Oleh: Aprilina, SE.I*
Rasulullah SAW bersabda:
"Perumpamaan orang-orang yang beriman didalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim).
"Barangsiapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka ” (HR. Al-Hakim dan Baihaqi).
Hadits di atas mengingatkan kepada kita mengenai pentingnya memperhatikan urusan sesama muslim. Karena besar kecilnya perhatian seorang muslim kepada muslim yang lainnya menjadi penentu status keimanan yang sebenarnya. Apakah sebagai bagian dari mereka (muslim) atau tidak.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (TQS. Al-Hujurat [49]: 10)
Persaudaraan orang-orang yang beriman tidak dibatasi oleh suku, bangsa dan wilayah teritorial. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada muslim di seluruh dunia patut menjadi perhatian seluruh kaum muslimin di dunia. Diantaranya yang patut untuk mendapatkan perhatian lebih ialah kaum muslimin yang sedang dijajah secara fisik oleh orang kafir. Meskipun tidak bisa dinafikan bahwa seluruh kaum muslimin hari ini sedang berada pada masa yang kelam. Penjajahan secara fisik maupun non-fisik.
Penjajahan secara fisik bisa kita lihat secara jelas sedang terjadi terhadap saudara kita muslim Uyghur,, Xinjiang dan Palestina. Sedangkan penjajahan non-fisik berupa pemikiran terjadi pada seluruh negeri-negeri Islam. Hal ini disebabkan karena umat Islam sekarang tidak lagi memiliki pemimpin yang satu, baik secara pemikiran maupun perasaan. Satu dalam pandangan bahwa Al Quran hadir sebagai petunjuk bagi manusia. Maka seluruh aturan yang ada padanya harus diterapkan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Para pemiimpin negeri-negeri muslim hari ini justru dipecah belah dengan ide nasionalisme yang dipropagandakan barat. Perbedaan letak wilayah teritorial dijadikan sebagai alasan untuk tidak mempedulikan umat Islam di wilayah lain. Bahkan mereka disibukkan dengan urusan jabatan dan kepemimpinan dalam negeri. Melupakan kewajiban sebagai hamba Allah SWT yang harus senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sekuat tenaga lari menjauh dari kemaksiatan dan mencegah terjadinya kemaksiatan. Bukan malah menjadi pelaku utamanya.
Kemaksiatan paling besar yang terjadi hari ini ialah Al Quran hanya dijadikan bacaan dan hapalan yang dikompetisikan. Namun hukum dan aturan yang ada didalamnya tidak diterapkan. Benarlah apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW.
"Buhul/ikatan Islam akan terputus satu demi satu. Setiap kali putus satu buhulan, manusia mulai perpegang pada tali berikutnya. Yang pertama-kali putus adalah hukum, dan yang terakhir adalah shalat." (HR. Ahmad)
Sekarang umat Islam hanya bisa melaksanakan syariat individu, yaitu hubungannya dengan Allah secara langsung (ibadah). Ini disebut berikutnya dengan dimensi pertama. Dimensi ini mencakup ibadah shalat, puasa, memilih makanan dan minuman halal lagi baik. Namun perlu diketahui bahwa pelaksanaan syariat dimensi pertama ini pada wilayah tertentu sudah sangat sulit. Lebih tepatnya dipersulit oleh penguasa di negeri tersebut. Seperti yang terjadi di Xinjiang dan Uyghur.
Beginilah keadaan umat Islam ketika tidak memiliki pemimpin yang berfungsi sebagai pelindung, ibarat perisai yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau:
"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Sejarah telah mengajarkan kepada umat Islam mengenai penerapan hadits ini. Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin memberikan keteladanan sebagai perisai selama mereka menjadi pemimpin kaum muslimin. Rasulullah SAW dengan keberanian dan ketegasan beliau memberikan komando memerangi orang-orang Yahudi yang melanggar perjanjian di Madinah. Begitupula dengan Abu Bakar ash-Shiddiq ketika menjadi Khalifah memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Tidak ketinggalan pula Umar bin Khattab yang sangat terkenal tegas, mengirimkan pasukan untuk membebaskan wilayah Baitul maqdis dari penjajahan Bizantium (Romawi Timur) pada tahun 638 M.
Baitul maqdis merupakan tanah kharijiyah, milik seluruh kaum muslimin. Maka dari itu, ketika hari ini diduduki oleh zionis Israel menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk mengusirnya dan mengembalikannya ke pangkuan kaum muslimin. Namun kita lihat hari ini, masyarakat Palestina, berjuang sendirian. Tidak ada negeri- negeri muslim yang membantu dalam pasokan persenjataan maupun tentara. Warga sipil, orangtua, anak-anak dan para wanita berjuang melawan kebiadaban zionis Israel. Tak ada lagi panglima sehebat Sholahuddin Al Ayyubi dan pemimpin setegas sultan Abdul Hamid.
Kaum muslimin telah kehilangan perisai. Namun itu tidak menyurutkan masyarakat Palestina untuk terus maju hingga gelar syuhada mereka dapatkan. Lantas kita mau ambil gelar sebagai apa? Penonton? Pendukung atau bahkan pembela? Kalau menjadi pendukung, mendukung siapa? Jika memilih nenjadi pembela, membela siapa?
Jangan salah pilih saudaraku. Berdirilah pada posisi yang benar. Semua pilihan dalam hidup ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT pada hari kiamat. Ingatlah, bahwa sebelum menjadi apa dan siapapun, kita semua adalah hamba Allah. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini," (TQS. Al-A'raf [7]: 172).
Menjadi hamba Allah mengharuskan kita berada pada posisi pembela dan penjaga kemuliaan Islam walaupun sampai ke negeri Syam. Semua pengorbanan dilakukan demi meraih cinta dan keridhoan Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam.
*Aktivis Muslimah Peduli Umat
Tags
Opini