Keluarga Samawa Hanya Tercipta dengan Syari’at-Nya




Oleh: Rindoe Arrayah

             Sekian banyak upaya yang senantiasa dilakukan oleh para musuh Islam demi menenggelamkan risalah yang agung ini. Beberapa waktu yang lalu muncul sebuah wacana moderasi yang dengan sengaja ditujukan untuk umat Islam dalam rangka untuk semakin memporak-porandakan ruh keislaman pada diri umatnya.

Tekad presiden untuk menjadikan Indonesia sebagai “poros moderasi Islam dunia” yang disampaikan pada KTT Islam tiga tahun lalu tampaknya memang tak main-main. Terbukti, proyek moderasi beragama ini masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020—2024.

Bahkan, baru-baru ini Menag menyatakan bahwa tahun 2021 harus menjadi tahun implementasi moderasi beragama di Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya sudah siap meluncurkan Peta Jalan Moderasi Beragama yang telah disusun tim pokja khusus agar proyek ini berjalan sesuai yang diharapkan.

"Moderasi Beragama ini merupakan program delivery dari Presiden ketika saya dipanggil untuk menakhodai Kementerian Agama. Saya tidak main-main terhadap program ini. Saya sangat serius dengan program Moderasi Beragama," tegas Gus Menag saat berdiskusi dengan Tim Pokja Moderasi Beragama (MB) Kemenag di Rumah Dinas Widya Chandra, Jakarta, Jumat (kemenag.go.id, 30/4/2021).

Dengan demikian, jelaslah bahwa gagasan moderasi Islam memang sengaja diaruskan di tengah situasi di mana Islam kian dipojokkan sebagai pihak tertuduh. Mereka seolah ingin menuding bahwa ajaran Islam adalah biang teror dan radikalisme. Sehingga pemahaman Islam harus diubah sesuai yang mereka inginkan.

Dua narasi ini (terorisme dan radikalisme) dibuat sedemikian rupa hingga menjadi hantu yang menakutkan. Semua komponen masyarakat, termasuk keluarga, perlu dipastikan bebas tak terpapar. Seakan-akan Islam kafah adalah sumber kekerasan dan kekacauan.

Pesantren, pengajian, masjid, dan rohis lalu dituding sebagai sumber calon para teroris. Hingga dibuatlah proyek-proyek moderasi di dunia pesantren, majelis taklim, sekolah, dan lain-lain. Arah pendidikan dan kurikulum pun diubah sedemikian rupa, hingga bebas dari nilai-nilai Islam kafah dan berganti dengan nilai-nilai Islam moderat.

Setelah menggarap pesantren, masjid, pengajian, dan rohis, giliran keluarga yang dituding bisa menjadi pabrik terorisme. Dalih yang dipakai adalah kasus bom Surabaya dan kasus-kasus teror yang melibatkan kaum perempuan, milenial, dan anak-anak.

Mereka menuding bahwa penanaman Islam yang saklek dalam keluarga merupakan biang munculnya pemahaman yang eksklusif dan intoleran, bahkan memicu tindakan radikal. Sehingga muncullah narasi soal pentingnya menanamkan pemahaman Islam moderat dalam keluarga. Termasuk menciptakan keluarga moderat sebagai profil keluarga ideal dan samawa.

Bagi umat Islam, moderasi beragama tentu tak bisa dianggap hal yang biasa saja. Selain ada sisi politis yakni kepentingan melanggengkan penjajahan, narasi ini pun nyatanya telah menyasar hal-hal yang sangat prinsip dalam Islam.

Penanaman nilai-nilai toleransi berbasis paham sekularisme, pluralisme, dan relativisme atas nama moderasi misalnya, jelas-jelas telah membuat ajaran Islam terkebiri dari jati dirinya yang asli, yakni sebagai petunjuk dan solusi problem hidup, bukan hanya untuk umat Islam sendiri, tapi umat manusia secara keseluruhan.

Terlebih, moderasi Islam pun sering disebut-sebut ingin mengembalikan jati diri Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Tapi nyatanya, moderasi telah menjadikan Islam sebagai agama yang kehilangan power untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam itu sendiri. Karena sejatinya, kerahmatan itu justru akan mewujud saat syariat Islam diterapkan secara sempurna, bukan malah dimandulkan!

Bukankah Allah Swt. telah menegaskan dengan firman-Nya,

“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya : 107)

Jelas bahwa kerahmatan terkait dengan adanya risalah Nabi Muhammad saw. Sedangkan risalah Islam, adalah seluruh ajaran yang dibawanya, yakni seluruh isi Al-Qur’an dan seluruh sunah beliau Saw. Yakni, seluruh perbuatannya, perkataannya, maupun legitimasinya atas perbuatan sahabat yang dilakukan atas sepengetahuannya, mulai dari urusan bangun tidur, hingga urusan bangun negara, dan hubungan mancanegara.

Kemudian semua ajaran itu diterapkan oleh para sahabat sepeninggalnya, dan terus dilanjutkan generasi-generasi terbaik setelahnya. Hingga Islam benar-benar mewujud dalam kehidupan, dan masyarakat Islam pun tampil sebagai entitas yang memiliki berbagai keistimewaan tersebab syariat Allah yang ditegakkan secara keseluruhan.

Maka jelas bahwa gagasan moderasi Islam, termasuk gagasan membangun keluarga muslim moderat, bukan bertujuan untuk kebaikan umat sebagaimana narasi yang dimunculkan. Gerakan ini sebetulnya hanya merupakan sekuel baru dari proyek-proyek liberalisasi keluarga muslim yang sudah berlangsung sejak lama dan dilancarkan kekuatan kapitalisme global untuk melanggengkan penjajahan.

Targetnya adalah memastikan agar keluarga muslim sebagai benteng terakhir umat Islam benar-benar hilang kekuatan. Dengan demikian tak ada lagi benih-benih perlawanan yang bisa menggoyahkan hegemoni kapitalisme yang kian menggurita dan mengglobal.

Umat semestinya menyadari bahwa justru dengan Islamlah mereka akan dimuliakan. Sebagaimana sejarah mencatat bahwa saat Islam menjadi sistem kehidupan mereka mampu tampil sebagai kekuatan di dunia.

Bahkan lahir dari keluarga-keluarga muslim sosok-sosok generasi terbaik yang memahami visi penciptaan mereka di muka bumi. Yakni sebagai hamba Allah yang mengabdi sebagai pemakmur bumi. Hingga saat Islam diterapkan, belasan abad kaum muslim tampil sebagai pionir peradaban.
Untuk itu, hanya risalah Islamlah yang layak  diterapkan di muka bumi ini agar tercipta rahmat lil ‘alamiin, termasuk didalamnya mewujudkan keluarga yang samawa.

Wallahu a’lam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak