Oleh: Rindoe Arrayah
Beberapa hari menjelang Ramadhan berakhir, banyak kaum Muslimin di seluruh dunia yang melakukan itikaf di masjid. Dalam suasana kekhusukan, kabar duka terdengar dari masjid Al-Aqsa, Palestina . Seorang pria asal Jenin Palestina, kehilangan matanya akibat serangan brutal pasukan Israel di Masjid Al-Aqsa beberapa waktu lalu.
Serangan yang dilakukan pasukan Zionis tersebut melukai ratusan jamaah yang sedang beritikaf di Masjid Al-Aqsa.
“Kekejaman zionis semakin membabi-buta, bahkan di waktu Ramadhan ini mereka terus mengintimidasi dan menghalang-halangi muslim Palestina untuk beribadah di masjid Al-Aqsa,” ungkap akun Instagram @actforhumanity.
Sekitar 200 warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan polisi Israel di Yerusalem Timur. Demikian laporan kantor berita Palestina, WAFA, pada Jumat malam.
Bentrokan paling kejam terjadi di dekat Masjid al-Aqsa, di mana peluru karet, granat kejut, dan gas air mata digunakan polisi Israel untuk melawan massa Palestina. Setelah itu, lebih dari 200 petugas menyerbu halaman dan ruang sholat masjid, memaksa jamaah meninggalkan bangunan itu (Sindonews.com, 8/5/2021).
Saat ini, bentrokan terus berlanjut di pinggiran Sheikh Jarrah. Menurut WAFA, puluhan warga Palestina telah ditahan, lebih dari 20 harus dirawat di rumah sakit.
Puluhan pasukan Israel lagi-lagi menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa, Senin (10/5). Mereka menembakkan peluru berlapis karet, gas air mata dan bom suara ke jemaah Palestina pada hari ke 28 Ramadhan ini.
Helikopter Israel juga tampak terbang melintasi Masjid Al-Aqsa. Karenanya, lusinan warga Palestina terluka, dan tim medis Bulan Sabit Merah Palestina dicegat mengakses tempat kekerasan berlangsung.
Sumber dari Urusan Wakaf Islam melaporkan banyak yang terluka terkena peluru logam berlapis karet yang ditembakkan ke jamaah.
Ketegangan meningkat di Yerusalem, dan Jalur Gaza sepanjang bulan suci Ramadhan, di tengah meningkatnya kemarahan tentang potensi pengusiran paksa keluarga Palestina di Sheikh Jarrah - tanah Palestina yang diklaim oleh pemukim ilegal Yahudi.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan ratusan warga Palestina telah terluka, dengan setidaknya 50 orang dirawat di rumah sakit.
Enam jurnalis lainnya mengalami inhalasi gas air mata selama liputan mereka tentang serangan Israel di kompleks Masjid Al Aqsa.
Beberapa video menunjukkan tabung gas air mata ditembakkan di dalam Masjid Al Qible, dan granat setrum ditembakkan ke jamaah wanita Palestina di dalam Masjid Al Aqsa itu sendiri (riau24.com, 10/5/2021).
Bagi umat Islam Palestina adalah masalah utama karena Palestina merupakan tanah waqaf umat Islam. Di sana terdapat Al-Masjid Al-Aqsha, tempat para nabi dan rasul, tempat Isra’ Rasulullah saw., dan tempat yang sangat diberkahi.
Palestina yang di dalamnya terdapat Al-Quds adalah tanah waqaf umat Islam, yang telah mereka warisi sejak lebih dari 6.000 tahun. Hal ini karena Ibrahim a.s. bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula Nashrani, tetapi seorang yang hanif dan muslim; dan beliau tidak musyrik pada Allah. [Ali Imran (3): 67].
Dari ayat tersebut sangat jelas disebutkan bahwa Palestina adalah warisan ideologis, bukan warisan genetis. Masuknya Musa ke tanah Palestina bukan karena nenek moyangnya orang Palestina, melainkan perintah keimanan dari Allah swt.
Musa berkata, “Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan bagimu (selama kamu beriman). Dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian akan menjadi orang-orang yang merugi.” [Al-Maidah (5): 21].
Dari sudut pandang ideologis, bangsa mana pun berhak atas pengelolaan Palestina selama memiliki akar ideologi yang sama dengan ideologi yang diimani Musa juga nenek moyangnya Ibrahim.
“Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya; dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta apa-apa yang diberikan kepada nabi-nabi dan Tuhannya.” [Al-Baqarah (2): 136].
Karena itu, Zionis Israel Yahudi tidak memiliki hak waris atas tanah Palestina, baik dari Ibrahim, Musa, atau Ya’kub (Israel) yang merupakan nenek moyang mereka. Sebab, Palestina adalah warisan keimanan; dan Zionis Israel Yahudi saat ini berada dalam ruang keimanan yang berbeda, bahkan bertentangan dengan pendahulu mereka.
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam.” [Al-Baqarah (2): 132].
Bahkan, lebih tegas lagi pernyataan putusnya hubungan (bara’ah) dengan orang-orang yang tidak satu jalan keimanan dinyatakan oleh Musa ketika terjadi pembangkangan dari bangsa Israel.
“Berkata Musa, ‘Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu’.” [Al-Maidah (5): 25].
Dari sudut pandang keimanan, Palestina adalah warisan Islam. Bukan warisan tiga agama dan peradaban; Islam, Kristen, serta Yahudi yang sering disebutkan mempunyai akar yang sama, yaitu agama Ibrahim. Sebab, Ibrahim hanya memiliki satu agama, agama Islam.
“Ataukah kalian, (orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, apakah kalian yang lebih mengetahui atau Allah?” [Al-Baqarah (2): 140].
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula Nashrani, tetapi seorang yang hanif dan muslim dan dia tidak musyrik pada Allah.” [Ali Imran (3): 67].
Dilihat dari sudut pandang sejarah, Zionis Israel Yahudi tidak memiliki akar sejarah sebagai penduduk asli Palestina. Kedatangan mereka ke tanah Palestina pada permulaan akhir periode sebelum lahirnya Isa bin Maryam sampai permulaan masehi bukanlah sebagai pemilik, tetapi sebagai imigran dari Mesir. Begitu juga kedatangan mereka ke tanah Palestina saat ini yang berujung pada kolonialisasi. Sebelum masuknya bangsa Israel, Palestina telah dihuni oleh bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang bangsa Arab Palestina saat ini. Ini disebutkan dalam Kitab Bilangan XIII ayat 17-18, “Maka Musa menyuruh mereka mengintai tanah Kanaan… dan mengamat-amati keadaaan negeri itu; apakah bangsa yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau banyak.”
Pernyataan serupa juga diceritakan dalam Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an menyebutkan bahwa bangsa Israel itu tidak layak atas tanah Palestina karena perilaku mereka sendiri.
Musa berkata, “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan bagimu (selama kamu beriman). Dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian akan menjadi orang-orang yang merugi”. Mereka berkata, “Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa (bangsa kanaan). Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar. Jika mereka keluar, pasti kami akan memasukinya.” Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut kepada Allah yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang kota ini. Maka bila kalian memasukinya, niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal jika kalian benar-benar beriman.” Mereka berkata, “Hai Musa, sekali-kali kami tidak akan memasukinya selamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya akan duduk menanti di sini saja.” Berkata Musa, “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara aku dan orang-orang yang fasik itu.” Allah berfirman (jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun. Lalu, selama itu mereka berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu, maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang fasik itu. [Al-Maidah (5): 21-26].
Dalam sejarah Palestina, negeri itu pernah jatuh ke tangan Bangsa Israel pada permulaan Masehi. Pertempuran mereka dengan penduduk asli Palestina tercatat dalam kitab Samuel I, bab 13 dan 14 yang mengisahkan strategi Saul dan Yonatan yang menyerbu Michmas. “…Orang Filistin berkemah di Micmash… dan di antara pelintasan bukit-bukit yang dicoba Yonatan menyeberanginya ke arah pasukan pengawal Filistin… dan kekalahan yang ditimbulkan Yonatan dan pembawa senjatanya, besarnya kira-kira dua puluh orang dalam jarak kira-kira setengah alur dari pembajakan ladang.”
Namun, pada tahun 70 M, kekuasan bangsa Israel itu runtuh seiring kematian Herodes dan masuknya kekuatan Romawi menguasai seluruh Palestina. Sejak itu bangsa Israel menjadi bangsa yang tidak memiliki tanah air dan tersebar di berbagai negara sampai mereka melakukan kolonialisasi kembali atas Palestina pada tahun 1967 M. (Richard Deason. Dinas Rahasia Israel, Jakarta, Yayasan Widya Pustaka: 1986, hal 3-4). Sementara itu, tanah Palestina menjadi tanah wakaf umat Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pada abad 7 M setelah Romawi ditaklukkan tentara Islam.
Dalam hukum internasional dinyatakan bahwa yang berdaulat atas suatu wilayah adalah mereka yang pertama kali mendiami wilayah tersebut dan menunjukkan bukti eksistensi mereka atas wilayah tersebut berupa aktivitas dan bukti-bukti fisik yang menunjukkan kedaulatan mereka atas wilayah tersebut. Karena itu, bangsa Kanaan yang merupakan nenek moyang Arab Palestina saat ini adalah pemilik sah tanah Palestina.
Keistimewaan Palestina (Al Quds) di Mata Umat Islam
Umat Islam memandang Palestina sesuai dengan pandangan ajaran Islam dan sejarahnya yang sangat panjang. Palestina adalah bumi para nabi dimana mereka mengajarkan risalah tauhid kepada umatnya. Tidak ada sejengkal tanah di Palestina, kecuali di sana ada nabi yang shalat menyembah pada Allah dan menyampaikan ajarannya kepada umat. Dari mulai Nabi Ibrahim a.s. dan keturunannya Nabi Ishak a.s., Ya’qub a.s., Yusuf a.s. dan saudara-saudaranya. Kemudian Nabi Daud a.s. dan Sulaiman a.s. Seterusnya, Nabi Musa a.s., Harun a.s., Zakariya a.s., Yahya a.s., dan Isa a.s.
Palestina –di mana masjidil Aqsha ada di sana– merupakan kiblat pertama umat Islam. Ini adalah penghormatan Islam pada Palestina yang memiliki sejarah panjang tempat para nabi dan tempat turunnya wahyu. Rasulullah saw. dan sahabatnya pernah shalat menghadap Al-Masjid Al-Aqsha selama sekitar 16 bulan. Kemudian Allah swt. mengubah kiblat umat Islam ke Masjidil Haram. Dan perubahan itu diabadikan Al-Qur’an. Perpindahan kiblat ini sendiri memiliki banyak hikmah yang banyak dirasakan umat Islam sampai sekarang.
Allah memuliakan Palestina dengan Al-Masjid Al-Aqsha. Masjid ini disamping kiblat pertama umat Islam, juga masjid kedua yang dimuliakan Allah swt. dan tanah suci ketiga setelah Makkah dan Madinah. Rasulullah saw. bersabda, “Kalian tidak boleh mempersiapkan untuk melakukan perjalanan ziarah, kecuali pada tiga masjid; Al-Masjid Al-Haram, Masjid Rasul saw. dan Al-Masjid Al-Aqsa.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Di Masjid Al-Aqsha ini pula Rasulullah saw. melakukan isra’ dan di sini beliau memimpin shalat bagi para nabi dan rasul –suatu simbol bahwa Rasulullah saw. adalah pemimpin mereka. Kemudian dari Masjid Al-Aqsha, Rasulullah saw. melanjutkan perjalanannya menuju Sidratil Muntaha untuk menerina kewajiban yang paling agung, yaitu shalat lima waktu.
Disamping tempat ini disucikan oleh Allah swt., tempat ini juga tempat yang diberkahi oleh Allah swt. Keberkahan dari nilai-nilai spiritual karena para nabi menyampaikan risalah di tempat ini, dan keberkahan materi karena kekayaan alam, kesuburan, dan letaknya yang sangat strategis serta alamnya yang indah. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjid Al-Haram menuju Al-Masjid Al-Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya.” [Al-Israa (17): 1].
Demikianlah keistimewaan Al-Masjid Al-Aqsa, Baitul Maqdis, Al-Quds di Palestina ini. Maka sudah merupakan kewajiban seluruh umat Islam, bahkan seluruh manusia untuk menjaga dan menyelamatkannya dari berbagai macam penjajahan bangsa-bangsa yang terkutuk, utamanya bangsa Yahudi.
Maka sebenarnya hal yang sangat dibutuhkan oleh Palestina adalah Khilafah. Karena hanya Khilafah sebagai institusi Islamlah yang mampu menjaga keselamatan dan melindungi kaum Muslimin diberbagai wilayah. Sebab penderitaan umat Islam tidak hanya mendera Palestina. Hal serupa juga dirasakan oleh Muslim Uyghur, Rohingya, Suriah, Moro Philipina, bahkan Islamofobia di berbagai negara yang menghasilkan penyerangan brutal terhadap Muslimah. Semuanya semakin menambah daftar panjang penderitaan Umat Islam.
Khilafah adalah junnah (pelindung) sejati bagi umat Islam. Sebagaimana dalam sabda Nabi saw: “Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslimin akan berperang dan berlindung di belakangnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim)”.
Khalifah akan benar-benar bertanggung jawab penuh menjaga setiap anggota masyarakat dari berbagai serangan dan melindungi keutuhan umat Islam. Seperti dijelaskan dalam sabda Baginda saw: “Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim)”.
Dengan demikian Kepala negara dalam Islam memiliki sikap kuat, tegas dan berani. Kekuatan itu muncul dari pribadinya dan juga institusinya (khilafah) yang dilandasi oleh akidah Islam. Hal itu tampak sejak masa Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para Khalifah sepeninggal beliau.
Oleh karenanya, tiada solusi lagi selain diterapkannya kembali sisitem kehidupan yang menerapkan syari’at-Nya dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshowab.