PEREMPUAN DAN TERORISME



Oleh : Eka Sefti

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Centra Initiative dan peneliti Imparsial Al Araf menyarankan kepada Kepolisian RI untuk memperketat sistem pencegahan dan pengawasan di seluruh kantor polisi. Pengetatan ini setelah terjadi penyerangan di Markas Besar Kepolisian RI. "Serangan yang terjadi di Makassar dan Jakarta menunjukkan kelompok teroris masih memiliki jejaring untuk terus melakukan perlawanan dengan aksi bom bunuh diri, penembakan, dan lainnya," kata Al Araf, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (31/3). Dalam konteks tersebut, Al Araf mengatakan masyarakat jangan terbawa pada tujuan kelompok teroris dengan merasa takut. Kelompok teroris harus dilawan dengan tidak merasa takut yang berlebihan. Sebelumnya, terjadi penyerangan terhadap Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan pada Rabu sore oleh seseorang bersenjata api. Pelaku seorang perempuan kemudian dilumpuhkan polisi dengan tembakan hingga tewas.

 

Dari hasil penyelidikan pihak kepolisian menemukan bahwa pelaku yang bernama Zakiah Aini adalah simpatisan ISIS yang melakukan aksi seorang diri (lone wolf). Zakiah diduga berideologi ISIS dari unggahan di akun instagramnya yang baru ia buat sehari sebelum beraksi di Mabes Polri. Dalam postingannya Zakiah mengunggah foto bendera ISIS dan tulisan mengenai jihad. (kompas.com, 1/4/2021)

 

Terorisme Bukan Dari Islam

 

Bukan cerita baru lagi, aksi terorisme selalu dikaitkan dengan ajaran Islam yang suci. Padahal, tak ada satu pun nas dalam Al-Qur’an dan Hadis yang membenarkan perbuatan tersebut.

Menyoroti peristiwa ini, pakar politik Islam Dr. Ryan, M,Ag. di kanal Ngaji Shubuh (29/3/2021) mengutuk dan menyatakan keprihatinannya. Tetapi ia menekankan agar peristiwa ini tidak dikaitkan kepada Islam. Seolah Islam yang mendorong terjadinya aksi ini. Bahkan lebih jauh jangan digiring kepada isu radikalisme yang sangat sering dilekatkan dengan Islam dan simbol-simbolnya.

 

Ia menyayangkan sering terjadi opini atau framing yang melekatkan ajaran Islam dengan terorisme dan radikalisme untuk ditanamkan di benak publik. “Padahal sudah dinyatakan bahwa peristiwa ini tidak terkait dengan agama apapun,” ujarnya. Padahal dalam Islam, nilai kehidupan lebih berharga dari pada dunia dan seisinya. Bunuh diri hukumnya haram. Apabila ada yang bunuh diri dan mengatasnamakan Islam, jelas itu adalah sebuah kebohongan. Apalagi mengaitkan bunuh diri dengan menyebut sebagai bentuk dari jihad. Jelas kesalahan yang fatal. Bunuh diri bukanlah jihad. Tidak ada pembenaran dalam tindakan bunuh diri. Kaum muslim seharusnya mengecam perbuatan ini.

 

Tidak hanya mengkaitkan pada agama, peristiwa ini juga mencoreng kemuliaan muslimah. Pelaku di Mabes Polri adalah seorang perempuan berusia muda. Begitu pun pelaku bom bunuh diri di Makassar, merupakan suami dan istri yang usianya masih belia.

Terlepas dari peristiwa tersebut yang penuh dengan kejanggalan, peristiwa tersebut sama-sama melibatkan perempuan. Hal demikian telah memantik perbincangan di berbagai kalangan untuk menelaah lebih jauh peran perempuan terhadap aksi terorisme, yang dianggap semakin mendapat peran sentral.

 

Dalam hal ini Feminisme menganggap keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme adalah buah dari ketergantungan perempuan terhadap laki-laki. Sehingga, upaya untuk menghilangkan budaya patriarki adalah langkah efektif dalam menghilangkan keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme. Menurut mereka pula, budaya patriarki yang masih kental di negeri ini disebabkan ajaran agama Islam yang mendiskreditkan perempuan.

 

Oleh karenanya, selain mengutuk aksi terorisme ini para pegiat kesetaraan gender pun menuduh ajaran Islam yang mendiskreditkan perempuanlah menjadi biang keladi keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme.

 

Feminisme Memperkeruh Derita Perempuan

Perlu dipahami bersama, bahwa upaya mengentaskan perempuan dari radikalisme dan terorisme dengan gerakan feminisme bukanlah sebuah solusi fundamental. Standar kaum feminisme tak pernah jauh dari kata materi. Maka memberdayakan kaum muslimah menurut pandangan feminisme sama saja dengan menjauhkan perempuan dari fitrahnya.

 

Kaum muslimah justru akan dieksploitasi untuk menggerakkan perekonomian. Potensinya direnggut demi sebuah standar materi dan menjaga eksistensi agar berdikari dalam segala lini. Bebas terhadap aset tubuh yang dimiliki, termasuk reproduksi. Disibukkan dengan berbagai aktivitas yang tidak ada korelasinya dengan tanggung jawabnya sebagai perempuan. Yaitu ummu warobatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga).

 

Hilangnya peran perempuan sebagaimana kodratnya terbukti mendatangkan berbagai kerusakan. Dan kerusakan yang paling fatal adalah rusaknya generasi yang seharusnya menjadi penerus bangsa. Oleh karenanya, hal yang harus ditakuti bukan syariat Islam apalagi orang yang melaksanakannya. Namun penerapan sistem kapitalisme serta derivatnya termasuk feminisme yang terbukti mendatangkan berbagai permasalahan.

 

Mengambil langkah penyelesaian seperti yang disodorkan kaum feminisme jelas berpeluang mendatangkan berbagai permasalahan baru. Karena penyelesaian tersebut berasal dari akal manusia yang serba terbatas. Sehingga tidak relevan untuk dijadikan acuan.

 

Oleh karenanya perlu aturan yang komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan ini. Hal itu hanya ada dalam syariat Islam yang selama ini selalu distigma negatif. Serta upaya untuk menghentikan tudingan miring dan fitnah keji terhadap Islam hanya bisa dilakukan apabila kepala negara tersebut memahami syariat Islam. Menjadikan syariat Islam sebagai way of life dalam menjalankan pemerintahan.

 

 

Islam Memuliakan Perempuan

Islam tidak mengenal istilah kesetaraan gander. Setara atau tidak bukanlah satu topik yang harus dipermasalahkan. Jikalau setara, belum tentu hal tersebut menyolusi permasalahan yang hanya ditemukan pada peradaban Barat yang mencampakkan aturan Allah Swt.

 

Islam memuliakan wanita dengan tugas utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Peranan optimum yang sesuai fitrahnya menjadikan wanita sebagai pihak yang turut mengambil bagian penting dalam mewujudkan peradaban yang gemilang.

 

Dari rahim mereka lahir para tokoh, negarawan, ahli politik, cendekiawan, intelektual, dan tokoh-tokoh lain yang keberadaannya sangat bermanfaat bagi umat, karena peranan wanita yang sesuai dengan sifatnya.

 

Dari perspektif kemanusiaan, Islam memandang wanita dan lelaki sebagai satu. Islam menjamin hak-hak wanita sebagai manusia, yaitu dilindungi kehormatannya, akal, harta, nyawa, agama, keselamatan, pendidikan, kesehatan, dan kebajikan, termasuk hak-hak politik mereka. Hal ini tidak lain supaya peranan ini dapat dilaksanakan secara optimum oleh perempuan tanpa mengabaikan hak-hak mereka sebagai manusia.

 

Oleh karena itu, pelibatan perempuan dalam aksi terorisme bukanlah bersumber dari ajaran Islam. Sebab, Islam memuliakan perempuan dengan perannya yang telah disyariatkan Allah Swt..

 

Sungguh, isu terorisme yang menyudutkan Islam dan para pemeluknya adalah satu alasan bagi kita untuk berjuang semakin keras dalam mewujudkan kehidupan Islam. Agar Islam kembali menerangi umat manusia dan perempuan kembali menemui kemuliaannya.

Wallahu a’lam bish showab. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak