Tragedi Nanggala 402, Saatnya Perbaharui Alutsista

Oleh : Bunda Kayyisa Al Mahira

Tak henti musibah menghampiri bumi pertiwi.  Saat badai pandemi belum mereda, negeri ini dikejutkan kembali oleh musibah karamnya KRI Nanggala 402. KRI Nanggala hilang kontak pada Rabu, 21 April 2021 dini hari di utara Bali. TNI AL sudah menyatakan kapal selam tersebut tenggelam. Dari hasil pencarian, tim menemukan beberapa benda yang mengindikasikan kapal tersebut tenggelam seperti pelumas periskop dan alas salat.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi, bahwa hilangnya Nanggala 402 adalah "insiden serius ketiga pada armada TNI AL". Kasus ini menurutnya menyingkap kembali permasalahan pengelolaan alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia.  Ada 2 KRI lain yang mengalami insiden selain Nanggala. Pertama adalah KRI Rencong-622 buatan Korea Selatan tahun 1979 yang terbakar dan tenggelam di Papua Barat pada September 2018; kemudian KRI Teluk Jakarta-541 buatan Jerman Timur tahun 1979 tenggelam di Jawa Timur pada Juli 2020 (tirto. id) 

Jika dilihat KRI Nanggala adalah kapal selam kedua milik Indonesia dengan kelas cakra. Kapal ini dipesan Indonesia pada 1977 dan mulai digunakan pada 1981. Usianya sudah cukup tua yaitu 44 tahun. Kalangan pakar maritim menilai batas usia pemakaian kapal selam adalah 25—29 tahun. 

Kondisi KRI Nanggala 402 yang sudah tua ini telah dua kali menjalani perawatan. Pertama di Korea Selatan pada 2009 untuk menjalan overhaul. Kapal sepanjang 59,5 meter dan lebar 6,3 meter ini lantas kembali ke Komando Armada RI Kawasan Timur pada 2012. Perawatan kedua dilakukan pada 2020 di Jawa Timur. 

Tragedi karamnya KRI Nanggala 402 mestinya menjadi evaluasi besar bagi penguasa negeri ini lebih serius lagi dalam memperbaiki dan memperbaharui alutsista. Optimalisasi alutsista harus memperhatikan juga faktor usia, beban kerja, dan pemeliharaan kelaikannya, sehingga dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Perbaikan alutsista ini terbentur dengan persoalan anggaran. Pemerintah beralasan karena terbentur dengan dana. Dalam membangun sistem maritim yang dibutuhkan armada laut, dibutuhkan anggaran yang sangat besar. 

Berdasarkan data APBN 2021, Kementerian Pertahanan adalah kementerian kedua dengan anggaran terbesar setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yakni dengan anggaran mencapai hampir Rp137 triliun.

Pada tahun 2021, anggaran pengadaan alutsista adalah sekitar Rp9,3 triliun, sebagaimana dikutip dari Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran tahun anggaran 2021. Untuk perawatan dan modernisasi alutsista, Angkatan Darat mendapat sekitar Rp3,8 triliun, Angkatan Laut sekitar Rp8 triliun, dan yang terbesar Angkatan Udara sebesar R8,1 triliun. (BBC Indonesia, 22/4/2021)

Jika pemerintah serius ingin memperbaiki alutsista demi keamanan negeri salah satu anggaran yang bisa dialihkan yaitu dana pemindahan ibu kota baru yang mencapai Rp466 triliun. Menjaga kedaulatan negara dengan fasilitas yang mendukung tentu lebih penting dibanding pindah ibukota. 

Disamping itu jika kita lihat kekayaan negeri ini pun sangat berlimpah ruah. Apabila dikelola secara mandiri dan hasilnya dikelola untuk kepentingan negeri ini, negara tentu memiliki anggaran lebih dari cukup untuk membeli alutsista serta membangun sistem pertahanan yang kuat dan hebat. 

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki sejumlah konsep untuk mewujudkan sistem pertahanan negara yang kokoh, diantaranya yaitu, Pertama,  negara memiliki Baitulmal yaitu lembaga yang menjadi ujung tombak pemasukan dan pembelanjaan negara. Sumber pemasukan negara terdiri dari bagian fai’ dan kharaj (ghanimah, jizyah, kharaj, fai’, dharibah); bagian kepemilikan umum (minyak, gas, listrik, pertambangan, serta kekayaan alam yang menjadi milik umum); dan bagian sedekah (zakat mal, ternak, dll.). Anggaran yang cukup besar yang tersedia di Baitulmal ini cukup untuk membiayai penyediaan alutsista yang kuat dan memadai. 

Kedua, dalam struktur pemerintahan Islam ada yang namanya departemen perang, mirip dengan kementerian pertahanan. Departemen peperangan menangani semua urusan yang berhubungan dengan angkatan bersenjata seperti pasukan, logistik, persenjataan, peralatan, amunisi, dan sebagainya; menangani akademi militer, misi militer, serta pemikiran Islam dan pengetahuan umum apa saja yang wajib dimiliki tentara.

Ketiga, negara membangun sistem perindustrian, baik yang berhubungan dengan industri berat seperti industri mesin dan peralatan, pembuatan dan perakitan alat transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb.), termasuk industri alutsista yang mendukung penguatan militer negara.

Dalam sistem Islam, membangun alutsista yang kuat dan tangguh bukan hal yang mustahil. Sistem Islam menjadikan semua aspek terintegrasi dengan baik. Mulai kebijakan ekonomi, politik, hukum, pemerintahan, pendidikan, hingga infrastruktur yang dibutuhkan. Sudah saatnya menerapkan sistem Islam untuk mengatur kehidupan, tinggalkan tata kelola negara berdasarkan sistem kapitalis, maka menjadi negara super power dunia yang memiliki alutsista yang tangguh akan menjadi sebuah keniscayaan. 

Wallohu'alam Bishowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak