Saat Lisan Tak Lagi Terjaga




Oleh: Rindoe Arrayah

             Belum lama ini, muncul sebuah pernyataan yang cukup menghebohkan bagi masyarakat, terutama umat Islam. Bagaimana tidak? Ucapan tersebut keluar dari lisan seorang kepala negara yang seharusnya bisa menjaga lisan saat menyampaikan pendapatnya di depan umum.

Pernyataan Presiden Joko Widodo di penghujung Ramadhan 1442 Hijriah yang mempromosikan babi panggang (Bipang) Ambawang yakni kuliner khas Kalimantan Barat, dinilai Pimpinan PP Darul Bayan Sumedang Jabar KH Ali Bayanulloh menyakitkan kaum Muslimin dan melecehkan syariat Islam.

“Di penghujung Ramadhan tahun ini 1442 H, kaum Muslimin dikejutkan pernyataan Bapak Presiden Joko Widodo dan kami anggap sebagai pelecehan terhadap kaum Muslim,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Rabu (12/5/2021).

Menurutnya, pernyataan itu jelas-jelas melanggar dan menentang Allah SWT. “Kenapa demikian? Karena babi jelas-jelas binatang yang diharamkan Allah SWT di dalam Al-Qur’an  surah al-Maidah ayat 3,” ujarnya.

Atas dasar itu, ia dan kaum Muslim meminta kepada  Presiden Joko Widodo untuk meminta maaf kepada kaum Muslim. “Dan berjanji tidak akan mengulang-ulang pernyataan yang menyakitkan kaum Muslim dan melecehkan syariat Islam,” pungkasnya.

“Tentu apa yang disampaikan Pak Jokowi itu adalah bagian dari tindakan yang tercela,” ujar Advokat dan Aktivis Gerakan Islam Ahmad Khozinuddin dalam Insight: Antara Bipang Ambawang, OTT Bupati Nganjuk dan Ahli Hukum Sidang HRS, Rabu (12/5/2021) di kanal YouTube Pusat dan Kajian Analisis Data (PKAD).

Ahmad menilai, ajakan membeli bipang tersebut adalah perbuatan yang tidak patut dan tidak layak disampaikan oleh seorang kepala negara yang beragama Islam, yang memimpin suatu negeri dengan penduduknya mayoritas Muslim, kemudian disampaikan dalam bulan suci Ramadhan menjelang Idul Fitri. 

Sangat disayangkan memang, ketika pernyataan itu keluar dari lisan seorang pemimpin yang seharusnya menjadi panutan bagi rakyatnya. Sehingga, tidak memunculkan polemik yang semakin membuat pelik.

Pemimpin yang terlahir dalam sistem Kapitalis-Sekuleris begitu tampak dalam setiap kebijakan serta pernyataan yang dikeluarkan. Banyak hal yang dinilai kontroversi karena berangkat dari landasan sistem yang telah nyata kerusakannya ini. 

Oleh karenanya, dibutuhkan sosok pemimpin yang ideal dalam memimpin negeri ini. Pemimpin adalah seseorang yang dapat memberikan petunjuk mengenai suatu kaum. Pemimpin akan memberikan banyak sekali pengaruh yang kuat kepada semua orang yang berada di bawah pimpinannya. Pemimpin akan menjadi orang yang dipatuhi dan tentu saja menjadi orang yang diteladani oleh  bawahannya. Pemimpin wajib mempunyai sifat sifat yang tentunya dapat dijadikan sebagai salah satu cara agar dapat dihormati dan juga dapat melakukan segala amanah yang dibutuhkan oleh banyak orang.

Kepemimpinan dalam Islam merupakan perkara penting dalam kehidupan beragama setiap muslim. Ia merupakan unsur yang sangat vital dalam tegaknya agama Islam, sebab syari’at Islam hanya bisa ditegakkan secara sempurna manakala kepemimpinan dalam sebuah negara atau wilayah dikuasai oleh orang yang memiliki perhatian terhadap syariat itu sendiri. Sebaliknya, tatkala kepemimpinan dipegang oleh mereka yang anti terhadap syariat Islam dan tidak suka terhadap aturan-aturan Allah, maka sulit sekali Islam akan tegak di dalamnya.

Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyyah mengatakan, “Tidak ada agama yang kehilangan kekuasaan/kepemimpinan, kecuali aturan-aturannya juga akan tergantikan dengan aturan yang lain dan simbol-simbol dari agama tersebut juga akan dilenyapkan dari wilayah tersebut.”

Oleh sebab itu, memilih pemimpin merupakan perkara yang sangat penting. Ia tidak hanya sekedar untuk menentukan siapa yang berkuasa, akan tetapi lebih dari itu, ia akan menentukan tegak atau tidaknya aturan Islam. Maka dari itu, sebagai mukmin kita harus selektif dalam menentukan pemimpin agar tidak salah dalam memilih. Kita harus mengetahui siapakah pemimpin yang layak untuk dipilih dan bagaimana kriteria pemimpin yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya?

Kriteria pemimpin yang yang pertama ialah dia adalah seorang mukmin. Sebab bagaimana mungkin seorang pemimpin akan membela agama Islam kalau ia adalah orang yang kafir yang tidak percaya kepada aturan Allah? Bagaimana mungkin ia akan memperhatikan ajaran-ajaran Rasulullah, jika ia adalah orang yang tidak percaya akan kenabian Muhammad SAW?

Oleh sebab itu, Allah secara tegas memerintahkan bahwa pemimpin yang patut untuk ditaati adalah pemimpin dari kalangan kaum mukminin, sebagaimana yang termaktub dalam Surat An-Nisa’ : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59). Ayat ini tertuju kepada orang-orang yang beriman. Dan kita perhatikan, kata-kata “minkum (diantara kamu)” menunjukkan bahwa pemimpin yang wajib untuk ditaati ialah pemimpin yang berasal dari kalangan orang-orang mukmin.

Selain itu, banyak sekali keterangan di dalam Al-Qur’an yang melarang kaum muslimin untuk bersikap loyal kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka sebagai pemimpin. Barang siapa yang rela dan menerima pemimpin yang bukan dari orang Islam, maka hal itu berarti ia telah berwala’ (loyal) kepada mereka.

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin merupakan bagian dari sikap loyalitas dia kepada orang kafir. Allah telah menetapkan bahwa barang siapa yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka ia termasuk bagian dari mereka. Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali dengan cara berlepas diri dari mereka. “

Kritieria pemimpin menurut Islam yang kedua ialah adil. Selain ia adalah seorang mukmin, ia juga adalah seorang yang adil. Adil dalam bersikap dan menerapkan hukum dan peraturan kepada siapa saja. Tidak membeda-bedakan apakah ia berasal dari kelompok atau kalangan manapun. Tidak mengistimewakan kalangan tertentu dan mengucilkan yang lainnya.  Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khulafaur rasyidin. Bahkan Rasulullah SAW pernah menegur keras Usamah bin Zaid yang ingin membela salah satu kaum karena telah melakukan pencurian. Ia ingin meminta keringanan hukuman kepada Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah mengecam keras sikap tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat terdahulu disebabkan karena mereka menegakkan hukuman bagi kalangan yang lemah saja, namun ia tidak menerapkannya kepada orang-orang dari kalangan atas. Demi Allah, seandainya Fatimah mencuri, pasti aku akan potong tangannya.”

Kriteria yang ketiga ialah ia adalah seseorang yang memegang amanah terhadap janji-janjinya. Amanah untuk menjaga dan mengatur kekuasaan, hak dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin. Sebab, kekuasaan yang telah diserahkan kepadanya merupakan tanggung jawab yang harus ia jalankan secara benar. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak.” (QS. an-Nisa’: 58). Dalam ayat yang lain Ia juga berfirman, “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kau pilih ialah orang yang kuat dan amanah.” (QS. al-Qashash: 26).

Yang keempat ialah kuat, baik secara fisik, mental, dan pikiran. Hal ini penting agar kekuasaan tersebut berjalan dengan lancar. Ia tidak mudah jatuh sakit dan lemah, sebab hal ini akan menjadikannya tidak fokus dalam menjalankan kekuasaan. Ia juga tegas dalam bersikap, agar tidak dipermainkan oleh rakyatnya. Tentu tegas bukan berarti bersikap kasar dan serampangan, tetapi ketegasan yang disertai dengan sikap yang bijak dan santun. Ia juga kuat dalam pikiran dalam artian memiliki wawasan yang luas serta kecermatan menentukan kebijakan. Pemimpin seperti inilah yang diinginkan oleh Allah SWT, sebagai tertera dalam surat Al-Qashash diatas dan juga sebagaimana perkataannya Nabi Yusuf a.s. “Jadikanlah aku sebagai penjaga kas negara, sebab aku adalah orang yang memegang amanah dan juga berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55).

Mukmin, adil, amanah dan kuat adalah beberapa kriteria pemimpin yang dapat menjadi ukuran bagi setiap mukmin dalam memilih pemimpinnya. Sebab, ini adalah perkara penting dalam kehidupan beragama kita. Kepemimpinan dalam Islam merupakan bagian dari ibadah, yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Semoga Allah memberikan kita para pemimpin yang berkhidmat untuk Islam dan membawa kemashlahatan bagi umat Islam. 

Wallahu a’lam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak