Penulis : Ike Marliana (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan kebijakan larangan mudik lebaran 2021. Namun, terjadi polemik dari kebijakan tersebut.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Irwan Fecho mengkritik lantaran adanya inkonsisten terkait kebijakan mudik.
Irwan menjelaskan semula pemerintah melalui Kementerian Perhubungan memperbolehkan mudik. Pihaknya, kata Irwan, juga telah meminta ke Kemenhub untuk memperhatikan kelayakan sarana dan transportasi berupa inspeksi terhadap personel, ramp check, hingga ketersediaan sarana keselamatan.
Namun, menurutnya tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik 2021. Irwan menyebutkan publik butuh penjelasan.
Sementara itu, Kepala Terminal Bus Kalideres, Jakarta Barat (Jakbar), Revi Zulkarnain mengatakan sejumlah PO bus kecewa merespons kebijakan pemerintah soal larangan mudik Lebaran 2021. Revi menuturkan dirinya berupaya memberi pemahaman kepada para PO bus soal tujuan pelarangan mudik adalah untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.
Larangan Mudik Dinilai Mencegah Penyebaran COVID-19.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menyebut larangan mudik tersebut bisa mencegah potensi penyebaran varian baru Corona di Indonesia. Termasuk varian baru B117 yang harus diantisipasi oleh pemerintah.
Dicky mengapresiasi keputusan pemerintah soal larangan mudik Lebaran 2021 itu. Menurutnya, larangan mudik Lebaran 2021 adalah keputusan yang bijak dan tepat.
(Detik.com. Jum'at 26/04/2021).
Larangan mudik membuat rakyat gigit jari. Bukan karena tak setuju, tapi bingung dengan kebijakan yang ada. Pasalnya, pariwisata saat ini juga telah dibuka. Jika larangan mudik bertujuan menghambat laju penularan Covid-19, pariwisata justru dibuka dengan alasan untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi negeri. Dua kebijakan yang saling bertolak belakang, bukan?
Masalah seperti ini sering terjadi. Tak heran jika masalah pandemi susah diatasi. Standar pengambilan keputusan antara satu masalah dengan yang lainnya berbeda. Inilah yang mengakibatkan pengambilan keputusan yang berlawanan pula.
Dalam bidang kesehatan, alasan kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama. Berbagai kebijakan menangani pandemi pun telah dilakukan. Namun, kebijakan ini tak bersinergi dengan kebijakan bidang ekonomi. Adanya target pertumbuhan ekonomi yang harus naik membuat pemerintah mengambil kebijakan membuka pariwisata.
Tak dielakkan, pertumbuhan ekonomi negeri ini mengalami pukulan berat. Mandeknya usaha membuat pemerintah kalang kabut mencari cara menaikkan pertumbuhan ekonomi. Akhirnya, pariwisata menjadi salah satu upaya yang dilakukan demi mengatasi mandeknya perekonomian.
Mengapa perekonomian sangat penting? Bagi sistem ekonomi ala kapitalisme, materi itu diutamakan. Salah satu penentu standar
kesehatan sebuah negara adalah pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhannya baik, berarti perekonomian masyarakat juga baik. Tidak bahwa pertumbuhan ekonomi itu hanya sumbangan dari beberapa orang.
Dari sini tak heran, jika setiap kebijakan yang diambil selalu didasarkan pada untung dan rugi. Jika kebijakan itu menguntungkan akan diambil, begitu pun sebaliknya. Oleh sebabnya, membuka pariwisata akan dilakukan karena dinilai menguntungkan dari sisi menambah pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana dengan nasib rakyat? Dalam situasi seperti ini, rakyat seakan dijadikan pelengkap dari setiap kebijakan. Beberapa kebijakan dibuat seperti memihak rakyat, tetapi di kebijakan lainnya malah menusuk mereka. Kebijakan hanya terlihat setengah-setengah.
Pada tataran inilah kehadiran Islam sangat dibutuhkan. Sebab hanya Islam yang memberikan perhatian dan penghargaan tertinggi pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Lebih dari itu Islam merupakan diin yang sempurna sebagai sistem kehidupan. Aturannya menjadikan posisi penguasa hadir dengan karakter kuat sebagai pemelihara urusan rakyat termasuk kesehatan dan keselamatan jiwa.
Ketika terjadi wabah Rasulullah SAW bersabda :" imam / khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR. Muslim)
Maka tanggung jawab ini akan diambil secara mutlak oleh negara, didukung dengan sistem ekonomi yang shahih, layanan kesehatan dapat diperoleh dengan harga terjangkau , bahkan gratis kalangan warga negara. Kehadiran Islam tidak saja sebagai pembebas segera negeri negeri dari pandemi. Namun, menjadi solusi semua kerusakan akut akibat kelalaian rezim neoliberalisme dan cacat permanen sistem kapitalisme sebagai buah keberkahan yang pasti ketika Islam diterapkan di atas dorongan takwa.
Wallahu a'lam bish showab