Mulia karena Taqwa , Bukan karena Tahta



Oleh: Ani susilowati, S.Pd*

Marhaban yaa Ramadhan, tidak terasa telah masuk bulan Ramadhan yang mulia bertabur pahala. Bulan yang didalamnya diwajibkan berpuasa yang dapat mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa. Ramadhan bulan bertabur pahala yang berlipat ganda, bulan pengampunan atas dosa-dosa. Bulan yang di dalamnya pintu- pintu surga dibuka dan pintu- pintu neraka ditutup, setanpun dibelenggu.

Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu Lailatul qodar . Bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai pedoman hidup manusia yang merupakan sumber kebahagiaan dunia dan akhirat.
Singkatnya Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah berlimpah. Karena itu selayaknya setiap muslim bergembira menyambut bulan ramadhan yang mulia. Tamu agung yang membawa banyak sekali keutamaan.

Memasuki Ramadhan kali ini tentu kita berharap bahwa puasa yang kita lakukan dapat mewujudkan ketaqwaan sejati pada pribadi kita sebagaimana yang Allah SWT kehendaki.

Taqwa menurut imam at thabari yang mengutip dari pernyataan Al Hasan adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas mereka. Dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan.

Sebagaimana juga sabda Rasulullah kepada Mu'adz bin Jabal : 
" Bertaqwa lah engkau kepada Allah dimana saja" ( HR . Tirmidzi)

Banyak ciri yang disifatkan kepada orang yang Muttaqin diantaranya adalah orang yang mengimani yang ghaib, mendirikan sholat, menginfaqkan harta baik lapang maupun sempit, mengimani Alquran dan kirab- kitab sebelumnya, mengimani alam akhirat, mampu menahan amarah, memaafkan, dan jika melakukan.kesalahan langsung taubatan nasuhah. 

Ketaqwaan juga menuntut untuk dilakukan di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap muslim hendaknya mengamalkan seluruh syariah- Nya, baik terkait aqidah, Ubudiyah , pakaian, makanan, akhlaq, muamalah ( ekonomi, sosial, budaya, pemerintahan, dll), maupun uqubat dan sanksi hukum. Dengan demikian maka buah taqwa dapat kita raih dibulan ramadhan .
Dan idealnya setiap mukmin setiap usai ramadhan pun senantiasa terus berupaya untuk menjalan kan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.

Ditengah kehidupan sekuler saat ini yang tidak menerapkan syariah Islam secara kaffah , kaum muslim tentu membutuhkan pemimpin yang benar- benar bisa mewujudkan hikamah puasa pada dirinya yakni taqwa

Pemimpin yang bertaqwa adalah pemimpin yang amanah , tidak mengkhianati Allah dan RasulNya
Oleh karena itu pemimpin yang bertaqwa tidak mungkin menyalahi Alquran dan as Sunnah , tidak akan mengkriminalisasi Islam dan kaum muslimin , apalagi memusuhi oramg- orang yang memperjuangkan penerapan syariah islam kaffah. Bahkan sebaliknya mereka akan menerapkan syariah Islam kaffah sebagai wujud ketaatannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian, indikator ketakwaan seorang pemimpin adalah menerapkan hukum-hukum Allah secara kaffah (menyeluruh) di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai manifestasi ketakwaan.

Menerapkan syariah secara kaffah dalam negara adalah menjadikan seluruh aspek negara seperti politik, budaya, pendidikan, ekonomi, dan keamanan berbasis tauhid. Pemimpin yang bertakwa adalah pemimpin yang tunduk dan patuh sepenuhnya terhadap syariat Allah.

Meminjam bahasa Hamka yang menyindir, “Buat apa berkuasa jika tidak mau menegakkan hukum Allah?”

Kesempurnaan ketakwaan seorang pemimpin hanya bisa direalisasikan dalam daulah Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Ketakwaan seorang pemimpin tidak bisa sempurna dilaksanakan dalam negara berbentuk demokrasi sekuler, apalagi dalam negara komunis ateis.

Inilah pentingnya seorang pemimpin yang bertakwa ditopang oleh sistem negara yang juga islami. Hanya dalam daulah Islam, keimanan dan ketakwaan rakyat dan pemimpin bisa diwujudkan secara sempurna.
Inilah buah dari puasa yang sejati yaitu ketaqwaan . Baik pada diri, masyarakat, juga negara.


*(Aktivis Muslimah)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak