Oleh : Ummu Tsaharo
Pemerintah telah menetapkan singkong sebagai prioritas proyek food estate (lumbung pangan). Food estate (lumbung pangan) merupakan pengembangan pusat pangan, yang tidak hanya mengembangkan pusat pertanian padi, tapi juga pusat-pusat pertanian pangan lainnya, seperti singkong, jagung, dan lainnya sesuai dengan kondisi lahan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam siaran pers Istana tanggal 9 Juli 2020 bahwa cadangan logistik itu juga digunakan untuk mengantisipasi krisis pangan sebagaimana yang diperingatkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).
Selain itu, Pasal 6 UU No. 3 /2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan, “bahwa pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman." Di dalam UU Pertahanan Negara itu dikatakan, ancaman itu terdiri dari ancaman militer, nirmiliter dan hibrida. Sebab itu, krisis tersebut perlu diantisipasi sedini mungkin agar tidak mengalami krisis pangan. Itu dilakukan dengan merujuk apa yang telah disampaikan oleh presiden yang mengutip peringatan FAO, yakni ada potensi ancaman krisis pangan dunia di waktu-waktu yang akan datang seiring merebaknya pandemi Covid 19, atau pun krisis-krisis yang disebabkan karena factor lainnya.
Dalam rangka itulah, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menargetkan pembangunan area lahan kawasan perkebunan singkong pada 2021 mencapai 30 ribu hektare. Upaya tersebut merupakan bagian dari program Kemenhan dalam mewujudkan cadangan logistik strategis nasional. Pembangunan perkebunan singkong yang terletak di Desa Tewaibaru, Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, itu bagian dari program Kemenhan dalam mewujudkan cadangan logistik strategis nasional. Itu menjadi bagian dari program food estate yang menjadi amanat Presiden Joko Widodo dalam pengembangan lumbung pangan nasional.
Setidaknya, terdapat tiga hal yang menjadi fokus Kemenhan dalam penataan Food Estate. Pertama, penyusunan Badan Cadangan Logistik Strategis Nasional (BCLSN), kedua, penataan logistik wilayah dan penetapan tata ruang untuk produksi cadangan pangan di Indonesia, dan ketiga, kerja sama dengan beberapa pihak dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional. Food estate akan dikembangkan dengan dua tujuan yaitu sebagai pusat produksi cadangan pangan dari tanah milik negara.dan sebagai cadangan melalui pengelolaan penyimpanan cadangan pangan untuk pertahanan negara serta melakukan distribusi cadangan pangan ke seluruh Indonesia.
Dijadikannya singkong sebagai priorotas food estate telah menuai kritik dari berbagai pihak. Kritik yang diberikan terkait dengan pilihan tempat, pilihan komoditas dan tidak adanya keselarasan dengan kebijakan lain terkait pertanian dan impor. Seharusnya yang jadi pertimbangan juga, bila pangan pokok adalah padi, maka lumbung pangan semestinya diprioritaskan pada padi. Makanan pokok rakyat Indonesia adalah beras (padi) bukan singkong. Meski di beberapa daerah singkong juga jadi alternatif makanan pokok jika terkendala kurangnya beras.
Hal lain yang tak kalah pentingnya, adalah masalah lahan pertanian. Jika alasan utama pengalihan padi menjadi singkong sebagai bahan pangan pokok karena lahan pertanian padi yang terbatas, maka harus dicari akar penyebab masalahnya. Selama ini, kurangnya lahan lebih dikarenakan penguasaan oleh pihak swasta. Bila ini terjadi, maka harus ada kebijakan tegas menghentikan alih fungsi lahan agar lahan yg cocok bisa ditanami padi. Selain itu, juga harus ada kebijakan menyokong pertanian dan menghentikan impor. Jangan sampai proyek berdana besar food estate ini rentan ditumpangi kepentingan segelintir investor tanpa bisa mencapai target kedaulatan pangan.
Bagaimanapun juga, kedaulatan pangan akan menunjukkan kemandirian bangsa. Bangsa yang bisa mengatasi segala problem terkait urusan pangan rakyatnya. Bisa menyediakan tanpa harus impor dari bangsa lain. Bahkan yang lebih membanggakan lagi, jika persedian pangan di dalam negeri melimpah sehingga bisa melakukan ekspor untuk bangsa lain. Untuk itulah, negara wajib membuat kebijakan demi terwujudnya kedaulatan dan ketahanan pangan.
Bagaimanakah ketahanan pangan di negara khilafah? Dalam aturan Islam, tugas Negara adalah menjamin semua kebutuhan pokok bagi rakyatnya, termasuk pangan. Karena demikian pentingnya, maka Daulah Khilafah Islam akan menjamin persediaan pangan ini, dalam kondisi apapun. Tugas mengupayakan kebutuhan primer tercukupi bagi rakyat ini wajib dimaksimalkan oleh khilafah.
Dalam pandangan Islam, sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain. Pastinya, kebijakan pangan Khilafah harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte negara asing, serta dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan ke depan, bukan semata-mata target produksi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Oleh karenanya, perhatian khilafah pun akan dicurahkan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian ini,agar kebutuhan pangan untuk rakyat terpenuhi. Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang harus sesuai dengan ketetapan hukum syara, agar kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat khilafah Islam tanpa terkecuali. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa dalam negara khilafah, ketahanan pangan akan terjamin dan ini menunjukkan betapa kuatnya kemandirian negara khilafah.