oleh Arif Susiliyawati
Marhaban ya Ramadan. Sungguh suatu kenikmatan tak terhingga saat Allah memperkenankan kembali berjumpa dengan bulan Ramadan. Saking luar biasanya bulan Ramadan ini, Ibnul Jauziy rahimahullahu mengatakan, “Demi Allah, andai dikatakan kepada penghuni kubur, "Berangan-anganlah kalian!" Niscaya mereka berangan-angan dapat berjumpa dengan Ramadan meski hanya satu hari saja.” Betapa istimewanya bulan Ramadan sampai-sampai penghuni kubur berharap kembali berjumpa dengannya.
Biasa saja berjumpa Ramadan Bagaimana mungkin tidak berbahagia? Sementara Rasulullah SAW sendiri mengabarkan betapa istimewanya bulan ini. luar biasanya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Tentu sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang diberikan nikmat sampai di bulan Ramadan tidak menyia-nyiakan kesempatan berburu pahala sebanyak-banyaknya.
Kegembiraan dan semangat ini tidak berubah sekalipun Ramadan kali ini masih dalam anomali. Sama dengan tahun lalu, kondisi pandemi masih menyelimuti. Varian-varian virus yang lebih menular bermunculan. Dikutip dari Worldometers, hingga 14/04/2021, sebanyak 1,5 juta kasus lebih Covid-19 dilaporkan sudah terjadi di Indonesia. Lebih dari 42 ribu jiwa meninggal akibat wabah mematikan ini. Jumlah tersebut kemungkinan besar masih akan terus bertambah karena setiap harinya sekitar 5000 kasus baru Covid-19 masih terjadi.
Tahun ini juga menandai 100 tahun tanpa kepemimpinan Islam yang meliputi umat dengan derita yang makin berkepanjangan. Sejak 3 Maret 1924, kaum muslimin tak lagi hidup dalam pengurusan dan perlindungan seorang khalifah. Media tak sepi dari berita tentang nelangsanya kondisi muslim Palestina, Kashmir, Yaman, Rohingya, Uighur, dan lain-lain. Penghinaan dan pelecehan yang dilakukan kafir Barat terhadap Al-Qur’an dan Rasulullah Saw. sering terjadi dan terus berulang, sementara kaum muslimin tak kuasa bertindak apa-apa tuk menghentikannya. Keadilan bak barang mewah yang hanya dapat dinikmati segelintir pihak, tajam ke masyarakat, tumpul ke penguasa dan para pemilik modal.
Ramadan adalah bulan perjuangan. Karenanya, adanya berbagai kesulitan yang masih mendera umat ini justru mendorong kita untuk memaknai Ramadan dengan lebih istimewa, yakni dengan berkontribusi lebih ‘istimewa’ dalam perjuangan. Inilah pemaknaan Ramadan yang serupa dengan yang dahulu dilakukan Rasulullah dan generasi terbaik. Mereka menyibukkan diri dalam perjuangan menegakkan kalimatullah di muka bumi, tidak berhenti ataupun mengendur selama bulan Ramadan.
Malah tercatat empat peperangan besar yang dilakukan Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada bulan Ramadan. Ada Perang Badar Kubra pada 17 Ramadan tahun kedua setelah hijrah. Ada Perang Ahzab pada tahun 5 Hijriah. Penaklukan kota Makkah terjadi di bulan Ramadan tahun 8 Hijriah, sampai ada Perang Tabuk melawan pasukan Bizantium, Romawi Timur yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw.
Maka, sekali lagi, kondisi keterpurukan umat saat ini tak patut menyurutkan perjuangan, justru Ramadan tahun ini harus lebih ‘istimewa’ dalam perjuangan. Lebih intens dalam mujahadah, yakni melakukan usaha sungguh-sungguh melatih jiwa agar senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya melalui zikir demi memerangi hawa nafsu. Melakukan mujahadah di bulan Ramadan ini berarti menghiasi diri dengan himmah (ambisi positif) guna meraih kemuliaan dan ketinggian. Memiliki himmah yang kuat sangatlah penting agar setiap langkah perjuangan dapat ditapaki dengan penuh ketegaran dan tekad yang kuat apapun batu penghalang yang ada di hadapannya.
Apalagi perjuangan menegakkan kalimatullah hari ini belum usai. Kalimatullah tidak akan tegak tanpa adanya negara penegaknya dan dakwah ke seluruh dunia yang diembannya. Menegakkan kalimatullah, syariat islam secara total adalah di antara kemakrufan tertinggi karena dari totalitas penerapan syariat Islam, keadilan yang hari ini gagal diwujudkan sistem sekuler buatan manusia, akhirnya akan dapat dirasakan. Maka, mewujudkan kemakrufan tertinggi ini harus masuk dalam ‘daftar’ himmah di bulan Ramadan ini. Maknai Ramadan ini secara istimewa dengan lebih bersemangat melibatkan diri dalam perjuangan mulia menegakkan kalimatullah ini.
Namun, setiap perjuangan harus disertai bekal. Bekal terbaik adalah ilmu. Maka, semangat dan energi selama Ramadan ini haruslah diarahkan untuk lebih intens berburu ilmu sehingga memahami Islam secara utuh. Ilmu inilah yang menjadi bekal dan amunisi untuk melibatkan diri dalam perjuangan menegakkan kalimatullah. Memaknai Ramadan lebih istimewa adalah dengan meneruskan perjuangan Rasulullah saw., berdakwah menebarkan kesadaran di tengah umat untuk bergabung dalam perjuangan yang mulia.
Tags
Opini