Kompor listrik, Kemaslahatan Siapa?



Oleh  Aisha Besima 

(Aktivis Muslimah Banua)


Pemerintah bersama PLN merencanakan konversi kompor gas ke Kompor induksi (listrik). Kelompok mana yang disasar, apakah untuk kemaslahatan rakyat ataukah sebaliknya?


 Program konversi 1 juta kompor gas LPG ke kompor induksi yang digagas PLN diyakini bisa terwujud. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan itu karena pelaksanaan program terkait pembangunan perumahan atau hunian yang dikerjakan kementeriannya. (Liputan 6.com, 31/3/2021). 


Pemerintah berupaya untuk meningkatkan konsumsi listrik dan  menekan impor LPG. Salah satu langkahnya adalah mendorong masyarakat untuk bisa meggunakan kompor listrik. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana menjelaskan sampai saat ini pemerintah masih melakukan sosialisasi dan kampanye penggunaan kompor listrik. Selain lebih hemat, penggunaan kompor listrik bisa menekan angka impor LPG selama ini. (Republika.co.id ,13/1/2021).


Hanya saja, belum jelas kelompok masyarakat mana yang akan mendapatkan paket perdana ini jika rencana tersebut terealisasi. Jika meniru konversi minyak tanah ke LPG, maka masyarakat miskin yang mendapatkan kompor listrik gratis ini.

Tapi, apakah daya listrik pelanggan subsidi 450 VA dan 900 VA kuat memasak pakai kompor listrik, atau kompor listrik dibagikan ke ke pelanggan 1.300 VA ke atas yang artinya mensubsidi orang kaya. Ini yang patut kita pertanyakan, belum lagi masalah ketersediaannya sarana.


Jika kita menilai rencana bagi-bagi kompor listrik menjadi sebuah dilema. Sebab, bagi pelanggan subsidi 450 VA dan 900 VA akan kaget dengan tagihan listriknya yang berpotensi naik. Selain itu, kemungkinan harus membeli alat-alat masak baru yang terbilang mahal.


Sangat disayangkan memang rencana ini tidak sejalan dengan peningkatan penggunaan EBT dalam pembangkit listrik PLN, penggunaan kompor listrik tidak akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan pencemaran udara. 


Maka jika kita amati benarkah rencana ini untuk kemaslahatan masyarakat atau justru sebaliknya, karena pada faktanya pemerintah malah membebani masyarakat dengan membengkaknya tagihan listrik, juga tidak memadainya kapasitas listrik.


Sistem kapitalisme sejatinya tak memberi dampak positif apa-apa bagi rakyat. Sistem ini justru menimbulkan kesenjangan dan kesengsaraan jangka panjang. Sudahlah kesejahteraan hidup tak didapat, kekayaan milik rakyat diembat.


Rencana migrasi ke kompor listrik justru membebani rakyat. Seandainya kebijakan itu benar-benar diterapkan, penggunaan kompor listrik justru membuat biaya operasional lebih tinggi 10-30 persen dibandingkan kompor gas. Sebab, kompor listrik cenderung lebih banyak menyedot penggunaan listrik di rumah. Alhasil, tagihan listrik pasti membengkak.


Kebijakan konversi ke kompor listrik mengonfirmasi ketidakhadiran negara sebagai pelayan umat yang sesungguhnya. Subsidi LPG untuk rakyat dianggap beban. Begitulah watak penguasa kapitalis. 


Inilah realita dalam kapitalisme, setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selalu berorientasi pada kepentingan dan keuntungan bagi korporasi. Nyatanya tidak ada sama sekali masyarakat diuntungkan. Kapitalisme sebagai penyangga sistem dunia saat ini juga terbukti gagal menciptakan kesejahteraan manusia. 


Berbeda jauh dengan sistem Islam kebutuhan rakyat terutama kebutuhan pokok memang betul-betul diatur untuk kemaslahatan masyarakat, dan memudahkan masyarakat. Kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. 

“Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”.Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).


Para ulama terdahulu sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama, dan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau hanya sekelompok orang. Mereka berbeda pendapat tentang sumur, mata air di tanah milik seseorang, padang rumput yang sengaja ditanam seseorang di tanahnya dan semisalnya, apakah boleh dimiliki pribadi ataukah milik umum. 


Namun, agar semua bisa mengakses dan mendapatkan manfaat dari ketiganya, negara mewakili masyarakat mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dari harta-harta milik umum itu. Harta milik umum harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.


Islam menjamin kesejahteraan rakyat, salah satu bagian terpenting dari syariat Islam adalah adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu masyarakat. Maka tidak akan pernah ada kebijakan yang dikeluarkan hanya menguntungkan korporasi dan merugikan masyarakat, Islam memiliki kemampuan untuk mengatur pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan mekanisme periayahan yang sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat merasakan kesejahteraan. 


Hanya saja hal ini hanya terwujud ketika kita menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sudah saatnya kita memperjuangkan agar Islam diterapkan dalam sebuah negara, sehingga kesejahteraan dan keberkahan umat akan dapat dirasakan. Mari bersama-sama menempuh perjuangan yang mulia dengan harapan diterapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, hingga Allah memberikan kemenangan kepada umat Islam ini. 

wallahu a’lam bi ash-shawâb.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak