Oleh : Devita Nanda Fitriani, S.Pd (Freelance Writer)
Memasuki tahun 2021 Covid-19 masih menjadi momok bagi dunia. Kasus terbaru yang memprihatinkan yakni terjadinya tsunami Covid-19 di India. Dikutip dari website www.kompas.com (24/4/2021), kasus Covid-19 di India terus mengalami peningkatan pada posisi yang belum dapat diprediksi, saat rumah sakit dalam situasi kewalahan dengan jumlah pasien yang membludak. Penerbangan dari luar negeri dengan tujuan India pun dilarang.
Lonjakan kasus disinyalir akibat adanya varian baru virus corona yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali terdeteksi di India musim gugur lalu, seperti yang dikutip dari CBC pada Jumat (23/4/2021).
Namun, beberapa kalangan berpendapat bahwa ada faktor-faktor lain yang juga diyakini berkontribusi dalam penyebarannya yang cepat disana. Dikatakan bahwa, selain varian baru virus corona, kepadatan penduduk dan meningkatnya kemiskinan yang dibarengi dengan ketidakpatuhan masyarakat kepada protokol kesehatan diprediksi menjadi kombinasi tepat bagi virus untuk menyebar.
Melihat situasi di India, maka Indonesia juga perlu belajar agar kasus demikian tidak terjadi. Pasalnya, kondisi Indonesia serupa dengan India. Berdasarkan data yang termaktub dari www.wikipedia.com (3/5/2021) yang bersumber dari Hitungan Situs Resmi, per tanggal 21 Januari 2021 jumlah penduduk Indonesia juga tergolong padat yakni mencapai angka 271.349.889 jiwa (3,48 % dari keseluruhan jumlah penduduk dunia) dan menempati posisi keempat sebagai negara dengan jumlah warga negara terbanyak di dunia.
Sedangkan dari aspek kemiskinan Indonesia juga masih memiliki angka yang cukup tinggi. Data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jika persentase penduduk miskin pada September 2020 naik menjadi 10,19 %, meningkat 0,41 % pada Maret 2020 dan meningkat 0,97 % pada September 2019.
Dua aspek diatas seharusnya menjadi alarm peringatan bagi rezim sebagai pemimpin agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi pandemi saat ini. Hal ini sebagaimana definisi seorang pemimpin. Bahwa, mereka adalah individu yang membantu diri sendiri dan orang lain melakukan hal yang benar (do the right things) dan harus menjadi sosok yang akan selalu memastikan bahwa yang dipimpinnya tidak kekurangan dalam hal apapun.
Menganalisis lebih dalam, memang benar bahwa saat ini rezim telah melakukan berbagai hal untuk mencegah penyebaran virus. Ironinya, usaha-usaha yang dilakukan pada akhirnya selalu menimbulkan permasalahan lain. Yang paling miris yakni dana bantuan sosial untuk pihak yang terdampak pandemi nyatanya dikorupsi oleh menteri sosial itu sendiri. Atau kebijakan-kebijakan yang diambil dengan alasan perbaikan ekonomi dengan risiko membiarkan mobilitas penduduk yang padat disaat pandemi, nyatanya juga tidak bisa menurunkan angka kemiskinan. Disisi lain, vaksin yang dikatakan sebagai salah satu solusi ternyata juga menimbulkan kisruh ditengah masyarakat.
Realitas tersebut menuntun kita untuk mengakui satu hal, yakni selama rezim masih mengandalkan solusi yang bersumber dari aturan Demokrasi-Kapitalisme yang diterapkan oleh negara saat ini maka penyelesaian problematika yang ada tidak akan pernah tuntas. Sesederhana apapun permasalahannya.
Hal ini juga semakin menguatkan pendapat bahwa berharap pada aturan yang bersumber dari akal manusia adalah hal yang tidak tepat. Baik Demokrasi-Kapitalisme yang saat ini diterapkan oleh mayoritas negara di dunia termasuk Indonesia maupun Sosialisme-Komunisme yang pengaruhnya telah memudar bersama dengan keruntuhan negara besar pengembannya.
Olehnya solusi terbaik untuk menyelesaikan problematika hanyalah kembali kepada aturan Sang Pencipta manusia, yaitu Islam yang bersumber dari wahyu Allah SWT. Dengan karakteristik aturannya yang paripurna (lengkap) maka Islam akan menjadi pemecah masalah terbaik bagi semua problematika yang ada, baik dari segi persoalan ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan seperti pandemi Covid-19. Wallahua’lam.
Tags
Opini