Oleh Ummu Afifah
(Aktivis Dakwah)
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri pada Jumat lalu menggeledah ruangan Ponpes Ibnul Qoyyim Dusun Gandu, Sendangtirto, Berbah, Sleman.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai kegiatan penggeledahan sebagai upaya memberantas terorisme itu bisa memunculkan opini buruk di masyarakat. “Secara institusional Densus 88 bisa melakukan penggeledahan dimanapun. Akan tetapi, kalau tujuan penggeledahan itu dimaksudkan sebagai usaha pemberantasan terorisme bisa kontra produktif. Cara-cara militeristik terbukti tidak cukup efektif,” ujar Mu’ti saat dihubungi, (IKIZONE.COM, Sabtu 3/4/2021).
“Selain itu, penggeledahan pesantren bisa menimbulkan opini bahwa pemberantasan terorisme berarti perang melawan umat Islam. Pendekatan militeristik tidak menimbulkan efek jera,” sambungnya. Mu’ti mengatakan seharusnya Densus 88 berkolaborasi dengan elemen masyarakat dalam mengungkap jaringan terorisme.
Seakan tak percaya dengan apa yang dilakukan para pengaman negeri ini. Kasus bom Makasar dan bom-bom yang pernah terjadi yang jadi tertuduh adalah seorang muslim. Citra buruk ini disematkan karena ditempat kejadian ditemukan simbol-simbol yang seolah-olah khas yang selalu digunakan oleh orang-orang yang dekat dengan massjid dan dakwah.
Ironisnya tuduh-tuduhan ini justru disatu sisi menjadi momok bagi sebagian muslim namun disisi lain banyak orang-orang kafir justru semakin penasaran hingga mencari kebenaran menjadi seorang mu'alaf. Sesungguhnya setiap kejadian pasti ada hikmah yang sangat baik, tinggal kita sebagai seorang muslim semakin memiliki komitmen untuk Istiqomah membela Islam dan senantiasa bersabar.
Jelas-jelas Allah Swt mengharamkan tindakan memata-matai warga negara apalagi mereka adalah Muslim. Allah Swt. berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (TQS. Al-Hujurat [49]: 12).
Dalam sistem Islam memang negara khususnya Daira amma (Departemen Dalam Negeri) bertindak mencegah dengan mewaspadai, menjaga, dan melakukan patroli, kemudian dengan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan Qadhi (hakim) terhadap orang yang melakukan pelanggaran atas harta, jiwa dan juga kehormatan. Semua itu tidak memerlukan kekuatan yang lain kecuali kekuatan satuan kepolisian (surthoh). Polisi diberikan tugas untuk menjaga sistem, mengelol keamanan dalam negeri dan melaksanakan seluruh aspek implementatif.
Hal ini disebutkan sesuai hadis Anas bin Malik ra : "Sesungguhnya Qais bin Sa'ad di sisi nabi Saw, memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk diantara para amir." Hadits ini menunjukkan bahwa polisi berada disamping penguasa. Makna berada fisamping penguasa adalah polisi berperan untuk menetapkan syariah, menjaga sistem, melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli. Kegiatan patroli adalah berkeliling pada malam hari untuk mengawasi dan mengejar pencuri serta mencari orang-orangbyang membuat kerusakan/ kejahatan dan orang yang dikhawatirkan melakukan tindakan kejahatan.
Abdullah bin Mas'ud pernah menjadi komandan patroli pada masa Abu Bakar. Umar Bin Khattab pernah melakukan patroli sendiri. Karenanya ada kekeliruan yang dipraktikan saat ini dibeberapa negeri Islam, ketika para pemilik toko justru mengupah satpam untuk menjaga rumah-rumah mereka atau negara mengangkat penjaga dengan upah dari para pemilik toko atau perumahan.Sebab praktiknini merupaka bagian dari patroli.
Sementara patroli adalah kewajiban negara dan aktivitas itu tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Masyarakat tidak boleh dibebani untuk membiayainya.
Maka aktivitas tajasus tidak boleh dilakukan negara pada rakyatnya dan itu suatu keharaman. Karena tajasus termasuk aktivitas mencari informasi terkait adanya aktivitas yang dapat membahayakan bagi negara.
Adapun dimasa Rasulullah Saw. hal ini (tajasus) pernah dilakukan kepada pelaku ahlul Riyab, yaitu mereka yang dikhawatirkan melakukan dapat menimbulkan dharar(kemudharatan) dan bahaya terhadap institusi negara, jamaah bahkan individu sekalipun, maka jenis-jenis kekhawatiran ini wajib diawasi oleh negara.
Dan siapa saja yang melihat sesuatu jenis yang dikhawatirkan maka ia wajib menyampaikannya (memberi informasi kepada negara). Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Arqam yang berkata:
Aku pernah ikut peperangan, lalu aku mendengar Abdullah bin ubay bin dalil berkata," Janganlah kalian membelanjakan (harta kalian) kepada oranf-orang yang ada disekitar Rasulullah agar mereka meninggalkannya. Kalau kita nanti sudah kembali ke Madinah, pasti orang yg lebih mulia diantara kita akan mengusir orang yang lebih hina." Lalu aku menceritakan hal itu kepada pamanku atau kepada Umar, kemudian ia menceritakan kepada Nab Saw. Beliau kemudian memanggilku dan akupun menceritakannya kepada Beliau.
Abdullah bin salul sudah dikenal keragi-ragusnnya melawan orang-orang kafir muharib. Dan hubungan sudah dikenal seperti berinteraksi dengan orang-orang yahudhi yang ada disekitar Madinah dan musuh-musuh Islam lainnya. Maka masalah ini dapat ditelaah secara mendalam supaya tidak bercampur dengan aktivitas tajasus ( memata-matai) rakyat karena aktivitas tajasus hukumnya haram sesuai dengan firman Allah SWT: Jauhilah kebanyakan prasangka. (TQS. Al Hujurat [49] : 12.)
Karena itu, aktivitas ini hanya dibatasi terhadap ahl Ar Riyab, yaitu orang-orang yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kemudharatan dan bahaya bagi negara, jamaah atau individu.
Maka tugas negara adalah untuk berlaku adil dalam menegakkan hukum (keadilan). Sebagaimana Allah SWT telah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ma'idah [5]: Ayat 8)
Insyaallah dengan diterapkannya Syariah secara kaffah maka Agama dan Negara akan menjadi saudara kembar. Agama akan menjadi pondasi yang kuat pada keyakinan yang akan membentuk ketaqwaan kepada Allah Swt. dan Negara akan menjadi perisai (penjaga) bagi agama. Insyaallah akan mendatangkan keberkahan dari bumi dan langit.
Wallahu a'lam bishawab