EFEKTIVITAS KEBIJAKAN LARANGAN MUDIK DI SAAT PANDEMI



Oleh. Lina Ummu Dzakirah

Ramadan berlalu, maka tiba saatnya umat muslim merayakan kemenangan Hari Raya Idul Fitri. Sukacita hari kemenangan ini tak jarang ingin dirayakan bersama keluarga di kampung halaman. Tradisi mudik (kembali ke kampung halaman saat hari raya) adalah momen yang dinanti bagi kaum muslimin negeri ini.  Namun, tradisi  mudik tahun ini masih dilarang oleh pemerintah. Sebab sejak Covid-19 melanda, menjadikan seluruh dunia membatasi ruang gerak bagi hilir mudik manusia. Termasuk di negeri ini, yang dampaknya muncul kebijakan larangan mudik. Pemerintah menerapkan kebijakan larangan mudik dengan menempatkan aparat keamanan di pos-pos perbatasan daerah.

Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi dengan tegas menyatakan akan membubarkan masyarakat yang nekat menggelar takbir keliling saat Perayaan Idul Fitri mendatang. Langkah ini menurutnya, sesuai dengan Surat Edaran Bupati Temanggung, pada malam takbir tidak diperbolehkan adanya takbir keliling, karena sangat rawan menimbulkan kerumunan. Kalau masih nekat akan kami bubarkan, tegas Kapolres akhir pekan kemarin. Ia mengimbau, agar umat islam di wilayah hukum polres Temanggung menggelar takbir di masjid dan musala saja, tidak melaksanakan takbir keliling. Maksimalkan takbir di musala dan masjid saja, ini demi kehesatan bersama, pesannya. 

Dengan melaksanakan takbir di musala dan masjid, sebagai salah satu langkah untuk menekan penyebaran Covid-19 saat perayaan Idul Fitri mendatang. Selain langkah tersebut, saat ini Satgas Covid-19 Kabupaten Temanggung mendata pemudik yang telah sampai di rumah untuk kemudian diminta menjalani swab antigen. Pemudik yang reaktif harus menjalani prosedur dengan pengobatan sedangkan yang non reaktif tetap harus menjalani isolasi mandiri selama 5 hari, kata, Benny Setyowandi mengatakan penyekatan dilakukan di empat titik pospan yang ditempatkan di pintu masuk Temanggung, yakni di Bejen, Kledung, Pringsurat dan Kranggan. Kendaraan berplat nomor jauh akan jadi sasaran pemeriksaan. Pemeriksaan meliputi surat-surat dan kesehatan. Ada sejumlah kendaraan yang diminta putar balik atau dikembalikan. 

Mereka yang ada di kendaraan harus menjalani swab antigen, kata dia. Dikatakan Satgas Covid-19 tingkat kecamatan, desa hingga RT/RW menjadi tulang punggung Satgas Covid-19 tingkat kabupaten. Sebab mereka yang berhadapan langsung dengan warga, terutama mereka yang lolos dari pemeriksaan dan telah sampai di desa. Sedangkan pantauan arus lalu lintas, 
disampaikannya, untuk tahun ini tidak begitu ramai seperti tahun-tahun yang lain. Semoga hal itu berlangsung sampai lebaran. Imbauan pemerintah untuk tidak mudik mudah-mudahan ditaati oleh semua warga termasuk warga Temanggung yang ada di luar daerah, kata dia. (Disadur dari http://hebat.temanggungkab.go.id Senin, 10-05-21)

Selama pandemi berlangsung, selama itu pula kebijakan permerinatah tak pernah menunjukan keseriusannya menangani wabah. Kebijakan pemerintah melarang mudik tidak dipatuhi public berakibat serangan terhadap aparat. Kondisi ini diperburuk dengan mentalitas korup petugas yang mencari celah mengambil pungli. Dari sejak wabah belum mulai masuk negeri ini hingga varian jenis baru masuk Indonesia, selalu yang dikedepankan bukan penanganan wabah namun lebih pada penyelamatan ekonomi dan pendekatan politik. Begitulah watak rezim kapitalis. Yang ada di otaknya selalu uang, uang dan uang. Apapun yang menghasilkan kapital akan digencarkan mati-matian oleh pemerintah. Seperti halnya pelarangan mudik yang berujung pada pungli.

Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri mengancam akan mencopot bawahannya yang terbukti melakukan pungli di pos penyekatan mudik. Bidang Propam Polda Sumsel disebut tengah memeriksa anggota kepolisian yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) saat operasi penyekatan di Pos Simpang Nilakandi Kertapati, Palembang, Kamis (6/5).
"Saat ini [oknum] sedang kita periksa. Kalau benar akan kita copot," ujar Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Eko Indra Heri, dalam keterangannya, Jumat (7/5). (Disadur dari CNNIndonesia.com sabtu, 08/05/2021)

Sungguh miris, Ketidakjelasan basis pembuatan kebijakan bisa menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan terhadap aturan. Kebijakan ini nyata-nyata menghilangkan kemaslahatan publik dan menyakiti perasaan publik. Pemerintah seolah lupa, esensi pelarangan mudik adalah menghindari kerumunan demi mengurangi penyebaran kasus pandemi yang rawan terjadi dalam rangkaian aktivitas mudik. Sementara itu adanya mentalitas korup yang dilakukan oleh aparat justru larangan mudik hanya menjadi mimpi disiang bolong. Kebijakan ini sangat berlawanan terhadap kenyamanan masyarakat. 

Inilah bukti Kegagalan sistem sekuler membuat kebijakan yang semestinya memberi maslahat bagi semua rakyat dan aparatur yang tugasnya untuk memberikan pelayanan dan keamanan kepada masyarakat justru amanah tersebut hanyalah sebatas formalitas belaka. Alih-alih melakukan pungli hanya untuk kepentingan pribadi atau bahkan penyelamatan ekonomi negara. Kasus seperti ini sudah lah menjamur dalam sistem kapitalisme, sudah tidak heran lagi bahwa kapitalisme membuat rakyat menjadi rakus terhadap uang.

Berbeda jauh dengan sistem Islam yang akan mengutamakan keselamatan, keamanan dan kepentingan masyarakat banyak. Dalam Islam mereka yang melakukan pungli. Hal tersebut disebabkan karena mereka mengkhianati amanah yang diberikan negara untuk dijaga. Sedangkan dikatakan pungli ketika mereka mengambil atau memungut biaya dari masyarakat dengan paksaan.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ’aIaihi wa sallam,

"Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya". (HR. Tirmidzi).

Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah,  Umar bin Khattab radiyallahu 'anhu terkenal sebagai orang yang bertabiat keras, tegas, terus terang dan jujur disamping ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan rasulNya shallallahu 'alaihi wassalam. Saat itu ia memecat pejabat atau kepala daerah yang melakukan korupsi. Kemudian Umar juga menginspeksi kekayaan pejabat negara dan menyita harta yang didapat bukan dari gaji yang semestinya. Harta sitaan tersebut dikumpulkan di Baitul Mal untuk digunakan bagi kepentingan rakyat.

Hukuman tegas berupa pemecatan dan kewajiban mengganti kerugian uang rakyat yang digunakan sampai dua kali lipat besarnya, menjadi solusi atas masalah yang terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab dengan sumber pedoman Al-Quran dan As-Sunnah. 

Sebuah amanah yang diemban atas dasar ketaatan kepada Allah dan rasulnya membuat manusia tetap berada pada jalan yang seharusnya. Oleh karena sebab itu, mencampakkan aturan manusia yang menyebabkan banyak kekacauan dan kembali pada aturan Islam patut dipertimbangkan oleh penguasa negeri demi kemaslahatan yang tidak hanya dirasakan kaum muslimin saja tetapi oleh segenap penduduk bumi dan langit. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

"Dan milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan." TQS. Ali Imron: 109

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (51). Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan". (TQS. An-Nur: 51-52) 

Maka sudah selayaknya kaum muslimin kembali pada Syariat-Nya. Memperjuangkan tegaknya institusi yang menerapkan Islam yakni Khilafah Islamiyyah demi meraih ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Wallahua'lam bishshawab[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak