Oleh: Ummu Hafidzah
Penulis di Komunitas Rindu Surga
Dengan dalih bahwa setiap warga Indonesia berhak mendapatkan pelayanan publik dan uluran tangan dari pemerintah tak terkecuali transgender dan banyaknya transgender yang tak memiliki kartu identitas, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan membantu membuatkan KTP elektronik atau e-KTP bagi golongan ini.
"Dukcapil seluruh Indonesia akan membantu teman-teman transgender untuk mendapatkan dokumen kependudukan," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh melalui rapat virtual Direktorat Jenderal Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri dengan Perkumpulan Suara Kita.
Langkah untuk membuat e-KTP transgender terbilang cukup mudah, bahkan pendataannya tidak harus di Jakarta, di daerah masing-masing juga rencananya akan difasilitasi. "Bagi yang sudah merekam data, caranya: harus diverifikasi dengan nama asli dulu, pendataannya tidak harus semua ke Jakarta. Di daerah masing-masing juga bisa dibantu oleh Dinas Dukcapil setempat. Termasuk untuk dibuatkan KTP-el sesuai dengan alamat asalnya," tutur Zudan.
Hingga saat ini, Kemendagri telah mengumpulkan data, 112 transgender di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang belum memiliki dokumen kependudukan. Dengan dibuatnya program ini, Kemendagri berkomitmen untuk membantu seluruh transgender di tanah air. (Pikiran Rakyat, 25/4/2021)
Dikutip dari Republika.co, langkah pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahwa dalam penerbitan e-KTP tidak ada keterangan jenis kelamin transgender, mendapat dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini sejalan dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 juncto Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal ini lanjut dia, juga sesuai penegasan yang disampaikan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh bahwa tidak ada kolom 'transgender' di e-KTP. Kecuali bagi mereka yang telah menjalani penetapan pengadilan atas perubahan jenis kelamin yaitu jika dia laki-laki maka dicatat sebagai laki-laki atau sebaliknya perempuan seperti dalam kasus salah satu prajurit TNI.
Terkait hal tersebut, menurut Sekjen MUI, bahwa perubaham jenis kelamin bertentangan dengan ketentuan Allah (sunnatullah). Oleh sebab itu Amirsyah mengajak semua pihak untuk konsisten melaksanakan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 juncto Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk.
Sungguh mengherankan, bahwa Kemendagri mengeluarkan pernyataan yang ambigu. Apabila e-KTP memang harus dimiliki oleh setiap warga negara mengapa menyasar pada transgender, tidak pada jenis kelamin asal saja. Apakah ada unsur kesengajaan agar transgender akhirnya diakui oleh negara secara sah?
Seharusnya negara wajib menghentikan gelombang kerusakan yang dilakukan oleh kaum LGBT ini, dengan mengedukasi dan mendorong merak untuk taubat atau mengasingkan mereka dari mempengaruhi masyarakat, bukan memfasilitasi dengan berbagai kemudahan yg menghalangi mereka bertaubat agar menyadari kesalahan perilakunya.
Faktor Kemunculan Transgender (LGBT)
Munculnya perilaku menyimpang dominan disebabkan oleh faktor lingkungan. Misalnya saja karena salah pergaulan. Dalam berteman, sudah selayaknya kita “memilih” teman yang memiliki perilaku baik. Ketika seseorang berteman dengan orang yang termasuk LGBT, ada kecenderungan dia akan ikut menjadi anggota LGBT disebabkan faktor pengaruh teman. Jadi, lingkungan dan kebiasaan menjadi faktor pemicu paling besar terjadinya LGBT di Indonesia. Adanya pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia juga bisa menyebabkan penyimpangan perilaku ini terjadi. Keadaan ini ditambah dengan budaya kebebasan dan hak asasi yang di dengungkan oleh barat. Dari sini bisa disimpulkan bahwa memang LGBT itu berasal dari faktor eksternal.
Perilaku menyimpang kaum LGBT ini sebenarnya menimbulkan masalah serius baik bagi pelakunya maupun masyarakat. Prof Abdul Hamid Al-Qudah, seorang spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam dunia (FIMA) dalam bukunya: Kaum Luth Masa Kini, mengungkapkan bahaya yang ditimbulkan dari LGBT bagi kesehatan.
Data menunjukkan, LGBT tidak berdiri sendiri. Mereka adalah gerakan global dengan dukungan dana yang besar. Lihat saja, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menghapus LGBT dari daftar penyakit mental (Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders). Mereka menyebut, LGBT adalah perilaku normal bukan kelainan mental.
Islam memandang Transgender (LGBT)
Secara teknis, jangankan sebagai gerakan, gejala munculnya LGBT pun harus dicegah sejak dini. Karena, LGBT ini merupakan bentuk penyimpangan, bukan fitrah. Dimulai dari pendidikan dan pembiasaan anak oleh orang tuanya. Misalnya, Nabi ﷺ mengajarkan, anak-anak, meski masih kecil, tidak boleh memakai sandal atau pakaian laki-laki bagi perempuan, atau sandal perempuan bagi laki-laki.
Tidak hanya itu, Nabi ﷺ menitahkan, agar sejak usia tujuh tahun, mereka dipisahkan tempat tidurnya. Laki dengan perempuan dipisahkan. Laki dengan laki pun harus dipisahkan ranjangnya. Begitu juga perempuan dengan perempuan. Ini semua bagian dari pendidikan dan pembiasaan anak sejak usia dini. Jika sejak dini telah dibiasakan dan dididik sedemikian rupa, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat. Tidak mengalami penyimpangan perilaku.
Maka kebijakan pemerintah, dalam hal ini dilakukan Kemendagri secara tidak langsung memberi ruang dan tempat bagi para transgender terus eksis dan tetap dengan perilaku mereka yang sangat menyimpang. Maka sudah sepatutnya hal ini dikaji ulang, sehingga tujuannya untuk memberikan fasilitas bagi setiap warga negara tapat sasaran dan tidak menimbulkan kecemasan luar biasa bagi masyarakat yang paham bahwa transgender maupun LGBT sangat berbahaya jika tidak segera ditanggulangi akar masalahnya. Wallahua’lam bisshawab