Oleh: Ummu Attar
Dari tahun ke tahun krisis pangan yang melenda berbagai negri dibelahan dunia tak kunjung usai. Global Hunger Index (GHI) mencatat ada 690 juta orang yakni sekitar satu dari setiap 10 orang di dunia menderita kekurangan gizi.
Terlebih, negeri-negeri Muslim yang berada di daerah konflik, krisis pangan semakin memprihatinkan. Seorang peneliti di Suriah di Human Right Watch mengungkap bahwa jutaan orang kelaparan di Suriah, sebagian besar karena kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis roti yang ditimbulkannya (Republika.co.id, 30/5/2021).
Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan Suriah menghadapi krisis kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya. WFP melaporkan sebanyak 9,3 juta warga sipil di sana kekurangan makanan yang memadai (republika.co.id).
WFP memperkirakan dalam 6 bulan ke depan sebanyak 3,4 juta lebih orang akan kelaparan di Myanmar dan siap untuk melipatgandakan bantuan makanan daruratnya.(Lenterasultra.com, 29/5/2021).
Krisis pangan yang terus mengintai dunia menyebabkan umat kelaparan. Konflik perebutan kekuasaan yang tak kunjung usai semakin memprarah keadaan. Akhirnya rayatlah yang harus menanggung dan menjadi tumbal kepongahan para elit penguasa. Hal ini semakin menambah deretan kegagalan sistem kapitalis sebagai sebuah sistem, yang mana dalam kapitalis asas manfaat adalah salah satu hal yang menjadi batu pijakan dari sistem ini. Mereka akan menghalalkan segala cara demi mendapatkan dan mempertahankan kekuasaanya, meskipun rakyat harus menjadi korban dari kebingasan para penguasa.
Buah dari peneraan sistem ini adalah kesenjangan yang terlihat jelas, disaat hampir milyaran penduduk dunia krisis pangan sementara di negara lain berkelebihan pangan. Sistem kapitalisme telah terbukti gagal dalam mensejahterakan rakyat yang terjadi jusru sebaliknya.
Sudah saatnya sistem yang rusak ini kita campakkan dan diganti dengan sistem yang telah terbukti mampu dalam mensejahterakan manusia selama 14 abad lamanya. Islam menetapkan bahwa umat Islam adalah umat yang satu. Tidak ada sekat-sekat nasionalisme yang mencerai berai umat dan membiarkan umat dibelahan dunia lain kelaparan.
Rasulullah saw telah mengingatan, “Imam (Khalifah) ra’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyanya.” (HR. Musim dan Ahmad)
Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Saat itu dunia arab sedang dilanda bencana kekeringan sehingga membuat masyarakat hijrah ke ibu kota pemerintahan demi mendapatkan bantuan.
Sang khalifah dengan tangan terbuka menerima mereka, meski berasal dari wilayah yang jauh. Beliau menjadi pemimpin panutan, senantiasa mendahulukan rakyatnya. Umar tak akan makan sebelum seluruh rakyatnya kenyang. Bahkan, soal makanan pun tak ingin dikhususkan.
Dalam hal pemenuhan pangan, tanggung jawab khalifah secara utuh tampak mulai dari pengaturan produksi, distribusi bahan konsumsi rakyat. Karena Khilafah harus memastikan kebutuhan pangan pada setiap individu rakyatnya terpenuhi.
Allah berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat -ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)