Karut-marut dalam Sistem kufur

 


Oleh Ummu Afifah

(Theraphys bekam & Rukiyah syar'iyah Faiqoh)


 Sudah hampir dua bulan ini warga Desa Sugih Waras, Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten OKI, Sumsel, tidak menikmati air bersih PDAM Tirta Agung. Akibatnya warga desa tersebut terpaksa harus menggunakan air sumur atau sungai untuk kebutuhan mandi cuci kakus (MCK). Ironisnya, Desa Muara Telang yang bertetangga dengan Desa Sugih Waras, air bersihnya mengalir setiap hari alias tidak kekurangan. 


Joni, salah satu warga Desa Sugih Waras mengatakan bahwa tidak mengalirnya air PAM ke desanya karena alasan klasik manajemen PDAM Tirta Agung yang merugi akibat proyek pemasangan pipa pelanggan gagal. Pipa induk yang mengalir ke desanya sengaja ditutup di perbatasan Desa Muara Telang dan Desa Sugih Waras oleh pegawai PDAM.


“Alasannyo di desa kami banyak pelanggan ilegal. Boleh bae menuduh, tapi PDAM Tirta Agung kan biso mencari dan memutus pelanggan ilegal tersebut. Jangan korbankan pelanggan legal,” kata Joni, Kamis (15/4). Dalih lainnya, sambung Joni, PDAM Tirta Agung mengaku rugi akibat pemasangan pelanggan baru di desanya. “Yang korupsi siapo, yang merugi siapo,” imbuhnya. (dom).


Miris ternyata ini salah satu ketidak berdayaan penguasa (negara) dalam mengurusi hajat hidup rakyatnya. Seakan probematika kehidupan ini penyebabnya rakyat. Rakyat jadi tertuduh, rakyat selalu dikorbankan, yang wajib menanggung beban itu rakyat, semuanya rakyat yang salah. Mungkin itu kekesalan yang ada dalam dada kita ketika menyikapi kenyataan yang tak ada habisnya.


Kenyataan inilah yang harus kita renungkan bahwa negeri kita telah Allah Swt  anugerah kan kekayaan alam yang sangat melimpah.Apakah karena kita kurang bersyukur? Sebab seakan keberkahan hidup tidak kita punyai. Hari demi hari juga setiap lima tahun kita ganti pemimpin, toh tidak ada perubahan yang signifikan. Rakyat kian terpuruk, kemiskinan, kemaksiatan bahkan kejahatan tidak ada hentinya, terus terjadi dan terus berulang.


Mungkin inilah yang dinamakan salah dalam menerapkan aturan kehidupan. Adalah suatu kewajaran jika saat ini kita mengadopsi sistem yang bukan berasal dari Islam. Justru Allah Swt. telah berfirman:

"Katakanlah (Muhammad), Benarlah (segala yang difirmankan) Allah. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk orang musyrik." (TQS. Ali 'Imran [3]: 95)


Sistem Demokrasi kapitalis, yang membuat negeri ini dikuasai para pengusaha dan konglomerat berikut keluarga dan kroninya. Hajat hidup rakyat seharusnya berada dalam kepengurusan atau jaminan negara namun saat ini justru berada ditangan pengusaha. Segala sesuatu dalam   pengambilan keputusan adalah pengusaha, kebijakan negeri ini seakan telah sirna dari benak penguasa. Negara berlepas tangan dari kepengurusannya dan negara berperan sebagai calo atau perantara yang mendapat free dari pengusaha sebagai pedagang yang mencari keuntungan sedangkan rakyat sebagai pembeli tentunya harus pasrah dengan harga pasar yang ditetapkan pengusaha. Alhasil rakyat menderita karena kehidupan yang susah membustnya berjibaku untuk bertahan hidup.


Memang didalam sistem kapitalis tentu yang mereka cari adalah keuntungan semata dalam setiap kesempatan. Mereka menguasai negeri ini dengan penguatan kepentingan mereka dengan UU yang disahkan oleh DPR sebagai wakil rakyat. Namun DPR mewakili rakyat hanya pada kesenangan (pasilitas rumah dinas, mobil dinas dan segala bentuk fasilitas bagi kinerja mereka) tanpa memberikan pembelaan kepentingan  menyangkut kebutuhan hidup rakyat. Seperti: pemberlakuan tarif angkutan umum, kenaikan listrik, kenaikan BBM, UU OMNIBUSLAW  dan lain sebagainya. 


Padahal Rasulullah Saw. telah bersabda: " negara berserikat atas padang rumput, air dan api." (HR. Muslim). Artinya ketiga kebutuhan tersebut yang pemenuhannya wajib dipenuhi kebutuhannya  adalah negara dan haram hukumnya jika diserahkan ke individu /pengusaha untuk mencari keuntungan. 


Adapun didalam sistem Islam, negara mendanai kebutuhan rakyat melalui Baitul mall. Sumber pendapatan Baitul Maal diantaranya adalah zakat, fai', jizyah, kharaj, usyur, ghanimah, harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris, barang tambang, harta shuf'ah, waqaf, harta yang ditinggal lari oleh pemiliknya, dan harta orang murtad.


Inilah yang membuat keyakinan pada diri setiap muslim bahwa sistem kapitalis tidak akan membawa perubahan yang lebih baik walau sudah berganti sosok pemimpin. Namun kenyataannya negeri ini tetaplah terpuruk. Artinya yang harus kita ganti adalah sistem yang memberlakukan kebijakan yang tidak membawa kesejahteraan pada rakyat.


Maka perubahan sistem yang harus dilakukan merujuk pada sistem yang diperjuangkan Rasulullah Saw.Tidak diperkenankan adanya praktek-praktek eksploitasi yang melampaui batas dan monopoli yang hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Mengenai peran pemerintah ini, Rasulullah saw. memberikan contoh yang sangat baik:

Dari Abyadh bin Hammal bahwasanya ia mendatangi Rasulullah saw. dan meminta kepada beliau agar memberikan tambang garam kepadanya, maka Rasulullah saw. memberikannya. Setelah Abyadh berlalu, salah seorang dari sahabat berkata kepada Nabi saw, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang baru saja engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti “air yang mengalir–sumber air”. Kemudian Rasulullah saw mencabut kembali pemberiannya kepada Abyadh.


Hadis ini terdapat dalam kitab-kitab Sunan, diantaranya Sunan At-Tirmidzi (no. 1380, hasan menurut al-Albani), Sunan Abu Dawud (no. 3066), Sunan al-Kubra lil-Baihaqi (no. 11608) dan Sunan al-Kubra lin-Nasa’iy (no. 5736), dimana redaksi Hadits di atas oleh an-Nasa’iy.


Rasulullah saw. dalam peristiwa tersebut berperan sebagai seorang pemimpin negara Madinah. Oleh karena itu, beliaulah yang dimintai izin oleh Abyadh ketika ia hendak memiliki sebuah lahan.

Sebenarnya lumrah saja ketika Rasulullah saw, memberikan lahan tersebut kepada Abyadh karena pada waktu itu masih banyak lahan yang tak bertuan dan Abyadh ternyata telah memanfaatkan lahan tersebut sebelumnya. Pada waktu itu berlaku aturan bahwa siapa saja yang dapat memanfaatkan lahan tak bertuan, maka lahan itu menjadi miliknya.


Namun setelah Rasulullah saw. mengetahui bahwa sebenarnya lahan tersebut adalah suatu tambang garam yang hasilnya banyak sekali, maka beliau mencabut hak kepemilikan Abyadh dan kemudian menjadikannya hak milik umum.


Hal itu karena tidaklah pantas suatu lahan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, dikuasai hanya oleh satu atau segelintir orang saja. Peristiwa tersebut dapat dijadikan contoh yang sangat baik untuk pemerintah kita.


Pemerintah seyogyanya melindungi dan memberdayakan segala macam sumber daya yang dimiliki untuk kemudian diberikan kepada segenap rakyatnya agar mereka dapat hidup sejahtera, tidak bergantung kepada pihak lain. Dimana dalam konteks pemerintahan, tidak bergantung kepada negara lain/impor dalam memenuhi kebutuhan sumber daya pokok bagi rakyatnya.


Indonesia merupakan negara dengan sumber daya yang melimpah ruah. Berbagai macam sumber energi terbentang dari Sabang hingga Merauke. Jika pemerintah kita dapat memanfaatkan secara mandiri sumber-sumber tersebut dan kemudian dikembalikan kepada rakyat, niscaya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang makmur, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. 


Maka pengaturan pemerintahan dengan syariah Islam secara kafah mampu memberikan kesejahteraan, mampu menjaga kehidupan bermasyarakat. Hingga Rakyat merasakan bahwa hanya sistem dari Allah Swt lah yang mampu mengembalikan kehidupan dalam limpahan keberkahan hidup di dunia dan di akhirat.

Wallahu a’lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak