Oleh : Tri S, S.Si
Gema takbir berkumandang menggema di seantero pelosok negeri, bahkan dunia. Dari selepas maghrib hingga pagi menjelang sholat idul fitri, tak lepas takbir bersahut sahutan dari masjid maupun surau. Meskipun lebaran kali ini masih terhambat corona, tak menyurutkan kegembiraan kaum Muslim merayakannya.
Namun harus kita renungkan kembali, apakah benar kita sudah meraih kemenangan hakiki di ramadhan tahun ini?
Kita tengok keadaan negara kita. Ditengah badai corona yang tak kunjung reda, masyarakat dihadapkan pada kondisi ekonomi yang mengelus dada. Dari pedasnya harga cabai, isu impor garam, gula dan daging tak ayal membuat masyarakat semakin miris. Kemudian adanya bencana alam yang melanda negeri kita menambah beban penderitaan masyarakat negeri kita. Belum lagi teror yang terjadi terhadap kaum Muslim melalui pengeboman gereja katedral di Makasar menambah islamofobia, ketakutan di kalangan masyarakat Indonesia terhadap Islam dan aturan Islam.
Disisi sebagian kaum Muslim sendiri, Ramadhan seolah menjadi rutinitas tahunan. Manahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga matahari terbenam, sholat sunnah dan bersedekah menjadi pemandangan yang biasa tanpa ada ruh di dalamnya. Betapa suksesnya barat mencekokkan ide sekulerisme nya ke dalam tubuh kaum muslimin. Hingga nilai Islam mulai tercerabut dalam diri kaum Muslim sendiri. Tengok saja, disaat kaum Muslim sedang beribadah, meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya, banyak warung masih buka, toko baju dan mall lebih banyak pengunjungnya dibanding surau dan masjid.
Kejadian miris terjadi di negeri Palestina. Tak sedetikpun perasaan aman menyertai kaum Muslim disana. Bahkan untuk menjalankan ibadah saja granat siap ditembakkan. Seperti yang terjadi pada hari Jumat tgl 7 Mei kemarin. Ketegangan antara Israel dan Palestina kembali terjadi. Polisi Israel menyerang jemaah yang sedang shalat di kompleks Masjidil Aqsa dengan granat kejut dan peluru karet. Hal ini menyebabkan sekitar lebih dari 170 rakyat Palestina terluka. Namun hanya kecaman tethadap penyerangan tersebut yang ada tanpa ada solusi tuntas untuk menyelesaikan konflik ini.
Sungguh inilah gambaran idul fitri tahun ini. Kaum Muslim tetap terpuruk, hina dan menyedihkan. Serasa sulit sekali untuk bangkit. Sehingga kondisi kemenangan yang diraih belumlah tercapai hingga kaum Muslim di dunia bisa bersatu dan beribadah dengan tenang. Serta syariat Islam diterapkan dengan rasa aman. Sungguh gambaran ini harus membuka mata kita bahwa sudah saatnya umat islam memiliki perisai. Yaitu dengan tegaknya Islam dalam naungan Khilafah.
Wallahu'alam bishowwab.