Balada Pekerja dan THR yang Dicicil



Oleh :Ni’mahFadeli *


Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan sesuatu yang selalu ditunggu oleh pekerja setiap tahunnya. Dengan THR kebutuhan berlebaran seperti suguhan hari raya, pakaian baru untuk anak, berbagi dengan sanak saudara dan sebagainya dapat dipenuhi. Bagi pengusaha, THR adalah kewajiban yang harus diberikan kepada pekerjanya dan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Tahun 2020 ditengah pandemi covid 19 yang melanda, perusahaan banyak yang mengalami penurunan omset bahkan kerugian. Sebagian perusahaaan pun kesulitan membayar THR kepada pekerjanya. Menurut catatan Serikat Pekerja Nasional (SPN) setidaknya ada 13 perusahaan dengan kurang lebih 1400 pekerja yang belum melunasi THR hingga saat ini. Dalam catatan Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) masih ada 54 perusahaan yang masih memiliki tanggungan THR bagi pekerjanya. Bahkan data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat terdapat 103 perusahaan yang belum menyelesaikan kewajiban THR tahun lalu. (BBC.com, 12/4/2021).

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada Senin (12/4/2021) menyatakan untuk tahun 2021 pengusaha tidak boleh lagi mencicil THR. Pengusaha yang masih kesulitan boleh melakukan dialog dengan pekerja atau buruh mengenai waktu pembayaran THR. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSPI, Ramidi menilai adanya peluang yang diberikan kepada pengusaha untuk dialog dengan pekerja terkait THR akan memuculkan opsi pengusaha mengambil pilihan itu. Kemungkinan THR yang dicicil seperti tahun sebelumnya pun dapat kembali terjadi.

Kesejahteraan pekerja di negeri ini memang seperti jauh panggang dari api. Perusahaan memberi upah pekerja dengan standart biaya hidup minimum sesuai dengan kota asal. Artinya, gaji yang diperoleh pekerja bukan gaji sebenarnya karena hanya cukup untuk sekedar mempertahankan hidup.

Eksploitasi buruh oleh pengusaha sudah bukan rahasia lagi. Hal itulah yang menjadikan alasan seringnya terjadi demo buruh menuntut hak dan kesejahteraan mereka. Upah yang diperoleh minimum sedangkan kebutuhan hidup semakin hari semakin naik sehingga menimbulkan gesekan antara buruh dan pengusaha.

Sistem kapitalis memang memberi perhatian istimewa untuk kalangan pengusaha, sedangkan kepentingan dan kesejahteraan para pekerja seringkali dikorbankan. Pengusaha dipandang sebagai orang yang mempekerjakan para buruh sehingga posisi pengusaha jauh di atas angin dibanding pekerjanya. Posisi pengusaha sebagai penyedia modal selalu mendapat perhatian penuh dalam sistem kapitalis. THR dianggap mampu menutup kekurangan gaji pekerja selama setahun yang memang minim, itupun dengan dalih pandemi masih dibolehkan untuk dicicil.

Hal ini tentu tak berlaku dalam sistem Islam. Islam mewajibkan Negara sebagai pihak yang paling bertanggungjawab kepada semua warganya, tak peduli itu pengusaha atau pekerja. Negara wajib memastikan mekanisme upah berdasarkan ketentuan Islam. Tidak ada pihak yang akan dirugikan baik dari pengusaha maupun pekerja. Standar gaji pekerja didasarkan manfaat tenaga yang diberikan, bukan biaya hidup terendah.

Pengusaha dan pekerja harus sama-sama merasakan manfaat dan ridho. Ketika akad ijarah yang diatur sesuai syariat Islam telah dilakukan, maka pekerja berhak memperoleh upah sesuai dengan jenis pekerjaannya dan waktu kerja yang telah dilakukan. Jika dalam akad disepakati ada THR atau tunjangan lain maka pengusaha wajib memberikannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.

Ketika terjadi perselisihan berkaitan dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pengusaha dan pekerja, maka para khubara’ (ahli) yang akan menentukan upah. Khubara’ dipilih oleh pekerja dan perusahaan. Apabila perselisihan masih belum menemui titik terang maka Negara akan turun tangan dengan memilih khubara’ dan memaksa kedua belah pihak mengikuti keputusan yang diambil khubara’ tersebut.

Sistem ekonomi dalam Islam menerapkan seperangkat peraturan yang berkeadilan keseluruh warga masyarakat. Islam akan memastikan setiap individu sejahtera dengan distribusi kekayaan yang merata tanpa memandang kaya atau miskin, pengusaha atau buruh. Tidak akan ada eksploitasi pengusaha ke pekerja dan kedzaliman yang terjadi terus menerus. Kesejahteraan akan diraih dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Wallahua’lam.


*(AnggotaAliansiPenulisRindu Islam)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak