PARADOKS KEBIJAKAN JELANG LEBARAN 2021



Oleh: R. Nugraha S.Pd.
(Member Tinta Pelopor)

Kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia menjelang Lebaran 2021 Masehi masih terhitung tinggi. Bahkan belum ada penurunan kasus secara signifikan. Fakta yang terjadi justru mobilitas masyarakat yang semakin tinggi yang menyebabkan angka penularan meningkat dan memunculkan klaster-klaster baru.

Mendekati Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah, banyak pasar tradisional dan pusat perbelanjaan mengalami lonjakan pengunjung. Salah satu yang sempat membuat heboh adalah Pasar Tanah Abang dan Thamrin City yang beberapa waktu lalu yang mengalami kerumunan karena masyarakat datang untuk berbelanja kebutuhan lebaran.

Kerumunan pembeli dan pedagang di Pasar Tanah Abang menjadi perhatian publik. Para pengunjung tampak mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Di sisi lain, kebijakan larangan mudik sepertinya tak digubris oleh masyarakat. Warga berbondong-bondong pulang ke kampung halaman sebelum dilarang pada 6 Mei 2021.

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun menjelaskan, membludaknya Pasar Tanah Abang ini tidak terlepas dari naluri harfiah masyarakat Indonesia yang senang bersosialisasi. Terlebih, selama satu tahun terakhir masyarakat terpaksa membatasi mobilitas untuk terhindar dari paparan virus corona.

"Itu sifat manusia sosial. Ini harkat hidup orang hidup yang senang berinteraksi. Orang-orang juga sudah bosan di rumah jadi mereka keluar rumah sekarang," kata Ikhsan saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu, (5/5/2021).

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai pemerintah sedang kebingungan mengendalikan mobilitas masyarakat jelang Lebaran.

Menurutnya, hal ini terlihat ketika pemerintah sejak awal tak memiliki prioritas kebijakan yang jelas menghadapi Ramadan dan Lebaran tahun ini. Apakah ingin menekan Covid-19 terlebih dulu, atau hanya sekadar mementingkan aspek ekonomi.

"Pemerintah sedang bingung buat atasi mobilitas itu. Karena dari awal kebijakannya tidak jelas prioritasnya. Apakah mau ditangani covidnya dulu, public health diprioritaskan, atau selamatkan ekonomi?" kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/5).

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Hermawan Saputra menilai masifnya mobilitas warga jelang Lebaran juga tak lepas dari faktor euforia vaksinasi virus corona yang belakangan ini digalakkan oleh pemerintah.

"Ini seperti ada euforia vaksinasi di balik masifnya mobilitas warga. Ini sebetulnya alarm. Ini harus diwaspadai," kata Hermawan kepada CNNIndonesia.com.

Melihat kondisi tersebut, Hermawan menilai pemerintah tetap akan kesulitan mengatasi mobilitas warga jelang lebaran. Terlebih lagi, banyak kebijakan 'kompensasi' yang diberikan pemerintah belakangan ini. Contohnya, kebijakan pelarangan mudik namun tempat wisata dibuka.

Inilah sekilas gambaran fakta kebijakan ambigu yang diambil oleh pemerintah yang justru membahayakan masyarakat secara luas. Kebijakan-kebijakan yang diambil hanya memperhatikan bagaimana perputaran ekonomi dan tidak lagi mempertimbangkan bagaimana dampak negatif yang akan terjadi terhadap kesehatan dan  nyawa rakyat.

Kebijakan yang dipilih bukan berdasarkan ketaqwaan. Pun tidak ada taubat nasional untuk membuang hukum-hukum buatan manusia yang selama ini menjadi rujukan.

Itulah ciri khas dari sistem yang dijalankan saat ini, yaitu sistem kapitalis sekularis liberalis. Yang diperhatikan hanyalah asas materi, apa yang menguntungkan maka itulah yang diambil. Berdalih demi meningkatkan ekonomi yang terpuruk, rakyat dipaksa untuk kembali hidup normal di tengah pandemi yang mengancam nyawa.

Hal ini berbeda dengan Islam, urusan nyawa rakyat menjadi hal yang diutamakan. Bahkan keberadaan syariat dan negara dalam pandangan Islam salah satunya berfungsi untuk penjagaan nyawa manusia dan penjamin kesejahteraan hidup.  Kebijakan yang diambil tentu kebijakan yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan roda kehidupan umat.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455).
Jangankan nyawa kaum muslim, nyawa non muslim pun akan sangat dijaga. Begitu pula halnya dengan hartanya, akan dijaga oleh pemimpin dalam sistem Islam sebagaimana penjagaan terhadap harta kaum muslim. 
Dalam sistem Islam tidak akan ada kebijakan yang berani main-main dengan nyawa rakyat. Karena seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan atas apapun kebijakannya di hadapan Allah SWT kelak.

Peradaban Islam merupakan peradaban berlandaskan keimanan. Berasaskan akidah bahwa amanah kekuasaan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Oleh karena itu, pengelola negara dan penguasanya akan sungguh-sungguh menjadi pengurus umat sekaligus menjadi penjaganya.
Hanya dengan diterapkan sistem Islamlah umat manusia akan hidup dalam penuh keberkahan. Kebahagiaan yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bisshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak