Oleh Samsinar
(Member Akademi Menulis Kreatif)
“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana perisai, ia adalah pelindung dari segala mara bahaya, pelindung dan pemberi rasa aman dari segala ancaman yang mengintai harta, jiwa dan raga umat. Demikianlah esensi dari adanya khilafah ditengah-tengah umat.
Khilafah adalah perkara urgen yang harus segera diadakan. Melihat kenyataan, keadaan serta kehidupan umat hari ini. Dikepung musibah, dikelilingi bahaya ancaman dari berbagai penjuru. Penculikan, perampokan, penganiayaan, hingga kekerasan seksual bahkan mengintai anak-anak bangsa ini. Siapa lagi yang dapat melindungi jika bukan khilafah? Siapa lagi yang dapat memberi rasa aman jika bukan khilafah?
Berharap pada demokrasi? bagai pungguk merindukan bulan inilah peribahasa yang pas disandingkan dengan harapan pada demokrasi. Bertahun-tahun bahkan sudah berpuluh-puluh tahun negeri ini dipayungi oleh demokrasi. Adakah setitik saja harapan untuk bisa hidup aman sentosa? Bukankan bukti nyata sudah terpampang jelas dihadapan kita, bahwa justeru akar dari berjuta problem yang dihadapi negeri ini adalah demokrasi?
Korupsi, bukankah akar masalahnya demokrasi yang mengajarkan bahwa materi adalah sumber kebahagiaan? Narkoba, bukankah akar masalahnya demokrasi yang melakukan pembiaran terhadap produksi barang haram asalkan menguntungkan dari segi materi?
Pencurian, begal, perampokan bahkan hingga sampai pada kasus pembunuhan terus saja berulang, bukankah akar masalahnya demokrasi yang sistem sanksinya tidak membuat jera pelaku tindak kriminal? Serta masih tersimpan berjuta masalah lainnya.
Fakta telah menunjukkan bahwa tak ada harapan kesejahteraan dalam naungan demokrasi. Bernaung di bawah payung demokrasi justru mengundang berbagai musibah juga berbagai bencana alam. Tidakkah musibah serta bencana itu cukup menjadi peringatan dan bahan muhasabah bagi kita untuk kembali kepada aturan Allah Sang Khalik?
Saatnya berpaling dan kembali pada sistem yang telah diturunkan oleh al-Khalik al-Mudabbir Allah ‘Azza wa Jalla sang pencipta dan pengatur. Sistem Islam yang akan menjadi perisai bagi umat secara keseluruhan. Perisai sebagaimana dalam hadist pembuka tulisan di atas adalah imam/khalifah. Imam yang memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza Wa Jalla serta berlaku adil kepada seluruh rakyatnya. Imam/khalifah menjadi pengurus dan penguasa tertinggi bagi kaum muslim.
Imam Abu Zahrah menjelaskan bahwa imamah dan khilafah, begitu juga imam dan khalifah itu sama.
“Semua mazhab politik berkisar tentang khilafah, yaitu imamah kubra. Ia disebut khilafah, karena ia yang mengurus dan menjadi penguasa tertinggi bagi kaum muslim. Menggantikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengurus urusan mereka. Ia juga disebut imamah, karena masyarakat berjalan di belakangnya, sebagaimana orang yang berada di belakang orang yang menjadi imam shalat mereka.
Perisai itu (khilafah) pernah ada dan melindungi umat selama kurang lebih 1.300 tahun lamanya. Namun, perisai itu runtuh dan hilang tepat pada tahun 1924 M. kehilangan perisai membuat umat ini bagai anak ayam kehilangan induknya. Berbagai masalah harus ia hadapai dan selesaikan sendiri. Tidak ada tempat bernaung, tidak ada tempat untuk meminta perlindungan atas jiwa dan hartanya. Lihatlah umat Islam di Palestina, Uighur, Bosnia, mereka terus di bantai. Tidak adalagi perisai yang mampu melindungi jiwa, harta serta nyawa mereka.
Mengadakan dan menegakkan khilafah yang akan menjadi perisai umat adalah kewajiban yang mendesak untuk ditegakkan. Khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Ia akan menjadi tameng bagi umat Islam di seluruh dunia. Para ulama menjadikan as-sunnah sebagai dalil atas kewajiban menegakkan khilafah. Diantaranya hadis Nabi saw.
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang khalifah), maka dia mati seperti mati jahiliah (demgan membawa dosa).”(HR. Muslim)
Selain itu, kaidah ushul yang dijadikan pijakan oleh para ulama dalam menetapkan kewajiban menegakkan Khilafah adalah kaidah “Setiap perkara yang mengakibatkan suatu kewajiban tidak bisa sempurna penunaiannya tanpa perkara tersebut maka perkara itu hukumnya juga wajib.”
Kewajiban akan tegaknya khilafah menuntut peran serta semua potensi umat dengan beragam latar belakang. Peran ini akan mengantarkan pada penyelesaian persoalan bangsa dan selanjutnya akan membuat kehidupan setiap individu umat teriayah dan mendapat kemuliaan. Kini saatnya menegakkan khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah, saatnya mengembalikan perisai yang hilang.
Wallahu a’lam bishshawab.