Penista Agama Kian Eksis di Negara Demokratis


oleh Ratna Nurmawati
(Muslimah Peduli Umat)

Meskipun dikatakan sebagai negeri Yang mayoritas muslim, namun kasus penistaan agama dan simbol islam justru sering berulang. Sungguh ini adalah sebuah ironi yang amat memilukan. Sudah tak terhitung berapa kali kasus penistaan agama islam keluar dari mulut para penista. Mulai dari politisi, calon gubernur, seorang nenek tua, pemuda dan yang terbaru dari seorang yutuber yang mengaku sebagai nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad SAW.

Tak hanya itu, diapun menghina kesucian Allah SWT dan menantang siapapun yang berani melaporkannya kepihak yang berwajib. Perbuatan yang rendah ini akan terus berulang dalam bentuk baru dan pemain baru selama kebebasan berpendapat masih dilegalkan.

Kebebasan berpendapat yang diberikan oleh perspektif demokrasi telah nyata hanya melahirkan orang yang berani menyimpangkan kebenaran islam. Menghina dan menghujat ajaran islam yang sudah pasti kebenarannya. Seperti kebenaran Alquran dan kemaksuman Nabi Muhammad SAW.

Meskipun telah ada Undang - undang yang mengatur sanki terhadap penista agama yaitu pasal KUHP pasal 156(a), namun suara para penista masih nyaring terdengar. Ini semua diakibatkan karena landasan peraturan lahir dari sebuah pradigma batil yaitu sekulerisme. 

Sekulerisme telah memisahkan kehidupan manusia dari perspektif agama. Alhasil dalam membuat aturan, agama hanya diposisikan sebagai salah satu dari sekian nilai atau norma yang  menjadi rujukan dalam pembuatan undang - undang.

Keberadaan agama bukanlah satu - satunya rujukan dalam mengatur kehidupan manusia.  Oleh karena itu sudah bisa dipastikan, penghinaan terhadap Rasulullah SAW dan ajaran islam akan tetap ada jika sistem sekuler liberal masih eksis dalam kehidupan manusia. Sebab agama hanya dijadikan pelengkap semata tanpa jadi pijakan seutuhnya. 

Penista agama tidak akan ada jika landasan islam diposisikan sebagai landasan konstitusi dalam arah pandang islam. Hukum dalam islam berasal dari Allah SWT Sang Maha Adil dan digali dari Alquran dan Al Hadis. Sehingga hukum tidak akan berubah - ubah sesuai kepentingan golongan tertentu.

Berkaitan dengan penghinaan Rasulullah SAW, islam telah memberikan gambaran yang sangat jelas :
1. Keagungan dan kemuliaan Nabi SAW dijelaskan langsung oleh Allah SWT. Hal itu dijelaskan didalam Alquran dan banyak riwayat. Salah satunya dalam quran surat Al Qolam ayat 4 yang artinya : "Dan sesungguhnya engkau benar - benar berbudi pekerti yang luhur."
Tak ada nabi yang dipuji begitu tinggi melebihi Nabi Muhammad SAW.

2. Umat islam wajib menunaikan hak - hak Rasulullah SAW,  diantaranya: mengimani, menaati, meneladani, mencintai, memuliakan dan bershalawat kepadanya. 

3. Menyakiti Nabi diancam dengan azab yang pedih dan hukumnya adalah haram. 

4. Hukum bagi orang yang secara sengaja menghina, mencaci dan yang menganggap Nabi ada kekurangan, adalah hukuman mati yakni wajib dibunuh. Perkara ini sudah termasuk ijmak tidak ada perbedaan dikalangan ulama. 
Dalam menentukan batasan tindakan orang yang menistakan Rasulullah SAW,  ibnu Taimiyah dalam bukunya Assharim at mas'ul Ala syatimi ar Rasul bab 1 hal 563 yang artinya" Pedang terhunus untuk penghujat Rasul ". Menjelaskan kata - kata yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabatnya. 
Adapun sanki bagi pelaku penista Rasul SAW adalah hukuman mati. Dalil terkait hukuman mati bagi penghina nabi adalah Alquran, Hadis dan Ijmak sahabat.
"Ada seorang wanita yahudi yang menghina Nabi SAW dan mencela beliau. Kemudian orang ini dicekik oleh seorang sahabat sampai mati. Namun, Nabi SAW menggugurkan hukuman apapun darinya (sahabat itu)."HR. Abu Daud 4362 dan dinilai jayid oleh Syahikul Islam. 

6. lalu apa alasan Nabi SAW pernah memafkan orang yahudi yang menghinanya? Jawabannya adalah:
(a) Itu terjadi pada awal dakwah islam dengan motif dakwah kepada mereka.
(b) Pihak yang berhak memaafkan adalah Rasulullah sendiri bukan orang lain karena Rasul sebagai pihak yang di dzolimi.
(c) Bagi umatnya,  penghinaan pada Rasulullah adalah penghinaan pada islam. Bahkan penghinaan kepada Allah, karena Rasulullah refresentasi mutlak islam. Maka hukuman mati harus ditegakkan apa adanya. 

7. Hukuman bagi yang menghina Nabi secara tidak sengaja (tidak langsung) yakni hanya lelucon meremehkan, maka tetap hukumannya adalah hukuman mati. Berbeda halnya bagi mereka yang dipaksa melakukan penghinaan sedangkan hatinya tetap beriman, maka mereka terlepas dari hukuman. 

8. Hukuman bagi yang diduga menghina Nabi dengan ungkapan yang samar dan multitafsir, para ulama berbeda pendapat. Antara menegakkan hukuman mati atau membiarkannya hidup. Dalam hal ini diperlukan atasnya sidang. 

9. Jika pelakunya orang kafir harbi, maka bukan hanya terkena hukum bagi penghina Nabi, namun lebih dari itu. Harus ditegakan hukum perang karena hubungan dengan mereka adalah perang atau jihad. 

10. Jika pelakunya kafir dzimmi, maka ditegakkan hukuman mati atas mereka karena sudah tidak ada perlindungan baginya. Jadi mereka dibunuh karena kekafiran mereka.

11. Jika pelakunya adalah orang muslim, maka mereka juga dijatuhi hukuman mati. Namun para ulama berbeda pendapat, apakah pelanggaran hadd atau kekufuran/murtad. Jika termasuk pelanggaran salah satu hudud Allah, maka pertaubatannya tidak diterima (ini pendapat Malikiyah). Namun jika dihukumi murtad, maka diberlakukan hukuman mati sebagai seorang murtad dan pertaubatannya bisa diterima (ini pendapat Syafiiyah). 

12. Hukuman kepada penghina Nabi bisa ditegakkan oleh individu tanpa harus menunggu Khilafah. Kecuali ada tiga keadaan:
(a) Pada konteks hukuman mati atas pelaku muslim yang dihukumi murtad dimana dalam mazhab syafei diterima pertaubatannya, maka harus ada qadhi atau Kahlifah. Artinya jika ditetapkan hukuman hadd, maka bisa langsung di eksekusi. 
(b) Pada keadaan hukuman bagi orang yang samar atau multitafsir dalam ungkapannya yang diduga menghina Rasulullah, maka harus ada qadhi/hakim yang diangkat oleh imam/khalifah dalam melakukan pembuktian dan eksekusi.
(c) Pada keadaan memobilitasi jihad (futuhat) kepada negara kafir harbi. Hal seperti ini telah dipraktikan oleh para pemimpin islam terdahulu. Contohnya pada masa kekhalifahan utsmaniyah. Khalifah Abdul Hamid ll langsung mengultimatum kerajaan Inggris yang bersikukuh untuk melaksanakan rencana pementasan drama karya Voltaire yang isinya menista kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Khalifah berkata "kalau begitu saya akan mengeluarkan peritah kepada umat islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar! ".
Pada hari itu, kerajaan Inggris pun ketakutan dan pementasan itu dibatalkan. 

Oleh karena itu, jika sebuah negara masih berladaskan pada ideologi sekuler - liberal. Hanya akan menetapkan agama sebagai pelengkap bukan sebagai pijakan. Maka akan tumbuh penista agama selanjutnya. Dengan demikian jelas bukan hanya islamlah sistem yang mampu menutup mulut para penista.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak