’s leadership, dan environmental issues. Berdasarkan tujuh fokus program kerja tersebut diatas, maka AWEN Indonesia telah mencanangkan fokus program kedepan yang meliputi people, planet, prosperity, partnership, dan power.
"AWEN Indonesia siap meningkatkan dan memperkuat kolaborasi jaringan kami di AWEN dan dengan mitra strategis kami, antara lain yakni ACW, RBAC, SEOM, UN Women, OXFAM, dan dengan perusahaan bisnis dan asosiasi lainnya,” kata Nita.
Lebih lanjut, Nita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI) ini menuturkan bahwa saat ini AWEN juga memiliki sejumlah tantangan sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan ekonomi dunia mengalami shock dan penurunan yang sangat drastis. Namun di lain sisi, Nita yakin bahwasanya pandemi Covid-19 ini sekaligus merupakan game changer yang akan mendorong IWAPI, dengan sebagian besar UMKM di dalamnya untuk dapat tetap menggerakkan perekonomian bangsa.
“Saat ini, pergerakan diutamakan dari digitalisasi dalam dunia kesehatan, sosial dan pendekatan ikatan terhadap konsumen guna mengikuti perkembangan zaman di era 4.0,” pungkas Nita Yudi.
Senada dengan yang disampaikan Nita Yudi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga berharap ASEAN Women Enterpreuners Network (AWEN) dapat berperan membawa perempuan terdepan dalam sektor ekonomi.
Sebab, kata dia, Indonesia telah mengakui AWEN sebagai kerangka kelembagaan terkemuka di ASEAN yang bertujuan mengarusutamakan pemberdayaan ekonomi perempuan di semua pilar masyarakat ekonomi asia (MEA).
Hal tersebut dilakukan Indonesia bersama ASEAN Committee on Women (ACW) dan ASEAN Committee on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC).
"Seiring dengan kemajuan pekerjaan kami pada tahun-tahun mendatang, Indonesia ingin menegaskan kembali komitmen kami dalam meningkatkan peran AWEN dalam upaya regional untuk membawa perempuan ke garis depan sektor ekonomi," ujar Bintang di acara upacara serah terima ketua AWEN secara virtual. (https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2021/05/24/15345641/menteri-pppa-harap-peran-awen-bawa-perempuan-terdepan-dalam-ekonomi)
Bagai punguk merindukan bulan, berharap kepada sesuatu yang mustahil terjadi. Inilah sesungguhnya kenyataan yang terjadi. Ingin meningkatkan perekonomian perempuan dengan standar ukuran kapitalis. Dimana perempuan dijadikan objek atau pelaku perekonomian dengan meninggalkan fitrahnya sebagai perempuan, sebagai istri dan sebagai ibu. Yang sejatinya malah menjauhkan perempuan dari berdaya terhadap sekitarnya.
Cara pandang yang demikian pula, menurut dosen dan peneliti ekonomi Syariah Nida Sa’adah adalah ciri khas peradaban barat yang berideologi sekuler kapitalisme. Ideologi ini hanya menjadikan manusia sebagai faktor produksi, sehingga manusia produktif adalah ketika ia mampu menghasilkan materi.
Begitu pun cara pandangnya terhadap perempuan, seolah kontribusi terbaik yang harus diberikan perempuan adalah menghasilkan produk. Barat tak mampu melihat kontribusi lain, padahal ada banyak kontribusi yang jauh lebih besar dari hanya sekadar menghasilkan materi.
Perempuan mulia sesuai fitrahnya
Kontribusi perempuan yang tak ternilai oleh materi adalah mampu melahirkan generasi tangguh, pejuang peradaban, penerus visi misi Ilahi Rabbi, yakni terterapkannya Syariat Islam yang membawa Rahmat untuk seluruh alam. Hingga mampu mengurai dan menyelesaikan berbagai masalah sesuai standar Allah SWT, bukan standar kapitalis yang nyata bukan berasal dari Allah SWT.
Perempuan juga tetap bisa berkontribusi untuk masyarakat sesuai bidang keahliannya yang sesuai dengan Syariat Islam, tanpa meninggalkan kewajiban utamanya yakni sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga. Hingga mampu menjaga harta suami, menjaga kehormatan diri dan keluarga. Mendidik, merawat dan menjaga anak- anak agar taat Syariat, hingga menjadi insan takwa yang mampu memimpin orang-orang yang bertakwa. Menjadi problem solving bukan maker problem.
Ia pun akan mengerahkan segala daya dan upayanya dalam membangun peradaban mulia. Berdakwah dengan Waktu dan tenaga terbaiknya. Pikirannya akan senantiasa terhimpun semata untuk persoalan umat.
Inilah kontribusi perempuan untuk dunia. Sebagai pendidik generasi yang akan terlahir darinya satu peradaban gemilang. Sungguh peran optimal perempuan yang sesuai fitrahnya hanya bisa diwujudkan dalam satu pengaturan yang komprehensif yaitu sistem pemerintahan Islam. Hingga akan terwujud perempuan yang berhasil mencetak generasi bertakwa sebagai harapan bangsa.
Wallahu a'lam bishowwab.