Berhari Raya Idulfitri “Separuh Hati”




Arif Susiliyawati, S.Hum


Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd. Bulan mulia Ramadan berpamitan, Syawal berganti bertandang. Idulfitri, Hari Kemenangan pun tiba. Setelah sebulan lamanya menjalani perlombaan ketakwaan, melakukan upaya sungguh-sungguh (mujahadah) memerangi hawa nafsu, wajarlah kaum muslimin bersukacita menyongsong dan merayakannya. 

Di hari raya ini pula seorang muslim bisa mendapatkan  pengampunan. Bahkan  menurut Imam Ali inilah hakikat Idulfitri, yakni hari bagi orang yang aman dari ancaman (neraka), hari bagi orang yang ketaatannya bertambah, hari bagi orang yang diampuni dosa-dosanya. 

Namun, sungguh suatu musibah bila Ramadan beranjak pergi, sedangkan dosa-dosa belum diputihkan. Rasulullah SAW bersabda, “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadan kemudian Ramadan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni” (HR. Ahmad). Dosa yang belum terampuni berarti derajat takwa belum didapat, padahal sejatinya puasa di bulan Ramadan membuahkan takwa.

Kapan derajat takwa itu didapatkan? Al-Hasan menyatakan bahwa seseorang dikatakan bertakwa saat takut terhadap semua perkara yang Allah haramkan atas mereka dan melaksanakan semua kewajiban yang Allah tetapkan atas mereka. Karena itu, selain separuh hati bersukacita, ‘separuh hati’ lagi sepatutnya dipakai untuk melakukan refleksi ‘sudahkah kriteria takwa ini tersemat pada diri kita’.

Melihat realitas umat hari ini, tentu sulit rasanya berhari raya dengan sukacita sepenuh hati. Pasalnya, sungguh miris menyaksikan bahwa kaum muslimin hari ini tak berdaya menjalankan keseluruhan ajaran agamanya untuk meraih derajat takwa. Kaum muslimin digempur dengan serangan pemikiran berupa islamofobia yang menjadikannya insecure, alergi, rendah diri bahkan takut pada syariat agamanya sendiri. 

Isu radikalisme ‘digoreng’ seolah jadi akar masalah krisis multidimensional negeri ini. Kemudian, pengarusan moderasi beragama dikedepankan jadi solusi seolah dengan Islam moderat korupsi, kemiskinan, jeratan utang luar negeri, keadilan hukum, disintegrasi, dan lain-lain pasti bablas pergi. Mendakwahkan Islam dihujani berbagai hujatan, bahkan diancam masuk bui.

Tak hanya serangan pemikiran, umat juga bertubi-tubi digempur secara fisik. Baru-baru ini  saudara-saudara kita di Palestina yang tengah khusyuk i’tikaf di komplek Masjidil Aqsa pada sepuluh hari terakhir Ramadan justru dikepung dan diserang oleh tentara Israel hingga tiga ratusan warga Palestina terluka. Hingga Rabu pagi, langit Gaza diterangi dengan serangan udara Israel dengan roket dan rudal. Serangan ini tereskalasi hingga 35 warga Palestina tewas di Gaza dan tiga di Israel  (suara.com, 12 Mei 2020). 

Fakta ini membuat hati umat semakin teriris-iris. Masih segar dalam ingatan fakta nasib nelangsa kaum muslimin di berbagai belahan dunia, seperti muslim Rohingya, Kashmir, juga Uyghur. Serangan Israel ini bukan yang pertama dan terakhir. Israel juga bukan satu-satunya negeri kafir yang berani dan congkak membahayakan kaum muslimin. ‘Separuh hati’ umat berhari raya dalam sukacita, separuh hati lagi dalam keperihan.

Di hari raya Idulfitri tahun ini juga umat masih dihadapkan pada realitas sistem kehidupan yang sekuler. Syariat Islam dipilih-pilih yang menguntungkan saja, sementara sebagian besar dipinggirkan. Perintah Allah yang bisa dilaksanakan secara individual dibiarkan, sementara yang harus dilaksanakan oleh negara, seperti menerapkan sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan hukum Islam, diabaikan juga ditolak, padahal derajat takwa dan kemenangan Idulfitri berupa ampunan-Nya hanya bisa diperoleh setelah mengerjakan semua perintah-Nya tanpa kecuali dan menjauhi semua larangan-Nya. Jika kini umat belum bisa takwa sepenuhnya, bagaimana bisa bersukacita berhari raya ‘sepenuh hati’? 

Kemenangan sejati di hari raya adalah tatkala ketakwaan yang kaffah terwujud. Karenanya, momen Idulfitri ini patutnya menjadi momen refleksi bahwa mujahadah mencapai derajat takwa harus semakin ditingkatkan, bahwa perjuangan dakwah agar kehidupan sekuler ini segera usai dan hukum Allah bisa diterapkan secara kaffah harus menjadi perhatian utama umat. Dengan begitu, akan tiba masanya umat bisa berhari raya sepenuh hati dalam sukacita dan kemenangan karena tercapainya derajat takwa. 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak