Oleh : Rantika Nur Asyifa
Para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) masih tertekan pandemi COVID-19. Berdasarkan riset Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pengusaha di sektor tersebut minta pembayaran tunjangan hari raya (THR) dicicil. Hal tersebut sama seperti tahun 2020.
Pada Januari 2021, Apindo melakukan riset terhadap 600 anggotanya. Hasilnya sekitar 200 pengusaha atau sepertinya tercatat sudah tidak bisa mempertahankan bisnisnya. Lalu 60% sulit membayar cicilan utang perbankan, dan 44% omzetnya turun lebih dari 50%.
Keinginan para pengusaha TPT nasional juga disampaikan langsung oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani saat webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021. Dalam acara tersebut ada Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
"Karena mereka ini termasuk sektor yang kemarin waktu kami konfirmasi mereka meminta untuk pembayaran THR dicicil seperti tahun lalu," kata Hariyadi dalam webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021, Kamis (8/4/2021).
Hariyadi mengatakan, untuk sektor tekstilnya sendiri sampai saat ini sudah mulai bangkit dari tekanan, begitu juga industri makanan dan minuman (mamin) tanah air.
"Tapi mereka (pengusaha tekstil dan produk tekstil) masih punya optimisme di kuartal II atau semester II nanti mudah-mudahan lebih baik. Tapi untuk THR mereka masih alami kesulitan," jelasnya, (detikfinance.com, 09/04/2021).
Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit (SP TSK SPSI) menolak rencana Kementerian Tenaga Kerja yang membuka opsi aturan untuk memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran tunjangan hari raya (THR).
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto mengatakan kebijakan tersebut pernah dikeluarkan pada 2020. Alhasil, banyak perusahaan memilih opsi itu. Sementara kondisi saat ini sudah berbeda dari tahun lalu.
"Kondisi tahun 2020 dengan sekarang tahun 2021 sangat berbeda di mana perusahaan sudah beroperasi secara normal," kata Roy dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3).
Menurut Roy, pandemi Covid-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.
"Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh, apalagi dengan rencana Menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021, maka lengkap sudah penderitaan kaum buruh," ujar Roy, (CNNIndonesia.com, 21/03/2021).
Bagi pekerja, tak lengkap rasanya berlebaran tanpa THR. Sebab, THR biasanya mereka pakai untuk memenuhi kebutuhan lebaran kepada sanak keluarganya. Mereka sangat berharap agar THR tahun 2021 tak lagi dicicil atau ditunda. Bagi para pekerja, kehilangan THR sama halnya kehilangan makna lebaran. Sudahlah mudik dilarang, masih ditambah kesulitan memberikan uang ke keluarga di kampung halaman.
Dalam sistem kapitalisme, buruh ibarat tulang punggung sektor produksi. Kapitalisme menganggap buruh adalah pekerja dan pengusaha adalah orang yang mempekerjakannya. Status di antara keduanya secara otomatis menimbulkan adanya tingkatan kelas secara ke atas dan ke bawah, atau yang biasa disebut dengan stratifikasi sosial.
Persoalan THR haruslah memberi rasa keadilan bagi pengusaha dan para pekerja. Pemerintah selaku pihak yang paling bertanggungjawab mestinya berperan besar dalam hal ini. Bukan memberi peluang kelonggaran bagi pengusaha yang akan merugikan para pekerja.
Problem dasar persoalan buruh pada dasarnya terletak pada kesejahteraan. Islam mewujudkan kesejahteraan dan menciptakan rasa keadilan bagi pengusaha dan pekerja.
Islam tidak akan menilai standar kesejahteraan dengan perhitungan pendapatan per kapita yang tidak menggambarkan taraf hidup masyarakat secara nyata. Islam akan memastikan setiap individu sejahtera dengan pembagian distribusi kekayaan secara adil dan merata ke seluruh masyarakat. Tidak memandang kaya atau miskin. Buruh atau pengusaha.
Wallahu a’lam bisshawab []
Tags
Opini