Oleh: Hamsia (komunitas peduli anak)
Bisnis prostitusi seakan tak akan terhenti. Ia mengganas dengan menyasar generasi. Seperti yang terbaru, publik digemparkan kasus penggerebekan hotel milik artis di Tanggerang, Banten, yang diduga menjadi sarang prostitusi anak. Mirisnya, sang artis yang kini menjadi tersangka, dikabarkan mengakui praktik prostitusi itu demi biaya operasional hotelnya.
Dilansir dari CNN Indonesia, Jumat, 19/3/2021, terdapat 15 anak di bawah umur diamankan pihak kepolisian saat menggerebek hotel milik artis Chnthiara Alona yang disebut dijadikan lokasi prostitusi online.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, belasan anak itu telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial.
Celakanya, kasus prostitusi anak ini bukan satu-satunya. Dilansir dari Sindonwes.com (24/2/2021), beberapa hari setelah kasus di Tanggerang itu, Unit Reskrim Polsek Koja, jakarta Utara juga menangkap puluhan remaja, 45 di antaranya wanita di bawah umur, di salah satu hotel terkait prostitusi online.
Kembali terbongkarnya prostitusi anak yang melibatkan artis dan puluhan anak-anak remaja yang menjadi korban membuat kemarahan dan penolakan warga agar negeri ini dibersihkan dari zina, namun semua tidaklah cukup. Sebab, tidak bisa menghentikan praktik kemaksiatan ini hanya dengan penolakkan atau sekadar kemarahan sesaat. Negara harus bertanggung jawab terhadap penghapusan segala bentuk kekerasan dan prostitusi dengan memberlakukan sistem Islam secara total.
Sungguh sangat miris, jika kita melihat kasus prostitusi ini, seakan tidak pernah berhenti. Mulai dari selebriti, kelas menengah bawah, hingga anak-anak pun tak lupuk dari bisnis haram ini. Seakan-akan pekerjaan ini dianggap hal yang biasa, selagi pekerjaan itu bisa mendapatkan uang yang banyak kenapa tidak dicoba, walaupun pekerjaan harus menjajakkan tubuh dan kehormatan seorang wanita.
Kasus prostitusi ini sangat memprihatinkan karena deretan kasus itu bagai fenomena gunung es. Realitasnya masih banyak terjadi, namun tak terungkap. Komisi Prlindungan Anak Indonesia (KPAI) bakan menyebut bahwa prostitusi anak semakin marak ditengah pandemi.
Dilansir dari Sindonwes.com (24/3/2021) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merilis data, anak yang terlibat eksploitasi sebanyak 351 anak terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sepanjang tahun 2019-2021 (Sindonews,com, 24/3/2021).
Fakta ini wajar terjadi. Karena semasa pandemi, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memaksa anak akrab dengan internet. Sementara konten-konten porno yang menyulut hasrat seksual menyebar dan mudah diakses. Teman Kementerian Komunikasi Informatika (Kominfo) menyebutkan, hingga 2020 telah ada 1.068.926 konten yang berkaitan dengan pornografi ditangan oleh Tim AIS Ditjen Aplikasi Informatika.
Menaggapi kasus prostitusi anak ini, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian (PPPA) Nahar meminta orang tua lebih memperhatikan dan menjaga anak agar terhindar dari bujuk rayu oknum tak bertanggung jawab (19/3/2021).
Fenomena prostitusi anak sejatinya menunjukkan negara hari ini gagal menjalankan fungsinya sebagai perisai. Penyebab utamanya karena negara berlandaskan pada sekularisme.
Sudah menjadi rahasia umum, jika dunia prostitusi ini menjadi hal yang biasa dilakukan oleh siapa pun, termasuk seorang artis. Karena kita mengetahui bahwa ini adalah bisnis yang mudah guna meraup pundi rupiah, tanpa bersusah payah. Apalagi dunia artis sendiri rawan dengan kemaksiatan. Gaya hidup yang glamour dekat dengan hura-hura, pesta, campur-baur laki-laki tanpa batas syar'i dan bahkan narkoba. Sayangnya, dunia semacam ini banyak dicari manusia. Termasuk kaum muslimin dan muslimah saat ini.
Pelaku bisnis prostitusi pun bebas melenggang di alam demokrasi. Demokrasi yang mengagungkan kebebasan berperilaku membuat manusia bebas melakukan perbuatan apapun yang dia sukai tanpa memikirkan dampak baik-buruknya, apalagi halal-haram termasuk dalam hal perzinahan. Asalkan suka sama suka, maka mereka merasa aktivitas menjual diri, mereka nilai sah-sah saja, apalagi jika mendapat bayaran fantastis. Anda jual, saya beli. Maka tidak heran jika kemaksiatan semakin merajarela karena mereka sudah tidak memikirkan tentang dosa.
Itulah lingkaran setan prostitusi yang tak akan bisa diputus saat ini. Sebab, tidak ada yang bisa menghukum para pelaku perzinahan yang jelas-jelas melanggar syariat Islam itu. Fakta yang lebih menyedihkan yang mendera bangsa Indonesia, padahal notabene penduduknya mayoritas muslim. Sebuah ironi, negeri muslim terbesar namun kemaksiatannya juga sangat besar.
Inilah sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat. Serta diamini oleh para pelaku kemaksiatan itu. Urusan surga atau neraka itu urusan nanti. Yang penting, mereka senang. Begitulah pemikiran sekuler-liberal yang melakukan segala sesuatu dengan sebebas-bebasnya.
Sudahi prostitusi untuk meciptakan masyarakat yang bersih. Caranya, ganti sistem sekuler dengan sistem Islam. Negara wajib menerapkan hukum-hukum Islam berdasar Alquran dan sunah. Negara harus tegas memberikan sanksi pidana kepada para pelaku prostitusi. Mucikari, PSK dan pemakai jasanya semua harus dihukum.
Mereka adalah subyek dalam lingkaran prostitusi. Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun.
Di sisi lain, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat. Caranya, ciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya hingga seluruh warga dapat mengakses suber rezeki degan cara halal. Sehingga, alasan mencari nafkah tidak bisa lagi digunakan untuk melegalkan prostitusi.
Tentu saja, ini juga didukung dengan memberikan bekal kepandaian dan keahlian pada warganya. Dengan demikian setiap individu mampu bekerja dan berkarya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Jadi, tidak perlu menjual tubuhnya lagi.
Di samping itu, tutup semua tempat-tempat hiburan yang dijadikan sarang maksiat. Perketat tayangan-tayangan di media yang menawarkan gaya hidup bebas. Sebab, gaya hidup mewah inilah inspirasi bagi para perempuan penjajah cinta untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Tak ketinggalan, perkuat pondasi keimanan dan ketakwaan dalam keluarga. kaum ibu dan anak-anak perempuan menjaga kehormatannya. Demikian pula kaum ayah dan anak laki-laki, dengan pemahaman agama yang benar, harus memiliki rasa hormat pada perempuan. Dengan begitu tidak terpikir untuk melakukan tindak maksiat. Dengan solusi Islam, prostitusi tersingkir secara perlahan tapi pasti. Wallahu a’lam bish shawwab.