Oleh: Ummu Firda
Baru-baru ini kembali digencarkan mengenai penggantian kompor berbasis gas/ LPG agar beralih menggunakan kompor listrik. Mungkin sedikit asing di telinga masyarakat awam mengenai kompor listrik. Apa perbedaan kompor listrik dengan kompor gas yang selama ini digunakan oleh masyarakat umum? Kompor listrik atau biasa juga disebut kompor induksi menggunakan energi listrik dan diubah menjadi energi panas. Kompor ini tidak memancarkan api layaknya kompor gas. Alasan pemerintah mulai mempopulerkan kompor listrik dikarenakan kompor ini tidak lagi menggunakan elpigi seperti halnya kompor gas. Sehingga nantinya pemerintah dapat menekan impor elpiji. Karena sebagian besar elpiji yang dikonsumsi masyarakat saat ini masih bergantung pada impor. Menurut pemerintah dengan beralih ke kompor listrik/ induksi, negara bisa berhemat dari anggaran subsidi LPG yang telah dianggarkan sebesar Rp 50,6 triliun pada APBN 2020. PLN optimis gerakan konversi kompor ini dalam 5 tahun ke depan dapat membantu negara menghemat subsidi elpiji hingga sekitar Rp 4,8 triliun.
Penggunaan kompor listrik juga dinilai lebih efisien. Hasil kajian teknis laboratorium Institut Teknologi PLN menunjukkan, untuk memasak 1 liter air dengan menggunakan kompor induksi 1.200 watt sebesar Rp 158,-, sementara menggunakan kompor elpiji tabung 12 kg (api maksimal) sekitar Rp 176,-.(detikFinance). Program pemerintah agar masyarakat beralih dari kompor gas menggunakan kompor listrik seakan demi kemaslahatan umat karena dinilai dapat menekan impor elpigi dan anggaran rumah tangga menjadi lebih irit. Sehingga pemerintah dan masyarakat pun sama-sama diuntungkan. Benarkah demikian?
Seperti yang kita ketahui, di Indonesia, tarif listrik terus menerus mengalami kenaikan. Bahkan rencananya di tahun 2021 ini listrik akan mengalami kenaikan. Jika negara belum memiliki komitmen untuk menekan harga tarif listrik, bagaimana mungkin kompor listrik bisa dijadikan solusi untuk anggaran rumah tangga yang lebih irit. Selain itu, selama negara masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis dimana hanya untung rugi yang dijadikan acuan, maka kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat kecil hanya akan menjadi angan-angan belaka. Hubungan yang dibangun antara penguasa dengan masyarakat hanyalah hubungan dagang antara penjual dan pembeli. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat. Belum lagi gurita korupsi yang mencengkram dengan erat dari berbagai bidang dan lemahnya penanganan terhadap para koruptor. Sistem kapitalis juga menyebabkan liberalisasi terhadap tata kelola listrik dari hulu hingga hilir sehingga swasta berhak ikut mendistribusikan energi listrik. Hal ini pula yang menyebabkan harga tarif listrik terus melonjak naik. Sungguh, dengan di galakkannya program penggantian kompor gas menjadi kompor listrik bukan lah solusi. Bahkan hal ini akan menambah beban masyarakat di kemudian hari.
Di dalam Islam, tentu juga memuat ajaran bagaimana negara seharusnya mengelola sumber daya alam yang dimiliki dan cara menyalurkannya. Selama negara menerapkan aturan-aturan Islam tanpa adanya reduksi sedikitpun, bukannya tidak mungkin kesejahteraan masyarakat akan menjadi kenyataan. Di dalam Islam seorang pemimpin bertanggungjawab atas kepengurusan sekaligus sebagai pelindung umat. Haram bagi seorang pemimpin untuk mencari keuntungan pribadi yang diperoleh dari umat. Kepemimpinan yang seperti ini lah yang saat ini dibutuhkan oleh umat. Bukan hanya pemimpin yang dapat mensejahterakan serta melindungi di dunia tapi juga pemimpin yang mendapat kebaikan di akhirat. Selain itu, di dalam Islam juga terdapat aturan yang mengatur kepemilikan individu dan kepemilikan umum. Semisal listrik, barang tambang dan lainnya tidak diperbolehkan dimiliki oleh individu tertentu apalagi dimiliki oleh asing. Sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang tumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Sehingga tidak ada individu atau kelompok tertentu yang dapat mengambil keuntungan demi kepuasan pribadi. Negara juga berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat, tanpa dibayang-bayangi untung rugi. Karena mereka menganggap apa yang saat ini mereka pegang adalah sebuah amanah yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan prinsip-prinsip pengelolaan seperti inilah maka kebutuhan masyarakat akan terjamin tanpa harus dibebani tarif yang mahal. Dan tentu saja semua akan terwujud dengan diterapkannya aturan Islam secara keseluruhan/ kaffah. Wallahu a’lam bish-showab
Tags
Opini