Oleh : Eka Sefti
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah pernikahan dini. Bintang yakin, dengan adanya dukungan yang penuh dari masyarakat dan kementerian lainnya, maka permasalahan perempuan dan anak, termasuk pernikahan dini bisa ditekan jumlahnya.
Sebelumnya, ramai di media sosial terkait wedding organizer bernama Aisha Wedding yang mempromosikan pernikahan dini. Saat ini, kasus tersebut sedang diusut oleh kepolisian. Selain itu, website Aisha Wedding juga sudah diblokir oleh Kemenkominfo. Bintang pun berharap, tidak ada lagi kasus serupa. "Kami sudah koordinasi dengan kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan meminta Kemenkominfo untuk memblokir website atau akun Aisha Wedding," ujarnya.
Seperti yang diketahui, pernikahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sehingga, kata Bintang, promosi pernikahan dini tersebut dianggap telah melanggar dan mengabaikan pemerintah dalam upaya melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.
Situs Provokatif?
Jika kita pelajari lebih jauh, munculya kejadian ini terkesan seperti mengada ada, bagaimana tidak? Beberapa kejanggalan banyak terlihat. Yang pertama, seperti disampaikan oleh Pakar IT dari Drone Emprit dan Media Karnelis Indonesia, Ismail Fahmi, dia mencium kejanggalan dibalik situs Aisha Weddings yang viral. Ia membeberkan bahwa situs aishaweddings.com dahulu bernama aishaevents.com, sebuah situs yang telah muncul pada tahun 2018 lalu. Situs ini kemudian mengunggah konten baru pada tanggal 9 dan 10 Februari 2021. Menurutnya, konten yang ada di situs aishaweddings.com belum lengkap dan cenderung provokatif. Kejanggalan kedua, tidak ditemui alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi para calon pengguna jasanya. Kejanggalan ketiga ialah situs Aisha Weddings menggunakan skema pengaturan memblok IP Address pengunjungnya yang telah mengunjungi halaman tertentu di situs tersebut.
Kejanggalan berikutnya ialah pihak Aisha Weddings ditemukan membayar jasa percetakan banner di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dengan menggunakan PayPal, bukan rekening bank biasa. Selain itu, akun PayPal yang digunakan untuk membayar jasa percetakan banner menggunakan nama samaran.
Perlu Edukasi Utuh tentang Syariat Pernikahan
Situs provokatif Aisha Weddings seolah-olah memfasilitasi pernikahan sesuai syariat Islam. Memotivasi kalangan muda untuk menyegerakan menikah, bahkan mencomot dalil-dalil ayat Al-Qur’an. Ini malah menjadi sarana bagi kalangan sekuler untuk menyerang syariat pernikahan dan memkampanyekan larangan pernikahan dini dan hak anak.
Pernikahan dini pada umumnya terjadi akibat rangsangan dari lingkungan sekitar yang liberal/bebas sehingga memicu naluri seksual tidak pada tempatnya. Pernikahan dalam paham sekuler, dibangun atas dasar pemenuhan kebutuhan seksual dan perolehan materi semata tanpa adanya aturan agama sebagai landasan utama sehingga menikah diusia muda tentunya akan menimbulkan berbagai macam polemik dan berdampak pada tingginya angka perceraian, kekerasan seksual serta KDRT.
Jika ajakan-ajakan ini tidak dibarengi pemahaman utuh terhadap syariat Islam soal hukum dan fikih seputar pernikahan, tentang kesiapan calon pengantin, ilmu yang mumpuni tentang kehidupan rumah tangga pasca akad nikah, tentu akan banyak masyarakat yang terprovokasi dan menikah dini (nikah muda) serta bisa menjadi celah untuk menyerang syariat Islam.
Selain itu, akhirnya nikah dini menjadi kambing hitam sumber permasalahan dalam kehidupan berumah tangga. Akibatnya, banyak larangan terhadap nikah dini. Hak-hak anak juga dipandang terancam dengan adanya nikah dini ini, hingga kemudian lahirlah berbagai peraturan pelarangan terhadap pernikahan yang sebenarnya sah, tetapi bermasalah akibat minim ilmu dan kesiapan.
Sudah jelas, bahwa pernikahan adalah hal yang besar dan agung karena akan menjaga pandangan dan kesucian individu sehingga mencegah terjadinya perzinahan yang merusak generasi muslim. Pernikahan dalam Islam yang bertujuan untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah,
warohmah bukan hanya sebatas pada persoalan usia, melainkan lebih kepada kesiapan dalam memikul tanggung jawab dan beban pernikahan. Adapun kesiapan nikah dalam tinjauan fikih dapat dilihat pada kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta dan kesiapan fisik/kesehatan. Hal ini, belaku baik untuk yang menikah dini maupun tidak.
Syariat Pernikahan dalam Sistem Islam Kaffah
Seorang muslim wajib mengetahui hukum-hukum syariat terkait perbuatan yang dilakukannya. Seorang muslim yang akan menikah, wajib ‘ain baginya mengetahui hukum-hukum seperti hukum khitbah, akad nikah, nafkah, hak-kewajiban suami istri, talak, rujuk, dan sebagainya.
Mempelajari hukum-hukum nikah adalah fardu bagi setiap muslim. Fardu kifayah bagi mereka yang akan melaksanakannya di kemudian hari dan fardu ain bagi yang akan bersegera melaksanakannya dalam waktu dekat.
Menikah hukum asalnya adalah sunah (mandub) sesuai firman Allah SWT,
“Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) satu orang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (QS An Nisaa’: 3)
Perintah untuk menikah dalam ayat di atas merupakan tuntutan menikah (thalab al fi’il). Namun, tuntutan tersebut tidak bersifat pasti/keharusan (ghairu jazim) karena adanya kebolehan memilih antara menikah dan pemilikan budak (milku al yamin). Maka, tuntutan tersebut merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan (thalab ghair jazim) atau berhukum sunah, tidak wajib.
Akan tetapi, hukum asal sunah ini dapat berubah menjadi hukum lain, misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah.
Jika seseorang tidak dapat menjaga kesucian (‘iffah) dan akhlaknya kecuali dengan menikah, hukum menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga ‘iffah dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim. Dapat juga pernikahan menjadi haram, jika menjadi perantaraan kepada yang haram, seperti pernikahan untuk menyakiti istri atau pernikahan yang akan membahayakan agama istri/suami.
Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan mereka yang masih muda. Maka dari itu, hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan. Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan.
Kesiapan nikah dalam tinjauan fikih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal: kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta, dan kesiapan fisik/kesehatan. Ini adalah kesiapan menikah yang berlaku umum, baik untuk yang menikah dini maupun yang tidak dini.
Pernikahan dini atau menikah di usia muda terjadi salah satunya karena rangsangan dari lingkungan sekitar yang sekuler liberal yang memicu gharizah an-nau’ (naluri berkasih sayang antara pemuda dan pemudi). Sejatinya, Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat, seperti memerintahkan baik kepada laki-laki maupun wanita agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya, memerintahkan kaum laki-laki maupun kaum wanita agar menjauhi perkara-perkara yang syubhat, dan menganjurkan sikap hati-hati agar tidak tergelincir dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
Selain itu, Islam memerintahkan bagi mereka yang tidak mungkin melakukan pernikahan disebabkan keadaan tertentu, hendaknya memiliki sifat ‘iffah dan mampu mengendalikan nafsu, melarang kaum laki-laki dan wanita satu sama lain melakukan khalwat, melarang kaum wanita melakukan tabarruj dan mengenakan pakaian sempurna ketika keluar rumah dengan kerudung dan jilbab, serta Islam sangat menjaga agar hubungan kerja sama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan muamalah. Semuanya adalah bentuk penjagaan generasi muslim agar tidak terjerumus pada kehidupan yang rusak dan liberal.
Oleh karena itu, edukasi utuh tentang syariat pernikahan mutlak diperlukan agar pemahaman tentang pernikahan, khususnya pernikahan dini ini tidak simpang-siur dan terus-menerus diserang pihak-pihak yang tidak suka terhadap syariat Islam.
Untuk mengakhiri serangan terhadap syariat pernikahan ini, diperlukan pemberlakuan syariat Islam secara utuh. Artinya syariat Islam dipraktikkan kaffah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya berkaitan dengan pernikahan saja, namun juga dalam hal pergaulan, pendidikan, ekonomi, politik pemerintahan, dst. Dengan demikian, semua elemen masyarakat bisa merasakan secara langsung bagaimana “kebaikan” dari Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bish-showab
Tags
Opini