Tsunami Covid di India, Bagaimana dengan Indonesia?





Oleh : Ressa Ristia Nur Aidah



Kasus Covid-19 di India terus meningkat di tingkat yang belum dapat diprediksi, rumah sakit dalam situasi kewalahan dengan jumlah pasien yang membludak. Lonjakan kasus tersebut sebagian dikaitkan dengan varian baru virus corona yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali terdeteksi di India musim gugur lalu, seperti yang dilansir dari CBC pada Jumat (23/4/2021).

Varian baru virus corona itu, oleh WHO diberi nama B.1.617 atau disebut juga "mutan ganda". Sejauh ini data masih terbatas, apakah mutasi ini lebih menular atau mematikan. Para ahli masih memperdebatkan, apakah varian baru virus corona "mutan ganda" adalah faktor pendorong utama terjadinya lonjakan kasus di India. [kompas.com]

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) menilai Indonesia perlu belajar dari ledakan kasus covid-19 di India. Keseriusan pemerintah untuk menanamkan disiplin protokol kesehatan (prokes) mesti ditingkatkan.

Data Worldmeters per Rabu pagi, 21 April 2021, pasien positif covid-19 di India telah menyentuh 15,6 juta kasus denga lebih dari 182 ribu orang meninggal. Kondisi itu membuat India berada di urutan kedua negara dengan jumlah kasus covid-19 tertinggi setelah Amerika Serikat (AS). [www.medcom.id]

Padatnya penduduk, besarnya mobilitas dan kondisi kemiskinan yang terjadi di India serupa dengan kondisi di Indonesia. Semestinya tsunami covid India menjadi pelajaran agar pemerintah mengambil kebijakan lebih komprehensif untuk menghentikan sebaran virus. Bukan kebijakan mendua yang seolah mengatasi virus seiring perbaikan ekonomi namun malah keduanya tidak segera teratasi.

Penanganan pandemi sesungguhnya tak hanya membutuhkan penguasa kapabel yang menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat, namun juga membutuhkan sistem yang mumpuni dan mampu bertahan di tengah wabah yang semakin mengganas.

Karut marut penanganan wabah seharusnya menyadarkan kita akan rapuhnya sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini berikut penguasanya yang tidak amanah. Alih-alih bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan ekonomi selama pandemi, dana bansos untuk rakyat justru malah diembat oleh aparat.

Islam memberikan tuntunan mengenai upaya pemadaman wabah. Dalam beberapa Hadis, Rasulullah memberikan gambaran bagaimana penyebaran wabah wajib diputus rantai penularannya.
Di dalam haditsnya, Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit. Kemudian mengenai karantina wilayah, telah masyhur hadits Rasulullah dikala wilayah Syam dilanda wabah.

Rasulullah saw. bersabda, “Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

Dan Islam hanya akan memberikan pelayanan kesehatan berkualitas. Semua itu hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional. Penyediaan semua itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara karena negara berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan.
Karenanya, Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, menyelenggarakan pendidikan yang bisa menghasilkan output berupa tenaga medis profesional, di samping menyediakan sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya.

Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan; menyelenggarakan penelitian, mendukung inovasi di bidang kesehatan, termasuk memproduksi vaksin secara mandiri untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, terbebas dari wabah. Wallaahu a’lam bi Ash-Shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak