Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Bulan mei dikenal sebagai bulan buruh. Tepatnya tanggal 1 Mei telah diperingati para buruh internasional untuk menuntut hak mereka. Namun, selain berbicara masalah penuntutan hak bagi para buruh, dunia kerja di Indonesia juga masih memprihatinkan. Berdasarkan data yang dipaparkan Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal pada acara diskusi virtual Peran Teknologi Digital dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan (3/5/2021), proporsi pengangguran berusia muda di Indonesia hampir menyentuh angka 20 persen pada 2020. Sementara negara lain seperti Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia masih berada di bawah 15 persen
Di sisi lain Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) periode 2015-2020 Halim Alamsyah menuturkan, bahwa ekonomi Indonesia minimal harus tumbuh enam persen, baru Indonesia mampu mengurangi pengangguran secara nyata. (www.cnnindonesia.com, 5/5/2021)
Fakta ini sungguh sangat ironis, mengingat Indonesia adalah negeri yang memiliki kekayaan yang melimpah. Indonesia adalah negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Kalau kita mau mengakui, sungguh ketimpangan pendapatan, kemiskinan yang merajalela serta penguasaan kekayaan alam oleh segelintir orang jelas merupakan konsekuensi dari pemberlakuan sistem kapitalisme yang saat ini sedang kita jalankan.
Seperti yang sudah kita pahami, pada sistem kapitalisme, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap sebagai jalan menuju kesejahteraan. Tak peduli siapa yang menciptakan dan menikmati pertumbuhan itu. Asumsinya, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat diraih oleh suatu negara, semakin tinggi kesejahteraan yang dapat diciptakan. Sementara di sisi lain, kebebasan atau liberalisasi ekonomi diberlakukan untuk menggenjot produktivitas dan efisiensi. Akhirnya yang terjadi, kesejahteraan hanya dapat dinikmati para pemilik modal.
Penyebab utama dari masalah ini adalah kelemahan kapitalisme dalam mendistribusikan kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Fokus utama dari sistem ekonomi kapitalisme adalah pertumbuhan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai, semakin tinggi kesejahteraan yang dapat dicapai. Namun faktanya, kekayaan yang dihasilkan dari pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh mereka yang unggul dalam kegiatan ekonomi khususnya para pemodal. Sementara mereka yang tersisih dari kegiatan ekonomi, seperti orang jompo, orang cacat, pengangguran, tetap tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Sehingga dari sini bisa dipahami, mengapa kekayaan Indonesia, tidak mampu mengurangi pengangguran. Karena tidak semua rakyat kita, mampu mengakses sumber – sumber ekonomi, meski pemerintah memberikan subsidi.
Demikianlah, setiap sistem yang tidak bersumber dari Allah Swt., Sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta yang Maha Tahu, pasti akan menimbulkan kerusakan dan akhirnya tumbang. Kenyataan ini semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali kepada jalan yang benar, yakni jalan yang diridai oleh Allah Swt.
Wallahu a’lam bi ash showab.