Sumber gambar: klikhijau.com
Oleh: RM. Ica
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.
Pariwisata merangkul sirkulasi keuangan yang besar. Dari sisi wisatawannya sendiri, ada banyak dana yang dikeluarkan untuk menikmati satu destinasi. Dari sisi pihak penyelenggara dan bumper wisata sekitar, tak kecil pendapatan yang diharapkan.
Tak heran bila pariwisata menjadi aset yang cukup menggiurkan. Pemain besar dan kecil bisa turut kecipratan manisnya wisata.
Namun, manisnya pariwisata berubah cerita ketika pandemi melanda. Dalam rangka mencegah penularan dan menyelamatkan banyak jiwa, tak sedikit area wisata ditutup. Dan tak dapat dipungkiri, kondisi ini berpengaruh pada perekonomian pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan wisata.
Bisa dibayangkan untuk pemain skala besar, penyedia jasa penginapan skala besar, bagaimana mereka berjuang bertahan. Dari sisi pemasukan berkurang, dari sisi pengeluaran untuk operasional tetap ada.
Wajar bila kemudian ada harapan bisa kembali pulih, membuka wisata kembali. Namun di tengah kondisi pandemi yang belum sirna, keputusan ini pun berat adanya. Ibarat simalakama, tutup rugi-buka rawan paparan wabah, apalagi ketika zona masih merah.
Ada pendapat bahwa dari sisi keutamaan, menjaga nyawa perlu didahulukan. Bila masih banyak yang bertahan hidup, dalam keadaan sehat, apa yang kurang masih bisa diusahakan kembali. Bila SDM sehat dan kuat, ekonomi bisa diangkat kembali.
Maka, alangkah baiknya jika yang diprioritaskan saat ini adalah memastikan wabah segera terhenti. Memastikan semakin sedikit yang tertular, memastikan semakin banyak yang sehat. Salah satu upaya menjaga penularan adalah mencegah keluar bertemu banyak orang bukan?
Sehingga selama pandemi belum sirna, fokus utama adalah mengupayakan selesainya pandemi. Fokus serupa yang pernah dilakukan oleh Umar tatkala mengutus Amru bin Ash menyelesaikan wabah di Syam kala itu.
Sebuah fokus yang dilandasi spirit iman, mengikuti ajaran Islam, menjaga nyawa di atas harta benda. Keduanya memang penting, tapi bila dalam kondisi harus mengutamakan salah satunya, maka nyawa selamat yang didahulukan. Kala itu jiwa amanah mengelola keuangan baitul mal, menjadi faktor pendukung selesainya wabah.
Maka tak mengapa bukan bila kisah dan kondisi pendukungnya dijadikan pelajaran? Menjadikan iman, mengedepankan penyelamatan nyawa, mendukung keberlangsungan dengan pengaturan dana yang amanah dan profesional.
Bukankah negeri zamrud khatulistiwa ini kaya sekali SDA? Harapan besar ekonomi pulih bisa digantungkan padanya bukan? Sehingga meminimalisir penularan wabah yang salah satunya dengan membaurnya manusia di tempat wisata bisa ditekan.