Impor Beras, Kebijakan Dzalim di Tengah Panen Raya

Dewi Sartika
( Muslima peduli umat)


Pemerintah berencana memberlakukan impor beras sebanyak 1 sampai 1,5 juta ton. Kebijakan impor dilakukan dengan dalih untuk menstabilkan pasokan, serta harga komoditas pangan. Padahal, saat ini petani sedang panen raya. Seperti yang terjadi di konawe, panen padi di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara tembus 9,5 ton gabah Kering panen, pemerintah daerah pemda tengah gencar menggenjot produksi beras di daerahnya.

Di sisi lain, para petani juga terus berupaya menggenjot produktivitas gabah. Ada petani yang menghasilkan 4 sampai 5 ton gabah kering per hektar nya, bahkan, ada yang berhasil mencapai 8 sampai 10 ton gabah kering per hektar nya

Sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, “gemah ripah loh jinawi” demikian slogan yang disematkan untuk negeri kita tercinta. Para petani pastilah merasa bahagia saat panen raya, karena mereka akan segera menikmati hasil jerih payahnya serta meraup hasil yang melimpah.

Namun, kebahagiaan mereka seolah sirna dengan adanya rencana pemerintah untuk impor beras. Meski rencana Tersebut menuai polemik dari berbagai kalangan, kisruh wacana impor beras menjadi semakin carut-marut karena sikap pemerintah pusat dalam hal ini kementerian Perdagangan ( Kemendag), perum Bulog, kementerian Pertanian ( Kementan) terbelah.

Menurut mentri Perdagangan Muhammad Lutfi, rencana impor beras sebesar 1 juta ton ini merupakan sebuah mekanisme pemerintah untuk menjaga cadangan beras yang dimiliki oleh Bulog. Pasalnya bulog diharuskan memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 1 juta ton atau 1,5 juta ton (kontra dot co.id) jumat 19 Maret 2021.

Walaupun banyak protes terhadap wacana impor beras, namun kementerian Perdagangan Muhammad Lutfi merasa tetap berada di jalan yang benar. Bahkan, ia turun  dari kursi jabatannya apabila keputusan tersebut salah.

Menurut anggota Komisi V1 DPRD RI mufti Anam meminta kemendag lebih bijak dalam pengelolaan stok pangan terutama beras. Mufti yang tergabung dalam komisi yang membidangi perdagangan menilai wacana impor beras sebanyak 1 juta ton muncul di saat yang tidak tepat, karena berbarengan dengan panen raya di berbagai daerah (antara Jatim) 19 Maret 2021.

Dilema Petani
Impor beras yang direncanakan oleh pemerintah tentunya melukai hati para petani. Seolah pemerintah tidak empati dan sensitif dengan kondisi para petani. Efek yang ditimbulkan rencana ini membuat gabah di pasaran merosot, bagi petani sedikit stok beras di Bulog, maka ini dinilai lebih baik sebab beras yang mereka miliki akan berpeluang terjual di pasaran atau terserap oleh Bulog dengan harga yang tinggi. Namun, sebaliknya jika stok beras melimpah justru Ini akan menjadi masalah bagi para petani karena mereka rawan mengalami kerugian, harga akan terjun bebas, petani akan rugi sebab keuntungan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani.

Solusi Instan
Impor beras seolah menjadi solusi instan atas persoalan perberasan nasional. Alasannya pun selalu klasik yaitu untuk memperkuat stok pangan, untuk menurunkan harga beras agar rakyat dapat menjangkaunya. Seolah sangat mulia sekali bukan? Tapi, apakah benar demikian? Nyatanya tidak, dengan adanya impor beras justru membuat  para petani Semakin menderita, sebutan sebagai negara agraris Kini tak lagi relefan untuk disematkan. Sebab, negeri yang kaya-raya akan sumber daya alam kini telah berganti status.

Jika kita menengok kembali pada tahun 1984 sampai 1986 Indonesia pernah Swasembada pangan untuk memenuhi stok pangan nasional, bahkan pernah mengekspor beras ke Vietnam. Tetapi, sekarang justru terbalik untuk memenuhi stok cadangan beras nasional negeri ini harus impor. Padahal sejatinya impor beras justru akan melemahkan pangan dalam negeri. Karena, para petani akan kehilangan kepercayaan dirinya mereka merasa negara tidak memberi dukungan penuh bagi produksi beras nasional.

Jika pemerintah terkait impor beras adalah memenuhi stok Bulog/pangan nasional itu sebenarnya tidaklah logis. Sebab, pada kenyataannya Produksi beras dalam negeri lebih dari cukup bahkan untuk cadangan Bulog sekalipun. Maka sangat jelas bahwa kebijakan impor beras ini semata-mata bagian dari sistem ekonomi kapitalis.

Sistem ekonomi kapitalis mewajibkan negara-negara pengikutnya tunduk terhadap ketentuan perdagangan bebas. Tanpa memperdulikan bahwa kebijakan yang mereka lakukan ini berdampak negatif bagi para petani dan produsen pangan dalam negeri lainnya. Sehingga, para petani banyak yang beralih lahan, hal ini akan semakin memperparah stok pangan dalam negeri. Dari sini sangatlah jelas bahwa solusi yang tawarkan oleh kapitalisme justru akan memperlemah ketahanan pangan nasional.

Mandiri Pangan dengan Islam
Dalam sistem Islam kebijakan impor bukanlah satu-satunya solusi atasi masalah ketahanan pangan. Sistem negara Islam memiliki beberapa mekanisme untuk mewujudkan kemandirian pangan dalam negeri.

Pertama: Mengoptimalkan kualitas produksi pangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali tanah mati (tanah yang sudah lama tidak ditanami) dengan peningkatan kualitas bibit, pupuk, dan alat-alat produksi lainnya dengan teknologi canggih.

Kedua: Mekanisme pasar yang baik. Dalam hal ini negara melarang bagi para pedagang melakukan penimbunan, penipuan, praktek riba, monopoli. Kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan suplai barang bukan dengan mematok harga.

Ketiga: Manajemen logistik negara akan memasok cadangan lebih saat panen raya,. Serta mendistribusikan secara selektif di daerah-daerah yang ketersediaan pangan nya berkurang.

Keempat: Kebijakan ekspor impor. Kegiatan ekspor impor merupakan bagian dari kegiatan yang menyangkut perdagangan luar negeri. Negara boleh Melakukan ekspor tatkala kebutuhan pangan dalam negeri sudah terpenuhi. Sedangkan masalah impor, ini pun juga berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri. Namun, aspek yang dilihat adalah pelaku perdagangan bukan pada barang dagangannya.

Kelima: Prediksi cuaca. Negara akan menyediakan alat-alat yang mutakhir untuk melakukan kajian tentang perubahan cuaca, sebagai antisipasi Jika terjadi perubahan cuaca ekstrim yang dapat mempengaruhi hasil produksi pangan.

Keenam: Mitigasi kerawanan pangan. Jika terjadi bencana kekeringan atau bencana lainnya negara telah menetapkan kebijakan mengantisipasi bencana tersebut.

Demikian langkah-langkah strategis yang diberikan oleh sistem Islam mengenai ketahanan pangan nasional, yang tersusun secara sistematis dan dapat menyelesaikan persoalan tanpa menimbulkan masalah baru. Untuk itu negara wajib memiliki kedaulatan pangan agar tidak bergantung pada impor.

Dikutip dari laman Republika bahwa khalifah Umar Bin Khattab pernah mencontohkan di era kejayaan khilafah Islam.  Khalifah Uamar bin Khattab Melakukan inovasi mengenai irigasi untuk mengaliri perkebunan. Kawasan Delta sungai efrat dan Tigris serta daerah rawa-rawa lainnya dikeringkan untuk dirubah menjadi lahan lahan pertanian. Kebijakan itu pun terus berlangsung hingga khalifah khalifah berikutnya.

Dengan demikian, masalah ketahanan pangan nasional dapat diatasi dan kemandirian pangan dapat diraih jika pemerintah menerapkan sistem Islam sebagaimana yang diterapkan masa-masa kejayaan Islam terdahulu. Wallahu A'lam Bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak