Wisata Syariah, Sesuai Syariahkah?



Oleh: Hamnah B. Lin

          Patut diapresiasi dan kita syukuri, gelombang label syariah dan halal makin menguat, makin ada dimana-mana. Perkembangan yang luar biasa. Namun perlu menjadi perhatian kita bersama untuk mencari tahu dulu, hakikat dari label syariah dan halal yang makin menjamur ini, mulai dari bank syariah, pegadaian syariah, asuransi syariah bahkan hingga wisata syariah. Apakah trend ini sudah kearah yang sesuai Syariah Islam?
          Sebagaimana pernyataan dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang meluruskan persepsi tentang “wisata syariah”, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai upaya untuk “mensyariahkan” tempat wisata.
          “Tentu kita ingin menghilangkan persepsi yang salah tentang wisata halal atau wisata syariah. Sepertinya ada kesan bahwa wisata syariah itu wisatanya akan disyariahkan, kemudian ada daerah-daerah yang keberatan,” ujarnya.
          Wapres pun menjelaskan, konsep wisata syariah atau wisata halal sebenarnya ialah dengan menyediakan layanan-layanan halal, sehingga tempat wisata tersebut ramah bagi turis muslim. “Jadi, di situ nanti, kita ingin di tempat-tempat wisata itu ada layanan syariah, layanan halal, restoran halal, ada tempat untuk salat,” ucap Wapres menjelaskan. (antaranews.com, 6/5/ 2021)
          Maka jika diperhatikan dengan saksama pernyataan Wapres, tujuannya sudah jelas bukan, bahwa targetnya lagi-lagi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini tampak jelas dari pernyataan Wapres yang menilai Indonesia perlu mulai menerapkan konsep wisata halal di berbagai daerah, khususnya yang menjadi sasaran bagi turis mancanegara. (antaranews)
          Masih dilansir dari antaranews, wisata syariah yang dimaksud adalah dengan mendukung berbagai fasilitas wisata yang berbasis syariah, seperti restoran halal, hotel syariah, dan spa yang halal, juga ada tempat untuk salat. Maka, apakah benar-benar sudah sesuai syariat? Ataukah masih sama, menjadi sarana untuk mengelabui masyarakat sekadar untuk meraih keuntungan? Akhirnya kita bisa melihat bahwa upaya ini tidak terlepas dari asas sistem yang diterapkan negeri ini (sekuler kapitalis), yaitu asas manfaat semata.
          Maka penting bagi kita, agar masyarakat tidak tertipu dengan kata-kata manis "wisata syariah" maka tentu saja kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan Islam tentang wisata atau pariwisata ini.
         Islam mempunyai pandangan yang unik atau khas tentang pariwisata. 
Pertama: Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya wisatanya umatku adalah berjihad di jalan Allah.” (HR Abu Daud). Ini berarti Islam mengaitkan wisata atau perjalanan dengan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt., seperti haji atau umrah misalnya.
          Kedua, jika wisata dikaitkan dengan hiburan, Islam pun telah mengaturnya. Islam tidak mengharamkan hiburan atau permainan selama tidak menyalahi hukum syariat dan sekadarnya saja, tidak terus menerus atau ‘sa’atan wa sa’atan’.
         Keempat, wisata dikaitkan dengan ilmu dan pengetahuan. Pada permulaan Islam, ada perjalanan yang sangat agung dengan tujuan mencari ilmu dan menyebarkannya. Sampai Al-Khatib al-Bagdady menulis kitab yang terkenal berjudul Ar-Rihlah fi Thalabil Hadits. Di dalamnya, beliau mengumpulkan kisah orang yang melakukan perjalanan hanya untuk mendapatkan dan mencari satu hadis saja.
         Kelima, maksud wisata dalam Islam adalah mengambil pelajaran dan peringatan. Dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk berjalan di muka bumi. Firman-Nya, “Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.’” (QS Al-An’am: 11)
          Keenam, wisata dalam Islam adalah perjalanan untuk merenungi keindahan ciptaan Allah Ta’ala, menikmati indahnya alam nan agung sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah dan memotivasi menunaikan kewajiban.
قُلْ سِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير
Katakanlah, “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Ankabut: 20)
          Lalu apakah wacana yang dicanangkan pemerintah tadi sudah sesuai syariah Islam? Hakikatnya Islam mengatur seluruh aspek kehidupan kita secara menyeluruh dan keterkaitan, tidak tambal sulam, tidak sebagian-sebagian. 
          Jika menurut pemerintah, wisata syariah itu adalah lebih menekankan pada ketersediaan fasilitas-fasilitas halal di tempat-tempat wisata, misal hotel halal, makanan minuman halal, tempat shalat, spa halal, tentu ini tidak cukup. Harusnya diperhatikan seluruhnya, apakah disitu terjadi campur baur antara tamu laaki-laki dan perempuan, apakah tempat shalatnya terjaga dari terbukanya aurat perempuan, karena banyak tempat shalat yang terbuka. Juga toilet dan tempat wudhu yang masih tebuka hingga ada peluang untuk aurat perempuan tampak saat wudhu. Juga spa halal, apakah penterapis dengan yang diterapis dipastikan sesama jenis dan amanah. Dan banyak hal yang harus diperhatikan betul, agar benar-benar tidak ada pelanggaran syariat Islam disana. Jangan sampai hanya label saja, namun hakikatnya sama dengan tempat biasa yang non syariat. Yakni malah menjadi tempat maksiat, hingga masyarakat tak mendapatkan pelajaran dari perjalanan wisatanya, namun justru banyak kemaksiatan yang didsaksikan atau bahkan telah dilakukan.
          Maka dalam Islam, pemerintahan Islam akan menerapkan seluruh hukum Islam, baik di dalam dan ke luar negeri. Dengan begitu, pemerintahahan Islam telah menegakkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran di tengah-tengah masyarakat. Prinsip dakwah ini mengharuskannya untuk tidak membiarkan terbukanya pintu kemaksiatan di dalam negara, termasuk melalui pariwisata.
          Dan objek wisatanya tentu tidak sembarangan. Objek wisata yang berhubungan dengan potensi keindahan alam, yang notabene bersifat natural dan anugerah dari Allah Swt. seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air terjun, dan sebagainya; atau peninggalan bersejarah dari peradaban Islam misalnya—yang sarat dengan nilai-nilai Islam dan tidak bertentangan dengan Islam—bisa dipertahankan dan dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan pemahaman Islam kepada wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat tersebut.
         Fungsinya adalah, bagi Muslim, sebagai penguat keimanannya kepada Allah SWT. Bagi Kafir, untuk menanamkan keyakinan bahwa Allah SWT Maha Besar dan patut menjadi Rabb alam semesta.
          Maka setelah memahami hakikat apa itu wisata syariah, masyarakat akan tahu apakah wisata syariah yang dicanangkan ini sesuai syariat atau tidak. 
          Hanya pemerintahan Islam yang bisa mengatur seluruh aspek kehidupan ini dengan sempurna karena berasal dari Allah SWT. 
Wallahu a'lam biashawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak