Oleh : Dyah Astiti
Bulan Ramadhan tidak terasa telah berlalu begitu cepat dan sudah meninggalkan umat Islam. Bahkan kumandang takbir sudah kita dengar. Hanya berharap semoga Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan yang benar-benar membentuk takwa yang hakiki. Bukan hanya sekedar bulan yang tidak berbekas apapun pada diri kita kecuali lapar dan dahaga.
Hakikatnya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini adalah menumbuhkan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Di dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa puasa disyariatkan bagi hamba-Nya untuk meningkatkan dan menyempurnakan ketakwaan mereka. Sehingga harusnya setelah selesai bulan Ramadhan dan datang Hari Raya Idul Fitri kita menjadi orang-orang yang senantiasa terikat oleh setiap syariat Allah, tanpa pilih-pilih dan menunda.
Sebagian ulama menyebut Hari Raya Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan. Karena itu, Hari Raya bukan hanya dimaknai dengan sesuatu yang baru. Tetapi harusnya dimaknai sebagai sebuah ketakwaan dan ketaatan baru yang semakin bertambah dalam ranah individu, masyarakat maupun bernegara.
Dalam bahasa sebagian ulama dinyatakan,
“Laysa al-‘id li man labisa al-jadid, innama al-‘id li man tha’atuhu tazid.”
“Hari Raya bukanlah untuk orang yang mengenakan segala sesuatu yang serba baru. Hari Raya hanyalah untuk orang yang ketaatannya bertambah.”
Orang-orang bertakwa inilah yang layak bergembira di Hari Raya. Sedangkan definisi takwa yang sebenarnya adalah mereka yang senantiasa takut terjerumus pada apa saja yang telah Allah haramkan atas mereka dan menunaikan apa saja yang telah Allah wajibkan kepada mereka. Tanpa pilih-pilih sesuai hawa nafsunya.
Namun pernyataan tersebut harusnya menjadi renungan kita bersama. Apakah kita sudah mampu mewujudkan ketakwaan hakiki? Bahkan yang lebih parah, hari ini kita banyak menyaksikan bahwa datangnya Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tidak ubahnya seremonial semata. Buktinya setelah hari Raya Idul Fitri dan Ramadhan, kaum muslim tetap saja memilah-milah pelaksanaan hukum syara'. Islam tetap dipandang sebagai pengatur perkara ritual saja. Padahal Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai hubungan manusia dengan Allah, hubungan dengan dirinya sendiri bahkan dengan sesama manusia. Aturannya adalah penyelesai setiap permasalahan yang dihadapi manusia. Sedangkan bertakwa kepada Allah adalah menjalankan syari'at-Nya tanpa memilah dan tanpa tapi.
Sungguh realitas ini tidak bisa dipisahkan dari fakta meluasnya sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sekulerisme telah berhasil menjadikan seorang muslim menganggap Islam hanya ada dalam ranah individual. Melepaskan Islam dari pengaturan kehidupan. Sehingga memunculkan ketakwaan hakiki di dalam kondisi hari ini sangat sulit diwujudkan. Meskipun kita telah berulang kali melewati Ramadhan dan Hari Raya. Semoga Hari Raya Idul Fitri tahun ini memberi kita pelajaran untuk bersama-sama mewujudkan ketakwaan hakiki. Bertakwa dalam ranah individu, masyarakat bahkan negara. Dengan berusaha mewujudkan tegaknya Islam dalam kehidupan.
Wallahu'alam Bissawab