Oleh: Tri S, S.Si
Krisis pangan rupanya masih terus terjadi di beberapa negara yang mengakibatkan masyarakatnya kelaparan. Hal ini terjadi di beberapa negara, diantaranya sepertI yang terjadi di Suriah dan Myanmar.
Berdasarkan studi yang diterbitkan Universitas Humboldt pada 2020, disebabkan konflik berkepanjangan, Suriah kehilangan 943 ribu hektar lahan pertanian antara tahun 2010 dan 2018. Depresiasi mata uang Suriah yang parah, juga mempengaruhi daya beli warga di seluruh negeri. Hal ini membuat warga yang beralih menjadikan roti sebagai makanan utamanya pun bertambah.
Hingga Februari 2021, Program Pangan Dunia, setidaknya 12,4 juta warga dari 16 juta warga Suriah mengalami kerawanan pangan. Jumlah ini bertambah 3,1 juta dari tahun lalu. World Food Programme (WFP) juga memperkirakan 46 persen keluarga di Suriah telah mengurangi jatah makanan harian mereka dan 38 persen orang dewasa telah mengurangi konsumsi pangan mereka, agar anak-anak mereka memiliki cukup makanan.
Kehidupan umat di bawah kepemimpinan kapitalisme amat memilukan, sebab tidak adanya perhatian khusus atas persoalan yang menimpa mereka. Bila sebelumnya masyarakat suriah masih bisa merasakan makanan lezat, kini di tengah kesulitan pemenuhan kebutuhan pokok, roti yang harusnya menjadi harapan untuk mengganjall rasa lapar mereka menjadi mahal, sehingga sulit bagi mereka untuk bisa membeli banyak sesuai jumlah keluarga mereka. Akibatnya 1 roti pun dibagi-bagi agar semua kebagian.
WFP memperkirakan dalam 6 bulan ke depan, sebanyak 3,4 juta lebih orang akan kelaparan di Myanmar dan siap melipatgandakan bantuan makanan daruratnya, program donasi makanan masyarakat akar rumput terbukti sangat diminati di Yangon, ibu kota komersial Myanmar. Mereka senang ketika kita menyumbangkan makanan, beberapa bahkan menangis. Kata sukarelawan. (lentera sultra.com, 29/5/2021).
Pedagang pun tidak menjual makanan mereka sebab pelanggang tidak mampu membeli makanan walau semangkok ikan.
Ditambah masyarakat tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan makanan, Ni aye mengatakan, dia dan suaminya sekarang tidak memiliki penghasilan sama sekali dan bergantung pada makanan yang mereka makan, kami dalam masalah jika kondisi ini terus berlanjut kami akan kelaparan (lentera sultra.com, 29/5/2021).
Sungguh umat membutuhkan pemimpin bijaksana untuk bisa mengeluarkan mereka dari keterpurukan ekonomi. Akan tetapi di tengah sistem kapitalisme saat ini mereka akan terus kesulitan memperoleh keadilan yang diharapkan.
Sebab dalam kapitalisme terpecah belah oleh rasa individualisme sehingga rasa iba pun sesama masyarakat seperti pedagang kepada pelanggannya. Lebih lagi penguasa yang mementingkan materi belaka, dan pro terhadap korporasi sampai mengorbankan nyawa rakyatnya demi eksistensi kekuasaan mereka, sementara di sisi lain jabatan yang mereka peroleh adalah hasil dari suara rakyat. Rakyat percaya dengan terpilihnya pemimpin mampu mengurusi urusan rakyat, namun yang terjadi sebaliknya. Inilah bukti dari kegagalan ideologi kapitalisme, tidak mampu memberikan solusi bagi masalah yang menimpa rakyat.
Oleh karena itu kerusakan ideologi kapitalisme dan para antek-antek yang berkuasa harus segera diakhiri dan diganti dengan ideologi Islam yakni Khilafah Islamiyyah.
Khilafah Islam bisa mengatur urusan rakyat sebab membaiat seorang pemimpin atau Khalifah tugasnya yakni mengabdi untuk rakyatnya, mengatasi krisis pangan yang terjadi di tengah-tengah rakyat dan kebutuhan rakyat dipenuhi oleh pemimpin.
Adanya Khilafah Islam, seorang Khalifah akan memelihara masyarakat dan anggota-anggotanya serta bertindak selaku pemimpin yang mengatur dan mementingkan urusan rakyatnya.
Wallahu a'lam bishshawab.