Oleh : Ummu Khoiru Zadit
Pemberitaan akhir ini membahas tentang meningkatnya kasus Covid-19 di India, seperti yang telah dikabarkan bahwa. Kasus Covid-19 di India terus meningkat di tingkat yang belum dapat diprediksi, saat rumah sakit dalam situasi kewalahan dengan jumlah pasien yang membludak.
Lonjakan kasus tersebut sebagian dikaitkan dengan varian baru virus corona yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali terdeteksi di India musim gugur lalu, seperti yang dilansir dari CBC pada Jumat (23/4/2021) menurut Kompas.com pada (24/4/ 2021).
Tetapi ini memiliki varian baru virus corona tersebut, oleh WHO diberi nama B.1.617 atau disebut juga "mutan ganda". Sejauh ini data masih terbatas, apakah mutasi ini lebih menular atau mematikan.
Para ahli masih memperdebatkan, apakah varian baru virus corona "mutan ganda" adalah faktor pendorong utama terjadinya lonjakan kasus di India. Faktor lain di luar varian baru virus corona, yang disebutkannya adalah kepadatan penduduk dan rumah multi generasi dengan ruangan berventilasi buruk yang banyak di India.
Jika, kepadatan penduduk membuat India mendapatkan lonjakan penyebaran virus ini, hingga adanya dugaan munculnya varian virus baru. Seharusnya, ini menjadi cermin bagi Indonesia. Karena, sampai saat ini kasus Covid-19 masih tetap ada. Akan tetapi kebijakan pemerintah dalam menangani angka penyebarannya belum terlihat secara maksimal.
Walaupun pemerintah mencanangkan untuk mencegah potensi terjadinya penularan harus diantisipasi lewat disiplin protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Mulai dari memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, hingga menjauhi kerumunan.
Tetapi, peraturan yang mendampinginya justru membuat berbagai macam tanggapan. Salah satunya dimana aturan pemerintah untuk melarang mudik tetapi membuka tempat-tempat wisata, walau dengan protokol kesehatan. Namun semua itu tidak bisa menjaminnya.
Menko PMK menyatakan wisata berguna untuk melepaskan lelah bagi mereka yang dilarang mudik. Di sisi lain, berwisata dianggap bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, sehingga laju Covid-19 ditekan, perekonomian masyarakat juga bisa terus berjalan.
Dalam sistem pemerintahan Islam, disebutkan dalam hadits.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).
Dalam kepemimpinannya, bukan hanya pada kesejahteraan dan keamanan di dalam negeri saja, tetapi juga turut membantu negara lain saat ditimpa musibah kelaparan. Seperti pada masa Turki Utsmani, Sultan Abdul Majid memberikan sumbangan kepada negara Kristen Irlandia yang kala itu terjadi bencana Great Famine atau Kelaparan Besar.
Di bawah sistem Islam pula, kaum muslimin mampu memberikan sumbangsih besar dalam penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang kini menjadi dasar berkembangnya iptek di negeri-negeri Barat.
Semua berjalan, sejalan dengan adanya Aqidah dan ketaatan kepada Allah. Karena diterapkannya hukum Allah, maka kemuliaanlah yang akan diraih saat berpegang pada hukum Allah
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
“… Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.[123] Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20]: 123—124)
Wallahu A'alam.
Tags
Opini