Oleh : Syifa
Ummu shiddiq
(Aktivis
Muslimah Kendari)
Tidak
terasa sudah tiga pekan Ramadan kita lewati. Kondisi pandemi tampaknya tidak mengurangi masyarakat untuk menikmati
jamuan Ramadan yang istimewa. Umat islam diseluruh dunia menyambut Ramadan
dengan penuh suka cita, inilah bulan yang penuh berkah dan kemuliaan. Sebagai
salah satu ibadah yang mulia tentu yang diharapkan Allah SWT dari hambanya saat
menjalankan ibadah puasa adalah semakin meningkatnya kualitas ketakwaan kepada
Allah SWT sebagaimana dikatakan dalam Al
Qur`an surat Al bakarah ayat 183. Namun, kita perlu ingat kembali ketakwaan
yang di tuntut Allah adalah ketakwaan yang totalitas sebagimana sabda
Rasulullah“ Bertakwalah kepada Allah swt dimanapun kamu
berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan
menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik” HR. Tirmidzi.
Semarak Ramadan ini terlihat dari
masjid-masjid lebih ramai dari biasanya,meski tak seramai Ramadan tanpa
wabah.kaum muslim pun bersemangat menghidupkan rumah dengan Al qur’an sehingga
suasanapun begitu terasa hangat.
Ekonomi nyatanya semakin morat- marit
bahkan, ditengah kesulitan yang menghimpit, penguasa kian tak tanggung
menggelar karpet merah penjajahan.
Menggadaikan masa depan bangsa dengan utang dari Negara pemangsa. Di
bidang sosial, masyarakat kian tidak jelas warnanya. Mayoritas keluarga muslim
tak bisa lagi jadi benteng penjaga. Begitupun dengan lembaga pendidikan tak
lagi mampu menjadi wasilah melahirkan generasi pemimpin yang berperadaban
mulia.
Apa yang tampak dari masyarakat muslim
kita? Faktanya, kerusakan moral terjadi dimana-mana. Mayoritas generasi
kehilangan adab dan ringkih dalam beragama. Ajaran islam banyak yang mereka
lupa begitupun sejarahnya. Mereka terjebak dalam sebuah gaya hidup serba
liberal, menempatkan agama sebagai aksesoris semata. Sementara pemikiran “
sepilis “ sekularisme, pluralisme dan liberalisme seolah menjadi agama.
Diakui atau tidak, itulah realitas
sebenarnya. Umat memang sudah lama kehilangan jati dirinya sebagai umat yg
tinggi dan mulia. Bahkan umat sudah tidak lagi menyandang gelar yg disematkan
oleh Rabb mereka yakni sebagai khairuh ummah yg diamanahi Allah sebagai penebar
rahmat islam sebagaimana generasi-generasi sebelumnya. Umat hari ini justru
tampak selalu jadi obyek penderita. Para penguasanya pun tak punya wibawa,
bahkan rela jadi budak negara adikuasa, mereka tidak berkutik bahkan
menyerahkan harta kekayaan rakyat dengan tangan terbuka.
Persatuan umat yang menjadi salah satu
hikmah Ramadan pun ternyata menjadi begitu sulit untuk direalisasikan. Saat
muslim Palestina, Yaman, Uyghur, Dalit, dan Rohingya menghadapi Ramadan dengan
penderitaan luar biasa, umat islam yg lain bil khusus para penguasanya seolah
menutup mata dari kenyatan tersebut. Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap
ajaran islam kaffah ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya. Islam
selama ini hanya dipahami sebatas agama ritual saja. Wajar jika islam tak mampu
berpengaruh dalam prilaku keseharian baik dalam konteks individu, keluarga,
maupun dalam interaksi masyarakat dan kenegaraan.
Bahkan, ajaran islam nyaris kehilangan
powernya. Tak mampu menjadi penuntun dan pembeda antar hak dan kebatilan.hingga
tak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, mudah menyerah
pada keadaan bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.
Sementara dalam konteks keluarga, tak
sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat himpitan ekonomi
dan gempuran budaya yg mengacaukan pola relasi diantara anggotanya. Wajar jika
keluarga tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat
kembali yang paling diidamkan. Kondisi ini diperparah dengan sistem sekuler
yang menolak peran agama dalam pengaturan kehidupan, dimana negara menjadi
pilar penjaganya.Dalam system rusak ini, sulit sekali mempertahankan kesholehan
dan kaffah dalam berislam. semua
menjadi serba dilematis dan paradox.
Untuk menjadi sholeh begitu susah, bahkan orang sholeh cenderung mudah terjebak
dalam kesalahan. Kompromi antara islam dan kekufuran bahkan menjadi hal yang
diniscayakan. Masyarakat pun kehilangan kontrol akibat individualisme yang
mengikis budaya amar makruf nahi munkar.
Sekularisme dengan segala paham turunannya
yang batil seperti kapitalisme, liberalism, materialisme memang meniscayakan
kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah. Terbukti hingga kini dunia
masih dilanda krisis ekonomi, krisis moral, krisis hukum, krisis identitas yang
menjauhkan ummat dari predikat khoiru ummah. Akhirnya, umat islam terus menjadi
bulan-bulanan dan sapi perah negara Kapitalis.
Tentu saja kondisi ini tak boleh
dibiarkan berlama-lama. Umat islam harus bangkit dari keterpurukan dengan jalan
kembali kepada islam kaffah dalam naungan daulah. Momentum itu ada pada bulan
Ramadan dimana individu, keluarga dan masyarakat harus terkondisiksn dengan
islam. Disinilah urgensi dakwah
membangun kesadaran ummat secara kaffah. Terlebih rasulullah SAW telah
mngajarkan bahwa ibadah shaum dan imam- kepemimpinan islam sama-sama berfungsi
sebagai junnah atau perisai.saum sebagai perisai individu,sementara imam adalah
perisai bagi umat. Rasulullah SAW bersabda yg artinya “ puasa
adalah perisai yg akan melindungi seorang hamba dari siksa neraka “.
HR.Ahmad,sahih.
Dan beliau juga
bersabda yang artinya “ sesungguhnya al
imam(khalifah ) itu perisai,dimana ( orang-orang ) kan berpegang dibelakangnya ( mendukung )
dan berlindung (dari musuh) dengan (
kekuasaan ) nya.”HR.Al- Bukhari, Muslim, Ahmad.
Karena itu mari menjadikan Ramadan kali
ini sebagai momentum mewujudkan 2 junnah kehidupan tersebut. Yakni shaum yang
mengantarkan pada ketakwaan individu yang akan membentengi setiap muslim dari perbuatan maksiat yg tidak diridhoi
Allah dan menjaganya dari api neraka. Serta imam atau kepemimpinan islam bisa
mewujurkan ketakwaan hakiki yang menjadi perisai pelindung bagi umat agar
selalu ada dalam kemuliaan dan tercegah dari makar musuh yang tak menghendaki
kebaikan.
Dengan keduanya kesakinahan dan kebahagiaan
hidup akan dirasakan tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Tak hanya
individu muslim yang menjalankan tapi juga oleh umat secara keseluruhan dibawah
naungan kepemimpinan islam.hanya dengan penerapan islam kaffah lah umat akan
keluar dari keterpurukan dan kembali
bangkit sebagai pemimpin peradaban, lalu menebar rahmat keseluruh alam.
Menghadirkan ketakwaan yang totalitas, seakan Ramadan hadir sepanjang zaman.
Wallahu a’lam bisshawab.