Oleh: Neng Ipeh *
Pernah mendengar kata predatory pricing? Atau tarif predator? Predatory Pricing adalah istilah perdagangan yang merujuk pada praktik permainan harga. Dalam banyak kasus, korban predatory pricing umumnya menyasar pemain yang lebih lemah atau tak memiliki kekuatan modal besar.
Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan rendahnya tarif suatu barang atau jasa yang bertujuan menyingkirkan kompetitor, sehingga nantinya penyedia dapat menentukan harga yang lebih tinggi. Penyedia yang menerapkan predatory pricing dianggap seperti predator. Ia rela menjual barang atau jasa di bawah harga normal dalam periode tertentu untuk membuat pesaingnya berhenti menawarkan produk serupa. Ketika pesaingnya telah meninggalkan pasar, predator akan menaikkan harga kembali.
Presiden Jokowi menegaskan keterbukaan pasar saat ini membuat praktik predatory pricing perlu diantisipasi. Indonesia sebagai negara yang membuka diri terhadap pasar asing tidak boleh menjadi korban dari transaksi jual beli yang dapat merugikan UMKM (usaha mikro kecil menengah) karena adanya persaingan yang tidak sehat.
"Sekarang ini banyak praktik predatory pricing. Hati-hati karena ini bisa membunuh yang kecil-kecil. Berkali-kali saya sampaikan juga ke Pak Menteri, khususnya Mendag agar ini dipagari. Saya juga tegaskan, kita ini bukan negara yang menyukai proteksionisme, namun kita tidak boleh menjadi korban," tegas Jokowi dalam Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, (Jum'at, 05/03/2021). (amp.kompas.com/11/04/2021)
Dengan maraknya e-commerce saat ini, banyak sejumlah produk asing yang dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal, sehingga mematikan sejumlah pelaku UMKM.
E-commerce berasal dari bahasa Inggris, yaitu electronic commerce atau perdagangan elektronik. Dan sebagaimana perdagangan yang dilakukan secara langsung atau face to face. Dalam e-commerce juga meliputi proses promosi, pembelian, dan pemasaran produk. Yang berbeda adalah pada sistem berdagang yang digunakan, yaitu melalui media elektronik atau internet.
Dalam e-commerce, seluruh proses perdagangan mulai dari proses pemesanan produk, pertukaran data, hingga transfer dana dilakukan secara elektronik. Di tengah perkembangan arus teknologi dan informasi digital yang semakin canggih. Aktivitas e-commerce adalah suatu penerapan dari e-business atau bisnis elektronik. Yang mana berhubungan dengan kegiatan transaksi komersial.
Penikmat kegiatan belanja online di Indonesia memang sangat tinggi. Tidak mengherankan kalau kemudian terus tumbuh e-commerce baru, yang turut memeriahkan jagad jualan di dunia maya. Meskipun begitu, hanya ada beberapa e-commerce saja yang dapat bertahan dan maju di tengah ketatnya persaingan. Seperti Bukalapak, Shopee, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan lain sebagainya.
Sebagai platform jual beli digital, banyak e-commerce yang menawarkan harga miring untuk menarik minat pembeli, namun sayangnya produk-produk tersebut adalah produk asing yang kini mulai membanjiri pasar domestik sehingga UMKM banyak yang terancam gulung tikar.
Indonesia saat ini merupakan pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara dengan kontribusi hingga lima puluh persen dari seluruh transaksi di wilayah ini. Besarnya transaksi di wilayah ini ditunjang oleh kemudahan warga Indonesia memiliki smartphone. Hingga saat ini, warga Indonesia pemilik smartphone mencapai 40 persen dari total populasi atau sekitar 106 juta orang. Harga paket data seluler yang relatif murah dibanding negara Asia Tenggara lainnya turut memudahkan konsumen Indonesia untuk berbelanja dengan perangkat mobile (online).
Seharusnya, jika pemerintah ingin menguasai ekonomi digital, maka teknologi digital harus dikuasai secara mandiri. Karena teknologi ini merupakan hal strategis yang harus dikuasai oleh negara. Penguasaan ekonomi digital juga harus mandiri dari sisi pendanaan sehingga negara bisa menguasai data dan pasar di negeri ini. Sekaligus mencegah penguasaan data dan pasar oleh asing. Dan mencegah monopoli pasar oleh asing.
Sayangnya jika masih tetap menjadikan Kapitalisme sebagai sebuah landasan dalam aturan kehidupannya, sangatlah jelas kemandirian ekonomi dan ketegasan pemerintah itu sangatlah sulit untuk diwujudkan. Maka sudah selayaknya sistem yang tidak bisa membangun kemandirian ini kita buang dan menggantinya dengan sistem Islam yang membawa keberkahan bagi negeri tercinta.
*(Pemerhati Sosial dan Politik)
Tags
Opini