Sampai Kapan Daging Bergantung pada Impor



Oleh: Neng Ipeh* 

Kementerian Pertanian menyebut pasokan pangan secara nasional pada saat Ramadan dalam kondisi aman. Namun, beberapa komoditas pangan perlu diimpor seperti bawang putih, daging sapi maupun kerbau, dan gula pasir. "Bawang merah, aneka cabai, telur, gula pasir secara nasional mencukupi, masyarakat tidak perlu khawatir untuk itu (kelangkaan)," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi saat acara Ketersediaan Pangan Jelang Ramadan dan Lebaran secara virtual, Senin (12/4/2021). (tribunnews.com/12/04/2021)

Ketua Komite Tetap Industri Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yudi Guntara Noor menjelaskan populasi sapi banyak belum tentu menghasilkan banyak daging sapi. Pasalnya, jenis peternakan sapi di Indonesia banyak yang bersifat sosial security. Artinya peternak hanya akan menjual atau memotong sapi ketika butuh misalnya untuk kurban, hajatan, dan sebagainya.

"Jadi itu sangat tidak jelas kapan, sedangkan konsumen di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan daerah lainnya, itu ada industri, rumah tangga, horeka (hotel, restoran, kafe), yang memang tiap hari membutuhkan pasokan daging," ujarnya dalam diskusi bertajuk Kerja Sama Indonesia - Australia dalam Industri Sapi dan Daging Sapi 2021, Senin (22/3). (cnnindonesia.com/12/04/2021)

Sayangnya pusat konsumsi daging sapi justru tidak berada di sentra padat sapinya, tapi daerah-daerah padat penduduk. Kondisi ini menjadi masalah bagi pasokan daging sapi di Indonesia. Karena wilayah sentra produksi sapi antara lain NTT (Nusa Tenggara Timur), NTB (Nusa Tenggara Barat), dan Jawa Timur. Sehingga, Jawa Barat dan DKI Jakarta yang merupakan konsumen terbesar daging sapi, harus mengambil pasokan daging dari luar wilayah.

Kementan telah mengklaim produksi dalam negeri di tahun 2021 juga diperkirakan meningkat dari tahun 2020 yaitu sebesar 425.978 ton. Dimana selain produksi dalam negeri, masih terdapat carry over daging sapi atau kerbau impor dan sapi bakalan setara daging dari tahun 2020 sebesar 47.836 ton sehingga stok dalam negeri tahun 2021 sebesar 473.814 ton. Sementara secara nasional, total konsumsi daging sapi dan kerbau Indonesia sebesar 717.150 ton per tahun  atau setara 2,66 kilogram per kapita per tahun. Sehingga masih ada kekurangan jumlah stok daging yang banyak. 

Masalah impor daging sapi memang jadi salah satu fokus perhatian pangan yang paling disorot Jokowi sejak di periode pemerintahan pertamanya, bahkan saat masih dalam masa kampanye. "Kalau ke depan Jokowi-JK yang jadi (Presiden dan Wakil Presiden), kita harus berani setop impor pangan, setop impor beras, setop impor daging, bawang, kedelai, sayur buah, ikan, karena semua itu kita punya," ucap Joko Widodo (Jokowi) saat berkampanye dalam Pilpres 2014 di daerah Cianjur, Jawa Barat. (kompas.com/12/04/2021) 

Indonesia terbukti pernah mewujudkan swasembada daging pada 1990 dengan produksi ternak domestik mencapai 99,32%. Namun, terjadi penurunan terus-menerus produksi dan pasokan sapi lokal hingga 70% pada 2011. Sejak itu, pemerintah menetapkan target swasembada daging pada 2005, kemudian 2010, dan selanjutnya pada 2014, namun tak pernah terealisasi hingga kini. Karena nyatanya, Indonesia masih bergantung pada daging impor.  Sehingga janji swasembada daging sapi di tahun 2026 mungkin akan terus menjadi mimpi, jika penguasanya masih hobi impor. Karena lemahnya komitmen pemerintah dalam mewujudkan stabilitas harga daging sapi melalui upaya swasembada. Padahal, Indonesia mampu mewujudkan swasembada daging sapi, asalkan penguasanya mau bekerja keras untuk menyejahterakan rakyat. 

Persoalan pangan merupakan perkara yang sangat penting. Ketahanan pangan merupakan syarat agar sebuah negara menjadi besar dan berpengaruh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok  pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141) 

Dengan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah, ketahanan pangan bukanlah sebuah hal yang sulit untuk diwujudkan. Karena Khilafah akan berusaha keras untuk menyejahterakan rakyatnya sesuai dengan tuntunan syariat Islam dan menjaga ketahanan pangannya agar menjadi negara yang mandiri.

*(Pemerhati Sosial dan Politik)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak