Ironis Negeri yang Kaya SDA, Angka Stunting Masih Tinggi




Oleh Yulyanty Amir
(Pegiat Dakwah)


Kasus stunting (kekerdilan)  akibat gizi buruk pada anak-anak di Indonesia relatif masih sangat tinggi. Berdasarkan data di Kementerian Kesehatan, pada tahun 2019 terdapat 27,7 persen atau sekitar 6,5 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting.  Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan kasus ini, yaitu dengan memberikan dana bantuan dan program-program kesehatan.

Saat membuka Rapat Koordinasi Tehnik (Rakortek) Percepatan  Pencegahan Stunting  secara virtual dari Jakarta, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, sebenarnya sudah banyak anggaran dan program percepatan penurunan stunting  yang disusun pemerintah pusat melalui Kementerian dan Lembaga Pemerintah non-Kementerian (K/L), untuk di jalankan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, Ma'ruf Amin meminta seluruh bupati dan wali kota dapat memanfaatkan anggaran dan mengimplementasikan program-program tersebut dengan tepat. (Sumsel.antaranews.com, Rabu, 21 okt 2020).

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Pemerintah telah mengalokasikan belanja sebesar Rp.27,5 triliun yang diberikan kepada 20 K/L  yang  bertanggung jawab mencapai 86 output dalam rangka penurunan angka stunting di 260 kabupaten-kota.

Provinsi Sumatera Selatan pun tak luput dari kasus stunting. Menurut Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya, masih cukup banyak ditemukan kasus stunting pada anak terutama di daerah pelosok. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya asupan gizi dan protein yang baik mulai dari dalam kandungan. Melihat kondisi tersebut perlu ditingkatkan upaya pencegahan, pihaknya akan  menggalakkan “program gemar makan ikan”. Karena kadar gizi dan protein pada ikan cukup tinggi dan harganya terjangkau. (Sumsel.antara.com, 26/3/2021).

Sungguh ironis, bila masyarakat di Sumsel tidak gemar makan ikan. Kota Palembang yang merupakan ibukota provinsi Sumsel terkenal dengan makanan khasnya “pempek” yang diolah dari bahan ikan. Adanya ikon patung ikan belida yang beridiri kokoh di BKB (Benteng Kuto Besak), dan juga ada di seputaran jalan merdeka, menjadi simbol bahwa Sumsel merupakan penghasil ikan yang besar.

Hampir di semua kabupaten di Sumsel ini biasa mengkonsumsi pempek, malah sudah jadi makanan sehari-hari. Begitupun juga dengan olahan ikan lainnya seperti Pindang. Berbagai macam pindang dari berbagai daerah, misalnya: Pindang Musi Rawas, Pindang Sekayu, Pindang Pegagan dan lain-lain. Jadi rasanya masyarakat Sumsel sudah sangat terbiasa makan ikan.
Tetapi mengapa kasus stunting masih tinggi?

Kesenjangan sosial di negeri ini sangat mencolok. Orang yang kaya akan menyekolahkan anaknya di sekolah yang bermutu, sehingga nantinya akan mudah mendapatkan pekerjaan. Para penguasa yang sedang berkuasa pun akan memperioritaskan anak dan keluarganya untuk mendapatkan pekerjaan. Sedangnya orang yang miskin tidak  mampu menyekolahkan anaknya, walaupun hanya sekolah di tempat biasa sekalipun.

Dikarenakan tidak sekolah maka mereka akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Mereka hanya mengandalkan tenaga sebagai pekerja kasar dengan upah yang minim. Upah tersebut terkadang tidak mencukupi untuk biaya hidup, untuk bisa makan nasi lauk garam saja mereka sudah bersyukur. Inilah yang mengakibatkan mereka kekurangan gizi.

Nasib masyarakat miskin begitu memilukan. Sudah bekerja keras membanting tulang, hasil yang didapat tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup dikarenakan harga-harga kebutuhan pokok yang tak terjangkau. Adanya pandemi covid-19 menambah beban hidup mereka.

Provinsi Sumatera Selatan sangat kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Jika saja SDA di kelola dengan baik oleh negara tanpa menyerahkan kepada swasta, tentu hasil yang diperoleh sangat berlimpah. Hasilnya bisa di manfaatkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat secara adil dan merata. Hasil laut dan sungai berupa ikan pun sangat berlimpah. Sangat di sayangkan bila masih ada rakyat yang tak bisa makan ikan karena tak mampu membeli.

Dalam Islam kepemilikan umum (tanah, air, api) dan yang terkandung di dalamnya,  haram hukumnya diserahkan pengelolaannya kepada swasta dan individu. Negara yang berkewajiban mengelola sumber daya alam tersebut. Hasil dari pengelolaan SDA ini lah yang akan di manfaatkan untuk membantu kebutuhan pokok seluruh rakyat, baik di kota maupun di desa.

Dari hasil ini juga negara akan membangun sekolah yang bermutu sehingga semua rakyat akan memperoleh kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Negara juga akan membangun rumah sakit yang berkualitas, sehingga apabila ada rakyat yang sakit akan cepat dapat diobati. Selain itu juga negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan untuk rakyatnya, yang utama laki-laki, dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya.

Maka ketika khalifah atau pemimpin negara telah mengurus negaranya dengan benar, adil dan sesuai syariat islam, diharapkan tidak ada lagi anak-anak balita yang kekurangan gizi sehingga sampai mengalami stunting. Allah akan menurunkan rahmatnya untuk seluruh alam.

Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Wallahualam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak