Budaya Gratifikasi dan Birokrasi Curang Bisa Diberantas Dengan Surat Edaran KPK ?





Oleh : Mira Sutami H ( Pemerhati Sosial dan Kebijakan Publik ) 


Budaya lebaran di lndonesia memang sangat unik dan semarak. Mulai dari budaya mudik, budaya anjang sana ke keluarga dan tetangga, ada budaya salam tempel untuk anak - anak, makan ketupat opor ayam dan pasangannya,  kue - kue cantik serta lezat yang juga harus tersedia di meja tamu,  baju baru pun tak luput menjadi budaya di negeri ini. Tentu tak ayal kita bisa membayangkan berapa duit yang harus dikucurkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Nah biasanya semua orang menunggu - nunggu dapat THR untuk bisa merayakan hari raya yang hanya setahun sekali ini setelah sebulan lamanya berperang melawan hawa nafsu yaitu puasa Ramadhan.

Sudah  menjadi kelaziman tiap Ramadhan menjelang hari raya THR dikucurkan dari pengusaha maupun pemerintah. Jadi buruh pabrik, karyawan sebuah perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan yang berskala rumah tangga. Tak ketinggalan juga tentu ASN dan sederet pejabat juga akan mendapatkan THR. Hal ini  yang selalu dinanti dan didamba semua orang tentunya. Namun budaya menerima THR ini sudah menjadi sorotan KPK dan telah dikeluarkan pula Surat Edarannya pula.  

 Diketahui, KPK telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi terkait Hari Raya. Dalam edaran itu, lembaga antirasuah mengingatkan pejabat negara dan ASN untuk tidak menerima, meminta, maupun memberi gratifikasi THR.

Pasalnya, gratifikasi terkait hari raya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan peraturan. KPK meminta penyelenggara negara dan ASN menjadi teladan bagi masyarakat. Mereka dihimbau tidak memanfaatkan kondisi pandemi covid-19 untuk melakukan perbuatan koruptif. 

KPK juga menghimbau asosiasi, swasta, dan masyarakat untuk meminta anggotanya tidak memberikan gratifikasi THR kepada penyelenggara  negara. Jika ditemukan gratifikasi maupun pemerasan, segera melaporkan ke aparat penegak hukum. ( Medialndonesia.com, 02/05/2021 )

Tentu saja umat kecewa karena THR yang tiap tahun diterima bakal menguap begitu saja.  Kekecewaan rakyat tentu ada alasannya. Bagaimana tidak, THR sudah menjadi budaya dan harapan hampir tiap orang. Apalagi dalam kondisi pandemi yang tak kunjung berakhir ini. Ekonomi keluarga tentu mengalami penurunan yang drastis  tentunya. Apalagi bagi keluarga di bawah 
garis kemiskinan.

Ternyata tak main - main Surat Edaran dari KPK ini, yakni sudah diterapkan di kota Solo. Seorang Lurah dicopot dari jabatannya karena sang lurah meminta dana kepada masyarakat yang mengatasnamakan zakat. Kasus pungli bermodus zakat ini terungkap saat masyarakat mengeluhkan praktik tersebut oleh petugas linmas. Petugas linmas tersebut membawa surat bertanda tangan Lurah Gajahan. Dan kasusnya sedang diproses. Sementara uang yang terkumpul 11,5 juta akan dikembalikan kepada masyarakat. (Detiknews.com, 02/05/2021)

Fakta di atas menunjukkan sepertinya Surat Edaran KPK tersebut terbukti nyata bisa dijadikan satu sarana untuk menindak kasus pungli oleh pejabat tingkat desa atau kelurahan.  Karena seorang lurah saja bisa langsung diproses ketika melakukan pungli. Mungkin umat banyak yang mempertanyakan apakah gratifikasi dapat diberantas hanya dengan Surat Edaran dari KPK ? Lalu Seefektif apakah  Surat Edaran tersebut untuk menangani kasus pungli dan gratifikasi yang terjadi dari  tingkat atas hingga tingkat bawah ini ? 

Untuk pendekatan larangan dan sanksi seperti Surat Edaran KPK itu tak banyak berfungsi terhadap jalannya birokrasi korup dan penuh kecurangan. Sudah terbukti berapa banyak pejabat dan ASN yang tertangkap tangan oleh KPK dan sudah mendapat sanksi pula. Namun, tokoh - tokoh korupsi baru bermunculan dan bertebaran. Hal ini akibat banyak celah yang tersedia untuk melakukan kecurangan dan korup terbuka lebar dimana - mana. Uang itu manis seperti pepatah mengatakan ada gula ada semut. Karena materi memang sangat diagungkan dalam sistem ini.

Apabila kita melihat fakta di lapangan, memang praktek gratifikasi pungli ini sudah seperti mendarah daging di sistem demokrasi. Mulai dari lini yang terkecil hingga yang terbesar makin hari makin meningkat. Karena demokrasi pulalah  birokrasi korup ini muncul dan berkembang biak bak cendawan di musim semi. Banyak sebab yang memunculkan budaya korup ini. Salah satunya mahalnya biaya pencalonan diri para pejabatnya mulai dari tingkat desa hingga tingkat pusat. Uanglah yang main di sistem ini.  Semua dihitung untung dan rugi. Ibaratnya kalau udara bisa dijual pasti akan diperjualbelikan di sistem ini.  Politik balas budi juga ada di sistem ini. Jadi wajarlah bila budaya korupsi, pungli, dan kawan - kawannya makin marak di sistem demokrasi.

Faktor lain yang juga mempengaruhi maraknya kasus kecurangan akibat dari kurang pengawasan, adanya kebebasan bertingkah laku. Tak kalah penting sanksi yang tak sepadan dengan perbuatan para pengembat uang rakyat ini. Ini bukan menjadi rahasia umum dimana - mana di negara yang menerapkan demokrasi sama seperti inilah faktanya. Jadi tak akan bersih negara dari korupsi selama diterapkan demokrasi. Jadi korupsi seperti lingkaran setan di negeri ini. 

Umat mesti kembali kepada sistem lslam yang  terbukti selama 13 abad mampu memberantas yang korupsi, pungli, dan kawan - kawannya. Islam begitu menjaga para aparat negara atau  pejabat dan juga pegawai negeri maupun rakyat untuk melakukan kecurangan dalam memperoleh nafkah. Semua itu dilakukan karena syara' telah mengharamkannya.Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 188)

Yang perlu diingat bahwa dalam lslam tidak ada THR bagi pegawai negeri dan juga pejabat seperti di sistem kapitalis saat ini. Karena prakteknya THR pada era demokrasi kapitalisme uang yang diperoleh untuk THR adalah dari pajak dan hanya segelintir orang yang akan merasakan THR tersebut. Padahal pajak itu dipungut dari seluruh rakyat nya. Nah ini jelas menyalahi syariat karena pegawai negeri dan pejabat negara dilarang menerima  hadiah apapun selain dari  gajinya. Dan untuk rakyat, THR ala kapitalis hanyalah kesejahteraan semu karena hanya setahun sekali diberikan. Kalau umat dalam lslam maka umat akan memperoleh jaminan pemenuhan sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap rakyat kaya  atau miskin muslim maupun non muslim setiap saat. Jadi setiap individu akan hidup dengan layak setiap saat bukan momen tertentu saja. 

Jelas dalam bentuk apapun yang namanya gratifikasi termasuk birokrasi yang korup dalam lslam jelas haram dan akan diberantas sampai ke akar - akarnya. Adapun birokrasi yang bersih menurut syariat itu bisa ditempuh dengan hal : 
Keteladanan dari pemimpin. 
1.Pemimpin dipilih berdasarkan harus orang yang bertakwa kepada Allah sehingga dia takut untuk melanggar aturannya termasuk proses korup dan kemaksiatan lainnya. Dengan ketakwaan seseorang akan menjalankan amanah dengan rasa tanggung jawab yang tinggi.

2.Gaji yang layak.
Gaji yang diberikan layak agar para pejabat negara tidak merasa tenang sehingga tidak akan ada pikiran kotor untuk berbuat curang ketika tunjangan dan gaji  mereka tidak mencukupi. 

3. Pengawasan yang ketat. 
Sistem lslam telah membentuk badan pengawasan keuangan. Badan ini bertujuan mengetahui apakah ada pejabat yang melakukan kecurangan atau tidak maka harus ada pengawasan dari badan pemeriksa keuangan. 

4. Adanya perhitungan berkala harta para pejabat. 
Hal ini pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khaththab. Beliau menghitung seluruh kekayaan para pejabat mulai awal jabatan hingga akhir jabatan. Apabila ada kelebihan maka yang bersangkutan harus membuktikan kekayaan tersebut didapat dengan cara halal atau tidak. Dengan cara ini efektif untuk mencegah kecurangan.

5. Penerapan sanksi yang tegas.
Bagi pelaku korupsi dikenai hukum ta'zir berupa tasyhir atau pewartaan ( diarak keliling kota ), penyitaan harta dan hukuman kurungan namun bisa dihukum mati.

Pelaksanaan kelima mekanisme dalam lslam inilah yang membuat praktek suap, gratifikasi, atau sejenisnya dapat diberantas dengan tuntas. Tentu kita merindukan negeri yang bebas dari korupsi dengan segala bentuknya bukan? Jawabannya pasti iya. Oleh karenanya sudah saatnya kita terapkan lslam secara kaffah dengan menegakkan institusi kilafah. Jadi bukan dengan menerapkan demokrasi. Karena demokrasi hanya membuat umat hidup sengsara dan masalah semakin pelik tak bisa terurai. Islam begitu sempurna dan mampu mengurai masalah umat hingga tuntas karena berasal dari wahyu Allah. Maka jangan lagi ada pilihan lain selain menerapkan sistem lslam.

Wallahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak