PEMOTONGAN ZAKAT BAGI APARATUR NEGARA SIPIL




Oleh: SITI ZAITUN

Pemotongan zakat kembali mencuat setelah sebelumnya di tahun 2018 hal ini telah diwacanakan oleh Menag di masa itu.

Jakarta, CNN Indonesia-Wacana pemotongan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 2,5 persen untuk pembayaran zakat kembali mengemuka. Ketua Badan Amil Zakat Nasional ( Baznas) Noor Achmad menyebut implementasi kebijakan itu tengah dibahas bersama Kementerian Agama ( Kemenag) .
Baznas , klaimnya, juga telah membuka komunikasi dengan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan mendapatkan respon positif." Kami meningkatkan kembali gagasan tersebut dan Presiden sangat antusias," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com Kamis 24/3).

Pemotongan zakat gaji PNS untuk zakat tersebut diharapkan bisa dilakukan mulai ramadhan tahun ini.

Pemotongan zakat kepada ASN, pegawai BUMN, dan swasta dengan sistem payroll.Nantinya kalau untuk ASN wajib, konsepnya akan wajib. Pemotongannya setiap bulan pada saat gajian," kata Noor kepada awak media (24/03/2021) seperti dikutip dari Kompas TV.

Berdasarkan kajian BAZNAS 2019 lalu, Tarmizi, potensi zakat PNS, TNI dan Polri bisa mencapai Rp 7, 6 triliun setahun.

Angka tersebut berasal dari belanja pegawai/gaji ASN beragama muslim ( pusat dan daerah) dikalikan 2,5 persen ( potongan zakat).

Jumlah ASN beragama muslim sendiri diperkirakan mencapai 3, 42 juta orang atau 80 persen dari total ASN se-Indonesia yang mencapai 4, 28 juta orang.Data PNS pusat dan daerah mencapai 4.286.918" terangnya.

Meski demikian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Tallatov berpandangan kebijakan tersebut seharusnya tidak bersifat wajib. Sebab, kondisi tiap PNS berbeda-beda dan tak semuanya bisa menjadi pemberi zakat.

Bahkan, meski seorang PNS memiliki gaji hingga Rp 10 juta per bulan, ada kondisi tertentu yang membuatnya tak bisa membayar zakat, seperti besarnya cicilan KPR hingga biaya pendidikan anak.

Biasanya kan gajinya bisa dialokasikan ke kebutuhan lain. Kemudian, karena wajib, pendapatan mereka harus tergerus.
Kemudian, secara inisiatif mereka mengalokasikan zakat itu waktunya berbeda-beda sesuai kondisinya.Ini kan belum tahu juga ( zakat PNS) kapan akan ditariknya," jelas Abra.

Kemudian Bahana Sekuritas dalam risetnya mencoba melakukan simulasi perhitungan potensi penerimaan Zakat dari pemotongan 2,5% gaji PNS, TNI dan Polri dan dampaknya terhadap sektor konsumsi di Indonesia.

Perkiraan kami menunjukkan pengumpulan potensial sebesar Rp 5, 45 triliun yang mencakup pejabat pemerintah pusat dan daerah yang beragama Islam atau sekitar 86% dari total populasi.
Namun, tidak termasuk pensiunan dan pegawai BUMN,"jelas Bahana Sekuritas dalam siaran persnya, dikutip CNBC Indonesia Jum'at ( 26/3/2021).

Berdasarkan data Baznas yang dihimpun Bahana Sekuritas setiap tahun penerimaan Zakat selalu meningkat sejak tahun 2015-2019.
Dimana zakat dikumpulkan oleh Baznas di berbagai daerah di Indonesia, dengan persentase penerimaan dari provinsi 6,8% Kabupaten/ kota 39%, dan swasta atau Lembaga Amil Zakat ( LAZ) 44,7%.

Noor menyampaikan salah satu cara untuk melakukan pemotongan zakat adalah dihitung setara 85 gram emas. Sehingga kurang lebih 85 juta pertahun atau Rp 7 juta per bulan.

Artinya bagi para abdi negara yang memiliki gaji di bawah Rp 7 juta per bulan. Ini juga tidak diwajibkan bagi PNS non muslim.

" Kira-kira segitu, gajinya sebulan di situ. Kalau gajinya hanya Rp 5 juta sampai 6 juta tidak ( berlaku ), belum sampai ( untuk dipotong zakat final 2,5 % ) ," tuturnya.

" Untuk PNS non muslim tidak berlaku.Malah tapi teman - teman non muslim responnya ' di kami juga ada kewajiban untuk itu'. Teman-teman yang non muslim justru bilang begitu."

Salah satu tujuan dari adanya pemotongan zakat ini, kata Noor agar zakat nasional ada pengaturan 
dan pengelolaan yang baik, jelas dan akuntabel. Pasalnya, selama ini, banyak zakat yang digunakan untuk hal-hal yang negatif.

Rencana ini menimbulkan respons berbagai pihak. Ada yang menolak, ada yang mendukung tapi dengan beberapa syarat, dan ada pula yang khawatir menimbulkan gejolak di lingkungan ASN dan masyarakat. Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrullah menyatakan setuju dengan rencana pemotongan gaji ASN untuk berzakat ke Baznas, sepanjang hal itu bersifat sukarela dan ada transparansi dalam pengelolaannya. Zudan menegaskan bahwa pemotongan gaji ASN untuk berzakat merupakan bentuk kesukarelaan, sehingga ASN dapat mendaftarkan dirinya untuk bersedia memberikan zakat ke Baznas melalui gajinya (Antaranews, 22/4/2021).

Didalam sistem kapitalisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Yang aturan Allah tidak digunakan sebagai pemecahan problematika ummat wajar saja jika kebijakan-kebijakan yang diwacanakan tidak sesuai dengan aturan syariat Allah SWT.

Lalu bagaimana Islam menyelesaikan permasalah tentang zakat?

Ada beberapa poin yang harus dilakukan.
Dalam kitab Al Amwaal fii daulatil khilafah, karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan bahwa zakat secara bahasa berarti berkembang (an-namaau) berarti juga penyucian (tathhir), keberkahan (al-barakah), dan baik (thayyib). Sedangkan menurut istilah syariat, zakat memiliki makna-makna tersebut. Karena dengan mengeluarkan zakat menjadi sebab timbulnya berkah pada harta.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadis, “Tidak berkurang harta karena sedekah (dikeluarkan zakatnya).” (HR Tirmidzi). Sebab lain, karena zakat itu menambah banyak pahala, menyucikan diri dari sifat bakhil (kikir), dan membersihkan dari dosa.

Definisi zakat secara syar’i adalah sejumlah (nilai/ukuran) tertentu yang wajib dikeluarkan dari harta (yang jenisnya) tertentu pula. Para ulama telah mengklasifikasikan zakat sebagai bagian dari ibadah mahdhah (murni), karenanya zakat mempunyai ketentuan khusus; baik menyangkut wajib zakat (muzaki), yang berhak menerima (mustahik), pemungut (amil), harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, waktu pelaksanaannya, hingga kadar dan ukurannya.

Hukum terkait dengan zakat sebagaimana ibadah lainnya bersifat tawqifiyyah (otoritas penuh) yang menjadi hak Allah. Karena itu, aturan mainnya harus datang dari Allah, Zat Yang Maha Pencipta, bukan dari yang lain.

Benar bahwasanya zakat adalah suatu kewajiban yang dilaksanakan di bawah pengawasan pemerintah, hanya saja harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Pertama, zakat merupakan perintah yang diwajibkan kepada kaum muslimin yang mampu (QS At-Taubah [9]: 103) dan hadis Rasulullah saw., “Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah Swt. telah mewajibkan atas mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, untuk kemudian dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (HR Ibnu Majah dan Abu Daud).

Dari nas-nas tersebut, jelas bahwa zakat hanya diambil dari orang-orang kaya saja sebagai kelebihan dari pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.

Kedua, pada zakat terdapat nisab sebagai syarat pengeluarannya, di samping telah mencapai satu tahun (haul). Dalam kasus ini, harta yang dikeluarkan adalah uang atau mata uang. Maka, berkaitan dengan zakat mata uang, Islam telah menetapkan uang kertas di masa kini juga wajib dizakati, meski sistem mata uangnya tidak berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa.

Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilalah, hal. 175). Nisab emas adalah 20 dinar atau setara dengan 85 gram emas, sedangkan nishab perak 200 dirham atau setara dengan 595 gram perak. Perhitungan haul didasarkan pada sistem kalender Islam (qamariyah), bukan kalender masehi (syamsiyah).

Ketiga, mengenai pemanfaatannya, zakat memiliki aturan yang jelas mengenai siapa yang berhak menerimanya sebagaimana telah diperincikan Al-Qur’an ke dalam delapan ashnaf penerima zakat (QS At-Taubah [9]: 60). Mereka itu adalah: orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, mualaf, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang (gharimiin), fi sabilillah, orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Zakat adalah hak bagi delapan ashnaf ini, yang wajib dimasukkan ke dalam baitulmal, baik ada keperluan ataupun tidak. Zakat bukan hak baitulmal (kas negara), demikian juga bukan mustahik baitulmal. Baitulmal hanya tempat penyimpanan harta zakat, untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Apakah pemotongan zakat bagi ASN sudah sesuai dengan aturan Islam?

Wacana pemotongan gaji ASN kali ini ,memang lebih terperinci dan tampaknya lebih sesuai dengan aturan Islam, karena tidak diterapkan kepada semua ASN dan seolah-olah sudah memperhatikan nisab dan hauy sebagai mana yang telah ditetapkan oleh Islam. Tapi apakah demikian? Inilah yang harus kita pahami lebih dalam lagi.

Pertama, zakat yang diambil dari para ASN sesungguhnya dikaitkan dengan zakat profesi. ASN dinilai sebagai pegawai atau profesi tertentu, sehingga diambil setiap bulan 2,5% dari gaji bulanannya. Adapun jika dikaitkan dengan zakat profesi, maka pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai hal ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).

Kedua, Benar bahwa zakat mal mengharuskan terpenuhinya syarat haul dan nihab sebagaimana yang telah disampaikan oleh pihak Baznas, bahwa zakat dari ASN ini hanya akan dipungut dari ASN yang memiliki gaji yang telah mencapai nisab yaitu 85 gram emas.

Yakni setelah dihitung-hitung, maka ASN yang memiliki gaji sekitar Rp85.000.000/tahun atau sekitar Rp7.000.000/bulan akan terkena zakat ini, sedangkan yang kurang dari ini tidak akan dikenakan atau dianjurkan, karena katanya sukarela saja. Pernyataan ini tampaknya aman-aman saja, tapi sesungguhnya tidaklah demikian. Bagaimana jika anggota ASN yang bergaji Rp7.000.000/bulan ini memiliki tanggungan anak banyak yang sedang bersekolah, ada istri terlebih ia masih memiliki tanggungan ibu? Bisa jadi gajinya tidak bersisa karena harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya, atau bersisa Rp1.000.000/bulan misalnya sehingga tidak memenuhi nisab.

Yang terjadi sekarang, gaji ASN akan diambil setiap bulan tanpa memperhatikan apakah sudah dikurangi kebutuhannya atau tidak dan apakah sisa tersebut masih sampai nisabnya atau tidak. Maka, ini merupakan kezaliman yang dilakukan penguasa atas rakyatnya.

Padahal, seorang muslim baru diwajibkan membayar zakat jika sudah sampai nisabnya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Setiap 200 dirham, zakatnya 5 dirham.” (HR Abu Daud). “Setiap 20 dinar, zakatnya setengah dinar dan setiap 40 dinar 1 dinar.” (HR Abu Daud)

Ketiga, dengan penghitungan ini, yaitu gajinya Rp85.000.000/tahun, lalu dihitung bulanannya Rp7.000.000. Berarti ia wajib zakat. Dari sisi nisab saja telah jelas belum tentu memenuhi karena Rp7.000.000 itu bukan gaji bersih, telah dikurangi berbagai kebutuhan.

Demikian halnya dengan haul, apakah sudah terpenuhi? Sesungguhnya dalam hal ini ada ketidaktepatan atau lebih tepatnya salah paham terhadap makna haul.

Zakat mata uang wajib dipenuhi jika sudah tercapai haulnya, artinya uang tersebut sudah dimiliki selama satu tahun. Sebagaimana terdapat dalam hadis dari Ali bin Abi Thalib ra., Rasulullah saw. bersabda, “Jika Anda memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu waktu satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak lima dirham. Anda tidak mempunyai kewajiban apa-apa sehingga Anda memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu waktu satu tahun, dan Anda harus berzakat sebesar setengah dinar. Jika lebih, maka dihitung berdasarkan kelebihannya dan tidak ada zakat pada harta sehingga berlalu waktu satu tahun.” (HR Abu Dawud)

Sedangkan yang terjadi sekarang, gaji ASN akan diambil setiap bulan, berarti gaji tersebut belum dimiliki selama satu tahun (haul), maka sesungguhnya belum jatuh kewajiban zakat padanya.

Keempat, Pemanfaatan zakat tetap menjadi hak bagi mustahik mau diapakan harta zakat yang menjadi haknya tersebut, tidak ada pihak manapun yang berhak untuk memaksanya, bahkan negara sekalipun. Apakah harta tersebut akan digunakan untuk usaha sehingga produktif harta zakat tersebut, ataupun untuk memenuhi kebutuhannya berupa makanan, pakaian dan sebagainya sehingga habis dalam waktu yang tidak lama. Semua ada dalam kewenangan mustahik zakat.

Dari sini jelaslah bahwa zakat tidak boleh sembarangan pemanfaatannya, hanya delapan ashnaf saja yang berhak menerimanya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 60, maka selain delapan ashnaf tidak boleh harta zakat diberikan kepadanya. Dalam kitab Al-Amwaal fii Daulatil Khilafah karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan bahwa zakat tidak dikeluarkan untuk mendirikan masjid-masjid, rumah sakit, sarana-sarana umum atau salah satu dari kepentingan negara maupun umat.

Demikianlah pembahasan tentang zakat. Zakat telah dengan sangat detail dijelaskan oleh Islam. Semua ketentuan harus dipatuhi, tidak boleh sekehendak manusia dengan alasan apapun, termasuk alasan kemaslahatan kaum muslimin.

Mekanisme zakat dapat diwujudkan dengan baik ketika menggunakan sistem Islam Kaffah

Wallahu a'lam bishswab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak