Oleh: Rey Fitriyani
Dalam sebuah kesempatan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan keterangan pers APBN Kita. Untuk
mendongkrak perekonomian yang lagi lesu karena pandemi. Sri Mulyani meminta
rakyat tetap beli baju saat Lebaran nanti, meski mudiknya tetap dilarang.
Beliau juga meminta masyarakat tetap menyambut Lebaran dengan penuh sukacita.
Jangan lupa, kata dia, kegiatan belanja menjelang Lebaran seperti membeli baju
baru harus tetap berjalan. Tujuannya agar kegiatan ekonomi tetap berjalan. (WE
Online, Jakarta)
Menyusul usulan yang dilontarkan Sri Mulyani tersebut maka tidak heran jika
saat ini banyak pusat pembelanjaan kembali disesaki pengunjung meski masih
dalam masa pandemi Covid-19. Rata-rata para pengunjung datang untuk berburu
baju baru jelang Lebaran Idul Fitri 2021. Bahkan tak sedikit pengunjung yang
bergerombol duduk ataupun istirahat tanpa ada jaga jarak. Kondisi para
pengunjung di beberapa pusat pembelanjaan yang berdesakan seperti ini dapat
memicu membludaknya kerumunan massa sehingga dapat berpotensi penyebaran
penularan virus Covid-19.
Salah satu pusat pembelanjaan yang dipadati oleh kerumunan pengunjung yaitu
Pasar Tanah Abang, Jakarta. Saat mengunjungi Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta,
Minggu (2/5/2021). Kepadatan pengunjung yang ingin membeli kebutuhan untuk
Lebaran tetap terjadi di Blok A dan B Tanah Abang meski petugas gabungan telah
berjaga di pintu masuk guna mencegah kerumunan. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho).
Sungguh aneh sekali, rakyat dibuat bingung oleh kebijakan publik satu ini.
Karena di satu sisi, dengan ramainya situasi di beberapa tempat pusat
pembelanjaan yang di mana disitu terjadi kerumunan oleh pengunjung pasar,
kondisi ini dikhawatirkan dapat menjadi penyebaran virus Covid-19. Namun di
saat yang sama, justru ada kebijakan pemerintah yang mendorong konsumsi dengan
alasan perbaikan ekonomi. Sungguh kebijakan penuh ironi bahkan paradoks.
Fakta membludaknya kerumunan menjelang lebaran dan potensi penyebaran virus
tidak bisa dikembalikan pada kesadaran individu rakyat semata saja, tetapi juga
dibutuhkan kepedulian masyarakat serta butuh peran negara dalam menentukan
kebijakan yang selaras sehingga dapat mengantisipasi penyebaran virus Covid-19.
Mestinya, sejak awal pemerintah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa
terjadi jelang lebaran selama pandemi. Seharusnya pula pemerintah melakukan
evaluasi, pemerintah wajib memperhatikan hal apa saja yang harus diperbaiki dan
mekanisme apa yang harus ditempuh agar angka penularan menurun dan tidak
mengganggu ekonomi rakyat.
Inilah kebijakan yang diputuskan dalam sistem kapitalis, kebijakan yang hanya
asal jadi tanpa antisipasi, lalu tak memberikan rakyat solusi yang nyata. Jika
aturan yang dipakai masih sistem kapitalis, dapat dipastikan tidak akan mampu
menyelesaikan masalah. Karena aturan yang diambil akan selalu dilandaskan pada
untung rugi atau berdasar kepentingan tertentu.
Sebagaimana prinsip Kapitalisme, yaitu sebuah sistem yang mengagungkan materi. Dalam
sistem ini keputusan pemilik modal lebih tinggi dibandingkan keselamatan
rakyat. Maka
tidak heran jika pembukaan tempat perbelanjaan di tengah pandemi menjadi kebijakan yang diambil pemerintah. Kebijakan ini jelas menguntungkan para pemilik
usaha ( modal ) dan mengorbankan rakyat. Hal ini menunjukkan kelemahan pemerintah dalam
mencari solusi pengentasan keterpurukan ekonomi di tengah pandemi.
Di tengah pandemi saat ini sistem
ekonomi kapitalisme yang menguasai dunia hari ini
sedang mengalami
krisis, sehingga membuat negara negara di dunia mengalami keterpurukan. Namun kondisi seperti ini, sudah
berlangsung jauh dimulai sebelum adanya pandemi. Dan ketika pandemi tiba,
ekonomi pun semakin tersungkur tak berdaya. Inilah potret negara yang diatur
sistem Kapitalisme. Demi memperbaiki ekonomi sampai rela
mengorbankan
rakyat sendiri.
Dengan kondisi ini maka selama
negara masih menerapkan sistem kapitalisme sekuler, dan pemimpinnya masih
mementingkan urusan para kapitalis ( pemilik modal ) daripada urusan rakyatnya, maka mustahil rakyat mendapatkan
kebijakan yang bisa menuntaskan pandemi.
Oleh karena itu diperlukan sistem yang dapat menyelesaikan secara tuntas.
Yaitu, sistem yang memandang rakyat sebagai tanggung jawabnya. Apalagi jika
bukan Islam?
Dalam Islam sistem Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
muslimin, sebagaimana disebutkan dalam hadis,
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas
pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Khalifah akan menyelesaikan pandemi sampai ke akarnya. Dengan penanganan yang
menyeluruh, mulai dari pembatasan aktivitas masyarakat dengan karantina daerah,
melakukan swab secara massal, tidak mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan
terjadinya penularan (seperti menggiatkan dan membuka seluas luasnya tempat
pembelanjaan seperti mall, pasar ) serta memberikan pengobatan yang terbaik. Disamping
itu Khalifah juga bertanggung jawab melayani rakyat. Ia akan menjamin rakyat mendapatkan
hak-haknya yaitu dengan terpenuhinya sandang, pangan, dan papan dengan murah;
terpenuhinya pendidikan, kesehatan, juga keamanan yang gratis. Dan satu-satunya
cara agar semua terwujud hanya dengan tegaknya Khilafah.