Oleh Durrotul Hikmah
(Aktivis Dakwah Remaja)
Baru-baru ini pemerintah telah merancang pengembangan riset teknologi yaitu Bukit Algoritma yang digadang-gadang sebagai 'Silicon Valley' Indonesia.
Bukit algoritma sendiri akan dikembangkan menjadi 'Silicon Valley' di Indonesia, yaitu kawasan pengembangan riset dan sumber daya manusia yang berbasis industri 4.0. Harapannya, kawasan ini juga bisa meningkatkan pembangunan infrastruktur di dalam negeri secara berkelanjutan.
Politisi PDI Perjuangan sekaligus pendiri Gerakan Inovator 4.0 Budiman Sudjatmiko memastikan pembangunan Bukit Algoritma tak menggunakan dana sepeser pun dari APBN. Ia menjelaskan, rencana proyek senilai 1 miliar euro atau setara hampir sama Rp18 triliun tersebut berasal dari investor baik dalam dan luar negeri.
Budiman, yang juga Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya berharap Bukit Bintang juga mendapatkan status sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) sehingga dapat memperoleh berbagai insentif fiskal dari pemerintah. (Cnnindonesia.com, 11/04/2021).
Pada 2015 lalu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) saat itu, Mohammad Nasir bermimpi ingin membuat Silicon Valley seperti di San Francisco, California, Amerika Serikat. Namun tidak hanya terfokuskan pada teknologi informasi semata, namun non teknologi informasi. (merdeka.com, 10/8/2021).
Menanggapi hal ini, salah seorang pengamat inovasi teknologi dari Teknopreneur Indonesia, Adie Marzuki, menyatakan bahwa Silicon Valley sebenarnya dibentuk atas dasar keakraban yang terjalin lama dan juga simbiosis mutualisme antarperguruan tinggi yakni Stanford University dan industri, Hewlett-Packard (HP). Keakraban ini kemudian terwujud dalam bentuk sebuah klaster industri.
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan proyek yang berbasis Investasi hanya akan menguntungkan para korporasi kapital. Maka, jika saja suatu pengembangan riset yang dibiayai oleh investor, maka outputnya hanyalah untuk melayani kepentingan industri.
Apalagi kemajuan teknologi saat ini dikendalikan sepenuhnya dengan prinsip Knowledge-Based Economy (KBE), maka dampaknya adalah hasil riset ilmu terapan yang diaplikasikan ke industri dan masyarakat untuk dikomersialkan dan harus memenuhi kebutuhan pasar dunia.
Cara seperti itu tentu tidak akan membawa pada kemajuan hakiki dalam bidang keilmuan, sebab kemandirian teknologi dan dukungan terhadap riset dan inovasi, justru dikebiri oleh para pemilik modal.
Karena itu selama riset dan teknologi masih berada didalam ruhnya kapitalisme, output pengembangannya hanya akan berbasis industri yang menguntungkan para korporat kapital. Adapun pengembangan riset dan teknogi akan berdampak pada masyarakat.
Alih-alih Bukit Algoritma ini akan diberdayakan untuk kemaslahatan umat. Lagi-lagi, rakyat hanya kecipratan recehan ekonominya saja. Tapi profit dari potensi besar ristek dalam negeri, tetap akan mengalir kepada para korporat pengasong kapitalisme.
Karena itu, umat harus memiliki agenda sendiri. Yakni dengan cara menentukan arah ristek berdasarkan sistem politik Islam. Kaum muslimin adalah umat terbaik yang diturunkan oleh Allah di muka bumi.
Tidak sepantasnya dalam sektor ristek ini membebek agenda penjajahan Barat yang secara lokal dimuluskan oleh rezim penguasa sekuler. Bahkan agenda penjajahan ristek ini harus dihentikan.
Khilafah memahami benar kebutuhan umat akan ristek sebagai penunjang ketaatan, aktualisasi ibadah, serta visi dakwah dan jihad. Ketika ideologi kapitalisme menggunakan teknologi untuk menjajah, maka Khilafah akan memosisikan teknologi sebagai instrumen pendukung kemaslahatan kehidupan umat secara luas.
Khilafah akan memberdayakan ristek sehingga umat mudah mengaksesnya, mudah memiliki perangkat penunjangnya, serta mudah menggunakannya. Khilafah juga memiliki beragam sumber pendanaan sektor ristek dalam negeri sehingga kemandirian ristek dapat diwujudkan tanpa begitu saja bergantung pada negara asing.
Allah Swt. berfirman :
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (TQ.S Al-Mujadalah : 11).
Wallahu alam bishawab []