Oleh: Neng Ipeh*
Pemerintah membeberkan sejumlah rencana impor komoditas pangan untuk tahun ini. Salah satunya adalah rencana impor garam sebanyak 3 juta ton. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini meminta seluruh pemangku kepentingan untuk menggaungkan cinta produk Indonesia dan benci produk asing. (finance.detik.com/10/04/2021)
Sayangnya menurut Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono, keputusan untuk impor itu adalah hasil keputusan rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga dihadiri oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian karena kurangnya kuantitas dan kualitas garam lokal yang belum sesuai untuk industri.
"Garam itu kualitasnya berbeda. Di mana garam kita yang dikerjakan PT Garam dan petani rakyat ini belum bisa menyamai kualitas garam industri tersebut," ujar Muhammad Lutfi selaku Menteri Perdagangan dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021). (kompas.com/10/04/2021)
Adanya kebijakan impor garam tersebut membuat sejumlah petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menolak keputusan untuk melakukan impor garam sebanyak 3,07 juta ton pada 2021 ini. Menurut para petani lokal hal itu hanya akan membuat petani menangis. (m.bisnis.com/10/04/2021)
Indonesia sebenarnya sudah menargetkan adanya swasembada garam pada tahun 2025. Namun hal itu sayangnya hanya sebatas wacana sampai saat ini, karena nyatanya impor garam masih terus dilakukan.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor garam Indonesia sepanjang 2020 mencapai 2,61 juta ton dengan nilai mencapai US$ 94,55 juta. Secara volume kebutuhan itu meningkat dibanding realisasi impor pada 2019 yang mana secara volume impor garam Indonesia mencapai 2,59 juta ton dengan nilai US$ 95,52 juta. Pada 2018 adalah yang tertinggi yakni mencapai 2,84 juta ton atau senilai dengan US$ 90,65 juta.
Sepanjang Januari-Februari 2021 ini saja, Indonesia tercatat masih melakukan impor garam dengan volume mencapai 80,2 ribu ton atau setara dengan US$ 2,61 juta. Realisasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan realisasi impor Januari-Februari 2020 yang mencapai 123,76 ribu ton. Negara langganan Indonesia untuk impor garam adalah Australia, Tiongkok, India, Thailand, dan Selandia Baru.
Jika melihat dari potensi garis pantai sepanjang 95.181 kilometer dan menjadi yang terpanjang kedua di dunia, Indonesia bisa swasembada garam jika mau. Namun selama ini dianggap terhalang oleh aturan pemerintah sendiri.
"Petambak garam mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahkan produksi untuk keperluan industri. Fakta yang terjadi adalah petambak garam nasional dikalahkan oleh kebijakan pemerintahnya sendiri," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim. (amp.dw.com/10/04/2021)
Jika kita perhatikan potensi wilayah Indonesia yang sedemikian luas, tentu kita akan menyadari bahwa keputusan impor berbagai macam bahan pangan itu tidaklah selayaknya dilakukan. Sayangnya tak bisa dipungkiri bahwa hal ini dapat terjadi jika ada kesalahan dalam tata kelolanya. Pada akhirnya, jika hanya mengandalkan impor saja tentu akan membuat negara semakin menggantungkan kebutuhan pada negara lain.
Hingga untuk mewujudkan negara yang mandiri tentu hanya sebuah mimpi yang tak akan pernah terwujud. Karena kesalahan tata kelola ini didasari akibat dipergunakan sistem ekonomi Kapitalisme sebagai sistem aturan dalam kehidupan. Hal ini akan sangat berbeda jika Islam yang menjadi sistem dasar dalam setiap pengelolaan aturannya.
Dalam Islam, negara akan berusaha dengan penuh kesungguhan untuk menjadikan setiap kebijakan yang dikeluarkan sesuai aturan syara. Hal ini dikarenakan ketundukan para pemimpinnya untuk meraih keridaan Allah Subhanahu wata'ala semata. Maka sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita berusaha untuk mengembalikan Islam sebagai dasar dari seluruh aturan kehidupan.
*(pemerhati sosial dan politik)
Tags
Opini