Aturan Pelarangan Mudik, Negara atau Masyarakat yang Lebih Cerdik?




Oleh: Faizah Khoirunnisa' Azzahro, S.Sn.

Tak terasa Ramadhan sudah berada di penghujung akhir, artinya semakin dekat dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang identik dengan budaya mudik. Seperti lebaran tahun lalu yang dirayakan di tengah pandemi, tahun ini pun kaum muslimin masih dalam situasi yang sama. Kasus Covid19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, sehingga pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang masyarakat untuk mudik. Untuk merealisasikan aturan tersebut, polisi melakukan penyekatan di beberapa titik yang menjadi jalur utama pemudik. 

Sebagai budaya tahunan yang sulit lepas dari perayaan lebaran, mudik menjadi momen yang dinanti setiap muslim demi bertemu sanak keluarga yang sangat dirindukan, apalagi selama pandemi, masyarakat sudah lama terbatas mobilitasnya. Tak ayal, meski terbit aturan pelarangan mudik, tak sedikit masyarakat yang tidak patuh aturan dan tetap memilih mudik dengan berbagai risikonya, salah satunya menghadapi penghadangan polisi. 

Baru-baru ini di sosial media viral pemberitaan pemudik yang diperkirakan berjumlah lima ratusan orang berhasil menerobos penyekatan yang dilakukan polisi di Karawang, Jawa Barat, pada Sabtu (8/5) dini hari . Karena kalah jumlah, barikade polisi tak sanggup menahan kenekatan pemudik yang sebagian besar menggunakan sepeda motor. (www.radarcirebon.com, 09/05/2021)

Banyak pihak yang menyesalkan, namun tak sedikit yang mengapresiasi kecerdikan para pemudik. Kejadian ini mendapat sorotan luas dan banyak yang beranggapan bahwa aturan pelarangan mudik ini inkonsistensi, karena pada saat yang sama pemerintah membiarkan TKA China dan warga negara asing masuk ke Indonesia. Ditambah lagi, objek wisata sudah diperbolehkan kembali beroperasi dan siap didatangi selama libur lebaran.

Masyarakat tambah geram saat mengetahui aturan ini menjadi ajang pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum polisi, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan. Salah satu pengemudi berplat nomor luar sumsel yang dikira akan mudik, mengaku telah dihadang polisi dan diminta uang sebesar 100 ribu agar dapat melintas. (www.cnnindonesia.com, 08/05/2021)

Kebijakan Inkonsistens Picu Apatisme 

Setahun berlalu, penangan pandemi diwarnai dengan kebijakan pemerintah yang amburadul. Fase awal pandemi yang jadi titik kunci penanganan saja diabaikan dan diremehkan, tak heran jika semakin kesini semakin tidak jelas lagi. Masyarakat yang melihat ketidakprofesionalan pemerintah, akhirnya banyak yang menjadi apatis dan masa bodoh dengan aturan-aturan yang ada. Inkonsistensi, standar ganda, dan kebijakan pilih kasih, menjadi biang rendahnya kepatuhan dan kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

Kebijakan, baik terkait pandemi ataupun selainnya, seringkali menyakiti perasaan publik dan jauh dari harapan terwujudnya kemaslahatan bersama. Inilah bukti kegagalan sistem sekuler dalam  membuat kebijakan yang semestinya memberikan keadilan dan maslahat. Ideologi kapitalisme sekuler yang dianut penguasa, hanya mengejar manfaat materi yang dirasakan segelintir orang dengan mengabaikan hak-hak rakyat. Sekulerisme, telah mencabut rasa takut kepada Allah akan beratnya hisab amanah kekuasaan, telah tercabut, sehingga penguasa memilih menjauhkan nilai-nilai agama dari urusan duniawi.

Benarlah jaminan dari Allah bahwa keberkahan dari langit dan bumi akan hadir saat penduduk suatu negeri beserta penguasanya merupakan orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang dibuktikan dengan ketundukan pada aturan-aturanNya (QS. Al-A'raf: 96). Dengan keberkahan ini, penduduk suatu negeri akan hidup aman, tenteram dan makmur. Sebaliknya, jika hukum-hukum Allah diabaikan, yang akan dirasakan adalah siksa atau kesulitan dalam hidup.

Suatu negeri akan diliputi keberkahan jika sistem yang diterapkan di dalamnya adalah sistem yang Allah ridhoi, yakni Islam, tak ada yang lain. Berbagai sendi kehidupan, sudah diatur jelas di dalam syariat Islam dan terbukti membawa maslahat. Penguasa di negeri yang menerapkan Islam juga wajib berkomitmen dan konsisten menerapkan Islam. Teladan yang baik dari penguasa melahirkan kepercayaan dan kepatuhan rakyatnya. Tentu muslim sangat rindu dan mendambakan hidup di negeri yang diberkahi. Tak hanya angan, ini semua bisa diupayakan dengan berjuang secara berjamaah untuk menerapkan Islam secara kaffah mengikuti metode yang dicontohkan Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam. Wallahu'alam bish-showwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak