Oleh: Rindoe Arrayah
Miris, jika melihat fenomena perilaku para millennial saat ini. Mereka memiliki kegemaran melakukan aktifitas yang dianggap viral tanpa peduli apakah hal tersebut baik atau tidak dalam pandangannya sebagai generasi muslim. Bagi mereka yang terpenting adalah bisa terkenal dengan cara yang nyleneh.
Perilaku aneh dan nyleneh mereka yang sedang viral adalah anak-anak yang suka main game FF atau Free Fire. Mengapa nyleneh? Karena mereka melakukan dan meniru gerakan yang ada di game itu pada saat sujud. Istilah yang dikenalnya yaitu sujud freestyle.
Dikutip dari Detik.com (25/4/2021), gerakan ini disebut-sebut terjadi di Bontang, Kalimantan Timur. Bahkan sudah menyebar ke daerah lain, karena anak-anak saat ini dapat mudah mengakses informasi yang sedang viral. Hal ini dilihat dari mereka yang sudah difasilitasi mempunyai handphone milik sendiri oleh orang tuanya.
Mereka melakukan gerakan sujud freestyle ini saat shalat tarawih. Meresahkan bukan? Awalnya memang menganggap lucu, namun semakin lama banyak yang menghujat aksi tersebut. Salah satu akun Twitter mengunggah video aksi tersebut, “info mesjid di Bandung yang ada bocah2 bginian dong lurr ingin gw keplakinnnn,” tulisannya akun @wartafana.
Pertanyaannya, mengapa para remaja melakukan sujud freestyle itu? Alasannya ialah karena meniru salah satu emoji yang ada di game Free Fire. Mereka menganggap bahwa itu adalah hal unik dan juga sedang tren saat ini. Ada juga yang hanya ikut-ikutan karena ingin FYP di tiktok dan menganggap hal ini stylenya anak FF (pemain FF).
Sistem Kapitalis-Sekuler telah membentuk sosok anak-anak yang berperilaku bebas tanpa batas. Tolok ukur perbuatan yang dilakukannya berlandaskan kemanfaatan belaka tanpa melihat sisi halal atau haram atas aktifitasnya. Padahal, sebagai seorang muslim haruslah menjadikan aturan Ilahi dalam menentukan segala aktifitas yang akan dilakukan agar tidak terjebak pada aktifitas yang melanggar syari’at-Nya.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka). Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 7-9)
Tafsir Surat Al-A’raf ayat 7-9 ini membahas perbuatan manusia selama di dunia yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Sebagai umat Islam wajib bagi kita untuk mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib seperti hari akhir, adanya surga dan juga neraka.
Selain itu tafsir surat Al-A’raf ayat 7-9 ini secara ringkas menjelaskan pertimbangan amal manusia, barangsiapa yang timbangan amalnya baik maka amanlah dia. Tetapi barangsiapa yang timbangan amalnya dipenuhi dengan keburukan maka ia akan menanggung balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Dalam Al-Qu’ran Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa" (TQS. Al-Taubah : 65-66).
Jika melihat peringatan yang telah Allah SWT tunjukkan dalam ayat-ayat di atas, seharusnya kita senantiasa berhati-hati manakala akan melakukan perbuatan.
1. Sistem pendidikan sekuler-materialistik yang diterapkan di negeri ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh, bertaqwa yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman dengan keunggulan penguasaan sains dan teknologi.
Penerapan pendidikan sekuler adalah iden dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sekuler kapitalistik.
2. Membiarkan berlangsungnya sistem pendidikan sekuler berarti membiarkan rusaknya identitas generasi Islam menjadi manusia sekuler, pelaku kebebasan, pembela penista agama dan penentang penerapan syariat.
Maka mustahil terwujud generasi berkepribadian Islam yang teguh berpegang pada agama dan berkomitmen mewujudkan kembali kegemilangan peradaban Islam.
3. Dibutuhkan koreksi mendasar dan perbaikan yang menyeluruh untuk menyelesaikan secara tuntas gawat darurat pendidikan.
Perbaikannya harus yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam dengan memberlakukan sistem pendidikan Islam.
Sementara kelemahan fungsional diselesaikan dengan cara meningkatkan kemampuan mendidik keluarga, menata media dan menciptkan suasana kondusif di masyarakat sesuai dengan arahan Islam.
Sistem pendidikan yang dibutuhkan negeri ini adalah sistem pendidikan Islam yang mensyaratkan kemauan politik negara untuk memberlakukan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan dengan tegaknya khilafah Islamiyah.
Dengan itu akan terwujud kembali sistem pendidikan Islam sebagai sistem pendidikan terbaik untuk generasi umat terbaik.
"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (TQS Ali Imran: 110)
Wallahu a’lam bishshowab.