Larangan Mudik; Mampukah Menjadi Solusi Pandemi?




Oleh : Lina Lugina
(Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Hari Raya Idul Fitri telah tiba. Adapun momen seperti ini sangat lekat dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yaitu pulang ke kampung halaman atau yang lebih dikenal dengan istilah mudik. Namun, di saat pandemi seperti ini pemerintah telah mencanangkan larangan mudik. Kebijakan ini membuat masyarakat geram, karena momen Idul Fitri yang seharusnya digunakan untuk berkumpul bersama keluarga kini tak bisa dilakukan karena kebijakan larangan mudik yang telah dibuat oleh pemerintah. 

Namun masyarakat yang ingin mudik tetap bersikeras untuk melakukan perjalanan, seperti yang dikutip dari radarcirebon.com (17/05/21) “Pos Sekat Bundaran Kepuh Kecamatan Karawang Barat bobol oleh ratusan pemudik bermotor. Kondisi ini terjadi karena polisi kalah jumlah. Para pengendara berhasil terobos penyekatan petugas.”
Sikap masyarakat yang tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah semakin diperparah oleh petugas polisi yang melakukan pungutan liar terhadap kendaraan ketika melakukan penyekatan. (cnnindonesia.com)

Sebenarnya larangan mudik beserta dampak yang ditimbulkan, tidak mungkin terjadi jika pemerintah dari awal membuat kebijakan dengan cepat dan tepat dalam menangani pandemi. Bukan malah meremehkan atau membuat kebijakan yang membingungkan  masyarakat. Kegagalan pemutusan rantai virus Covid-19 terjadi karena penguasa saat ini menjadikan kapitalisme sebagai rujukan solusi masalah, padahal nyatanya kapitalisme menjauhkan peran penguasa sebagai pengurus urusan umat. Penguasa yang dikendalikan kapitalisme justru mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pihak korporasi saja.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam pemimpin adalah pelindung dan pelayan bagi rakyatnya. Sistem Islam mendorong pemimpin muslim untuk serius menangani wabah, menempatkan keselamatan rakyat di atas segalanya. Seperti tertulis dalam sebuah hadis:
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad) 

Islam mewajibkan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan bagi seluruh rakyat secara tidak langsung melalui dibukanya lapangan pekerjaan yang sangat luas. Begitupun kebutuhan dasar berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang dipenuhi secara langsung. Adapun saat terjadi wabah, langkah lockdown segera diambil untuk mencegah penularan ke daerah lain. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya." (HR. Imam dan Muslim)

Intervensi lockdown sangat efektif untuk memutus rantai penularan wabah sebab menutup celah penularan yang sudah terinfeksi dan yang tanpa terinfeksi gejala. 
Alhasil, dengan kebijakan seperti ini kegiatan mudik di wilayah tidak terjangkit wabah akan menjadi mudah, keamanan pun dijamin melalui sistem hukum dalam Islam. Sedangkan warga di wilayah terjangkit wabah tetap diisolasi dan dipenuhi kebutuhannya oleh negara.

Dengan demikian, inilah solusi yang ditawarkan Islam dalan penanganan wabah. Dan solusi tersebut hanya dapat direalisasikan jika tata kelola negara secara keseluruhan sesuai dengan syariat Islam.

Wallahualam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak