Oleh: Choirin Fitri
Ajal adalah sebuah kepastian. Ramadan bulan ini pun banyak diisi dengan berita kematian. Ada banyak orang yang masih sempat sahur di dunia, tapi Allah izinkan mereka berbuka di Surga.
Muslimin Palestina misalnya. Saat Ramadan tiba serangan Israel tak kunjung usai. Korban jiwa pun tak terelakkan. Termasuk tragedi tenggelamnya kapal selam Nanggala 402. Awak kapal yang muslim pun tak sempat menikmati berbuka di dunia namun mereka berbuka di surga dengan pahala syahid yang didapat karena meninggal saat tenggelam. Banyak pula yang meninggal karena serangan virus Corona yang belum usai.
Kita diingatkan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya, “Siapa yang terbunuh di jalan Allah, dia syahid. Siapa yang mati (tanpa dibunuh) di jalan Allah dia syahid, siapa yang mati karena wabah penyakit Tha'un, dia syahid. ... Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.” (HR. Muslim 1915)
Kabar duka memang menyisakan kepedihan. Namun, sebagai manusia yang masih diberikan umur oleh Allah kita wajib bermuhasabah. Sudahkah kita mengambil pelajaran dari kematian orang-orang yang ada di sekitar kita?
Apalagi yang namanya ajal tidak perlu mengadakan perjanjian dulu kapan datangnya. Siap atau tidak siap, Allah akan datangkan ajal itu jika telah tiba waktunya.
Allah berfirman, "Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (TQS. Al A'raf:34)
Anehnya, banyak orang yang takut bicara kematian. Bagi mereka mati adalah sesuatu yang tak diinginkan. Pada akhirnya banyak yang berupaya dengan berbagai cara untuk menghindarinya. Bahkan, para ilmuwan pun seakan berlomba membuat alat anti mati. Namun, mereka pada ujungnya gagal. Mengapa?
Mereka lupa bahwa Allah-lah penggenggam nyawa kita. Allah telah menetapkan ajal kita yang bersifat pasti. Bahkan, dalam surat Al A'raf:34 ini secara gamblang Allah telah tetapkan tak ada satu manusia pun yang mampu memajukan atau memundurkan ajalnya.
Lalu, bagaimana mereka yang bunuh diri? Apakah mereka memajukan ajal? Belum tentu. Toh, banyak pelaku bunuh diri yang selamat tidak jadi mati. Kalau pun mereka mati bukan berarti karena memajukan ajal. Tapi, karena telah sampai ajalnya, hanya caranya saja yang salah dan diharamkan Allah.
Allah berfirman, "Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa’: 29-30).
Jika orang-orang yang mendapati ajal karena Allah, maka ia memiliki peluang untuk menikmati surga. Namun, berbanding terbalik dengan mereka yang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Allah telah siapkan neraka untuknya.
Hal ini memberikan gambaran pada kita untuk menentukan ujung kehidupan macam apa yang kita inginkan. Mendapati ajal dalam kondisi taat pada Allah atau bermaksiat pada-Nya. Kedua hal ini ada dalam genggaman kita. Tinggal Anda pilih yang mana?
Tags
Opini